Available in: English   Bahasa   Go to media page

Tersingkapnya Hakikat Toleransi dan Kanaah Sultan al-Awliya

Mawlana Syekh Hisyam Kabbani

17 Februari 2012 Beirut, Lebanon

Khotbah Jumu`ah

Wahai Mukmin! Alhamdulillah, kita masih berada di bulan Rabi`ul Awal, yang akan segera berakhir, dan di dalamnya Allah (swt) telah menguji banyak hamba-Nya yang tulus dengan ujian yang serupa dengan yang Dia kirimkan kepada Nabi-Nya (s), di mana Nabi (s) bersabda, “Nabi yang paling menderita akibat perbuatan umatnya adalah diriku.”

Sayyidina Muhammad (s) diuji dengan berbagai hal, tetapi sebagai kompensasinya Allah (swt) mengangkat derajatnya lebih tinggi dan tinggi lagi. Itulah sebabnya, ketika bulan Rabi`al-Awal tiba, dan itu adalah Musim Seminya Arab yang datang untuk mengubah berbagai negeri di seluruh dunia, dan juga Nabi (s) lahir di bulan Rabi` al-Awal, bulan pertama yang mengubah segala sesuatu di dunia, bulan di mana beliau dilahirkan. Ketika beliau lahir, hakikat juga dilahirkan, kekuatan datang untuk mengubah jahiliah menuju ilmu dan dari ketakukan menuju kebahagiaan, dari dunia menuju akhirat, dan untuk melakukan itu Nabi (s) mengalami berbagai kesulitan.

Saya akan menyebutkan satu hadis Nabi (s), di mana beliau berkata, dan itu akan menunjukkan apa yang menjadi pertanyaan banyak orang belakangan ini, Mawlana adalah Sultan al-Awliya, mengapa beliau tidak menunjukkan kekuasaan atau menunjukkan kekuatannya? Hal itu adalah karena beliau berada dalam khalwat, sejak awal bulan ini, beliau menjalani khalwat, yang mengangkat derajatnya lebih tinggi dan tinggi lagi, sebagaimana Nabi (s) bersabda di dalam salah satu ahadiits:

أشدُّ الناسِ بلاءً الأنبياءُ ثم الأمثلُ فالأمثلُ

Asy-hadu ‘n-naasu bala'an al-anbiyaa’u tsumma ‘l-amtsalu fa ‘l-amtsal.

Mereka yang mengalami cobaan terberat adalah para nabi, kemudian yang serupa tingginya, kemudian yang serupa dengannya (dalam penampilannya). (Sunan Tirmidzi)

Orang yang mengalami penderitaan terberat, berbagai masalah, penghinaan, penyiksaan, kesulitan dan kerusakan adalah para anbiya, nabi-nabi. Kemudian beliau (s) bersabda, tsumma, “setelah nabi-nabi,” al-amtsal, “orang-orang yang serupa dengannya, atau yang mewarisi darinya.” Dan Mawlana Syekh, semoga Allah memanjangkan umurnya, berada di atas maqam “raja”, beliau adalah Sultan! Kalian bisa mempunyai banyak raja, tetapi Sultan berada di atas mereka semua, dan salah satu Asma Allah yang kita baca adalah “as-Sulthan.” Nabi (s) mewarisi kekuatan itu, jadi beliaulah yang memimpin hingga Hari Kiamat. Hanya awliyaullah yang dipanggil sultan, bukan yang lain. Yang lain tidak cocok dengan gelar itu. Jadi Mawlana, sebagai Sultan al-Awliya, mewarisi dari Nabi (s) semua kesulitan dan masalah, dan dari kondisi jahiliah yang berada di sekitar Nabi (s).

Jadi ketika orang bertanya, “Mengapa Mawlana tidak berbuat apa-apa (untuk mengubah situasi di sekitarnya)?” beliau dapat mengubahnya, tetapi beliau adalah pewaris sejati dari Nabi (s), yang mempunyai paling banyak kesulitan, dan para anbiya dan awliyaullah adalah pewarisnya. Jadi, kalian bisa mempunyai banyak masalah di sekitar kalian tetapi kalian harus sabar dengan apa yang akan disandangkan oleh Allah kepada kalian melalui Asmaul Husna wal Sifat-Nya. Sekarang Mawlana Syekh sedang disandangkan dengan semua itu, orang-orang memberinya obat-obatan (duniawi), tetapi beliau tidak menginginkannya, karena kini beliau disandangkan dengan Kekuatan kun fayakuun, untuk mengucapkan, “‘Jadilah!’ dan terjadilah ia.” Dan Mawlana Syekh Nazim (q) berkata beberapa hari belakangan ini bahwa beliau disandangkan dengan tajali kun fayakuun agar Mahdi (as) muncul, tetapi sebelumnya, akan ada berbagai macam ujian. Dan sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi (s), “Hari Kiamat tidak akan muncul hingga dua kelompok besar saling bertikai satu sama lain.”

لا تقوم الساعة حتى تقتتل فئتان عظيمتان تكون بينهما مقتلة عظيمة دعواهما واحدة.

Laa taquumu as-sa`atu hatta taqtatila fi’ataani `azhiimatani. Yakuunu baynahuma maqtalatun `azhiimatan da`waahuma waahidah.

Kiamat tidak akan terjadi sampai dua kelompok besar bertikai satu sama lain dalam suatu pertempuran besar dan seruan mereka adalah satu. (Sahih Bukhari)

Di sini, “laa taquum as-sa`at” artinya kebenaran tidak akan muncul hingga dua kelompok akan bertikai satu sama lain, dan itu adalah salah satu tanda-tanda besarnya.

.

Saya akan menceritakan sebuah kisah dan itu adalah sesuatu yang berasal dari hakikat awliyaullah dan Sahaabah (r). Dikatakan bahwa Allah mengutus seorang malaikat kepada salah satu awliyaullah ketika ia sedang bersujud, dan malaikat itu berkata, “Allah mengutusku untuk bertanya padamu, apa yang kau inginkan, mintalah (dan engkau akan menerimanya).” Sekarang orang-orang bertanya, “Apakah Mawlana Syekh meminta, atau tidak?” Kalian tidak tahu barangkali malaikat naik turun untuk memberi sandangan yang berbeda-beda bagi Mawlana Syekh Nazim agar beliau dapat menunjukkan hakikat dari kisah ini.

Melanjutkan kisah tadi, malaikat bertanya (dari Allah), “Jika engkau memintaku untuk mengampuni semua manusia di dunia di masamu, aku akan mengampuninya!” Dan wali, yang sekarang adalah Sultan al-Awliya, yang berada di tempat tidurnya, dan kalian tidak tahu berapa banyak malaikat, bukan hanya satu, tetapi bisa saja tak terhingga malaikat yang datang dan bertanya padanya, “Apa yang kau inginkan?” Dan dengan Harkat dan Martabat-Nya, beliau menjawab, “Aku tidak menyembah-Nya dan menjadi hamba-Nya keculai melalui Diri-Nya.” Allah (swt) memperlihatkan kebesaran wali itu dengan membuatnya bicara, “Mahasuci Allah! Aku tidak menyembah-Mu untuk meminta sesuatu dari-Mu, aku hanya menyembah-Mu di dalam sujudku dan, ‘Orang-orang yang senantiasa mengingat Allah (dan di dalam salatnya) baik dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring di sisi mereka,’ (3:191) dan aku tidak menginginkan apa-apa kecuali Dia, dan jika engkau akan melemparkan aku ke dalam neraka selama-lamanya, aku tidak akan meminta-Nya untuk mengeluarkan aku, karena Aku hanya menyembah-Nya demi cinta-Nya!” sebagaimana yang dikatakan oleh Rabi`ah al-Adawiyyah (r).

Kemudian Allah (swt) menyampaikan kepada seluruh malaikat-Nya, meskipun Dia hanya mengutus satu malaikat kepadanya, “Wahai malaikat-Ku! Adakah di antara kalian yang dapat mengatakan apa yang ia katakan setelah Aku meletakkannya di tempat tidur dan memberinya kehidupan panjang yang penuh kesulitan seperti yang Aku berikan kepada Nabi-Ku, Sayyidina Muhammad (s)? Adakah seseorang yang dapat menanggung cobaan seperti itu?” Mereka berkata, “Ya Allah! Kami tidak mampu menerima hukuman-Mu.” Orang itu bahkan tidak bertanya apakah ia akan mendapatkan hukuman atau tidak, ia berkata, “Yaa Rabbii! Jika Engkau melemparku ke dalam Neraka, aku akan menerimanya,” yang artinya, jika kalian melempar Mawlana Syekh ke dalam Neraka, beliau tidak akan mengatakan, “tidak” kepada siapapun karena beliau mencintai setiap orang! Beliau akan mengatakan “ya” kepada semua orang, tetapi orang itu atau hamba itu harus tahu bahwa ia akan ditanya mengenai pengabdiannya dan ia akan mendapatkan hukuman.

Kemudian Allah (swt) berkata kepada para malaikat, “Dengan Kemuliaan-Ku, orang ini adalah benar! Ia sabar karena Aku memberkatinya dengan Asma-Ku, ash-Shabuur,” seperti bagaimana Sayyidina Ibrahim (a) bersabar dengan api Namrudz dan Allah (swt) menyelamatkannya. Ketika Jibra`iil (a) mendatangi Ibrahim (a) dan berkata, “Apakah engkau memerlukan pertolongan?” dan ia menjawab, “Tidak.” Sayyidina Ibrahim berada di bawah siksaan Namrudz, seperti para awliyaullah berada dalam penyiksaan orang-orang yang berada di sekelilingnya dan dari seluruh dunya! Oleh sebab itu, mereka tidak mencari pertolongan kecuali dari Allah. Sayyidina Nuh (a) juga mengalami hal yang sama. Sayyidina Adam (a) mengalami hal yang sama, dan beliau berada di Surga!

Bukalah mata dan telinga kalian! Apakah kita berada di Surga? Kita tidak berada di Surga. Orang-orang yang mengatakan, “Mengapa Mawlana Syekh Nazim berdiam diri saja menghadapi segalanya?” Kami terangkan bahwa itu adalah ujian bagi awliyaullah. Allah (swt) ingin melihat kesabarannya, sebagaimana Allah (swt) menguji Sayyidina Adam (a) untuk menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa mereka harus bersabar. Siapa yang dikirim oleh Allah (swt) kepada Adam (a)--saya, kalian? Tidak, Dia mengirimkan Ibliis ke Surga. Dia mengizinkan Ibliis memasuki Surga untuk berusaha menipu dan memprovokasi Sayyidina Adam (a) agar melakukan sesuatu yang salah. Yang pertama Sayyidina Adam tahu, tetapi yang kedua Ibliis masuk sebagai seekor ular. Berapa banyak ular yang mengetuk pintu awliyaullah dan mereka adalah abalisa (kata jamak dari Ibliis’)! Kalian akan menjumpai mereka dari semua sisi dan berusaha untuk mendorong jalan mereka, mereka menyembunyikan diri mereka dalam wajah manusia, tetapi di dalamnya mereka adalah abalisa. Mereka adalah palsu, di seluruh dunia; hindarilah mereka dan jangan sampai jatuh ke dalam perangkapnya. Mawlana Syekh tidak jatuh ke dalam perangkapnya. Awliyaullah tidak jatuh ke dalam perangkapnya; mereka berkata, “Yaa Rabbii! Aku menunjukkan penghormatan kepada semua orang. Aku tidak mendengarkan Ibliis.”

Ada 124,000 awliya dan setiap wali berada dalam ujian yang berbeda dari Ibliis dan tentaranya. Mawlana Syekh dan para pengikutnya berdiri teguh dalam menghadapi Ibliis, yang datang dalam wujud manusia, binatang atau bahkan naga, dan Mawlana Syekh tetap bersikap damai. Mengapa orang pergi ke rumah sakit, khususnya rumah sakit jiwa? Mengapa orang pergi ke sana? Mereka mempunyai masalah di dalam pikiran dan otak mereka, di dalam kepribadian mereka, mereka adalah psycho, bi-polar, dan mereka ingin disembuhkan. Mereka pergi ke sana, dan mengetuk pintu dan masuk, mereka tidak bertanya, dan abalisa datang dari mana-mana.

Jadi jawabannya adalah sederhana, setiap orang datang kepada Nabi (s) untuk berziarah dan berdoa dari segala penjuru di dunia; benar tidak? Itu benar. Jadi apa yang terjadi? Wahabi datang kepada kalian untuk mencegah kalian berdoa, dengan mengatakan, “Ini adalah syirk,” dan Nabi (s) membiarkan mereka melakukan hal itu. Apakah Nabi (s) dapat mengubah kalbu mereka? Mereka percaya kepada Allah (swt), tetapi menolak apa yang dibawa oleh Nabi (s) dan Nabi (s) membiarkan mereka dan tidak mengatakan apa-apa, sebagaimana di dalam hadis, ya-umma al-jahl, “Ketidakpedulian tengah merajalela.”

Itulah sebabnya mengapa Mawlana membiarkan orang-orang di sekitarnya. Jadi di sekitarnya juga ada beberapa yang merupakan Setan sepenuhnya, sebagian lagi setengah Setan, sebagian baik, sebagian berbahaya; itu tergantung. Beliau membiarkan setiap orang, sebagaimana Nabi (s) membiarkan segala tipe orang berada di dekatnya, karena itu adalah rumah sakit jiwa. Sama halnya kalian tidak bisa mengatakan, “Mengapa Nabi (s) membiarkan Wahabi sangat berkuasa di sana?” Ada hikmah di sana, jadi jangan katakan, “Mengapa Mawlana Syekh membiarkan beberapa abalisa di sekelilingnya?” karena ada hikmah di sana.

Jadi, apa karakter dari abalisa ini? Nabi (s) bersabda,

آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا ائتمن خان

`alamat al-munaafiq tsalats: idza hadatsa kadzib wa idza wa`adu akhlaf wa idza utumina khaan.

Tanda-tanda orang munafik ada tiga: ketika ia berbicara, ia berbohong, ketika berjanji ia ingkar dan ketika ia diberi amanat, ia berkhianat. (Bukhari)

Ketika seorang munafik berbicara, ia banyak berbohong, bicaranya manis dan penuh buaian; seolah-olah kalian terbuai dalam oleh sesosok setan dalam wujud manusia. Mengapa (mereka melakukan hal itu)? Agar kalian tetap berada di dekatnya. Meskipun kalian tahu bahwa orang ini adalah Setan, ia membuai kalian dengan mengatakan, “O! Engkau adalah ini, engkau adalah itu.” Ketika ia perlu bicara benar, ia berbohong, agar ia mendapat jabatan, sebagaimana yang dilakukan oleh para menteri, presiden dan raja-raja. Suatu ketika, seseorang bertanya kepada Syekh Nazim (q), “Mawlana, bolehkah aku terjun ke dunia politik?” dan Mawlana berkata, “Ya, kau boleh, tetapi kau harus menjadi seekor hyena, kau harus berbohong! Apakah engkau mau berbohong?”

Terlalu banyak politik di mana-mana sekarang, khususnya di beberapa area di mana kalian berada. Baik tua atau muda, tidak ada orang yang ingin mengatakan kebenaran; mereka malah ingin menutupi realitas Ibliis untuk menunjukkan dirinya. “Lihat, aku baik padamu, aku baik untukmu. Jagalah aku bersamamu.!” Kalian berkata kepada mereka, “Engkau bersama dengan sesosok Ibliis! Bukalah mata dan telinga kalian!” tetapi mereka berkata, “Tidak, lupakan saja! Sepanjang Setan itu (membawaku bersamanya),” sebagaimana dengan Wahabi yang selalu berada di sekitar Masjid Nabawi (s). Jika kalian berteman dengannya, kalian akan berada di dalam masjid, bahkan di depan kisi-kisi Nabi (s) dan jika bisa, kalian dapat membaca Fatihah di sana, tetapi Nabi (s) mengetahui isi kalbu kalian.

Ketika seorang munafik bicara, ia berbohong, dan ketika kalian mempercayainya ia akan mengkhianati kalian. Berapa kali kita mempercayai seseorang atau seseorang mempercayai satu sama lain, tetapi kemudian mereka saling berkhianat satu sama lain? Hal itu terjadi antar sesama teman, antara para pemimpin negara, antara saudara, konspirasi terjadi di antara banyak orang. Itu terjadi di mana-mana, jadi kalian harus sangat berhati-hati.

Ini adalah Islam; Islam bukan hanya berzikir dan selawat. Bagaimana kalian membaca Qur`an dan berzikir sementara kalbu kalian tidak berada di sana? Jadi ketika kalian mempercayainya, ia mengkhianati kalian dan menusuk kalian dari belakang.

Nabi (s) bersabda,

Apakah kalian tahu siapakah yang merupakan muflis (orang yang bangkrut)? Muflis dari Ummatku adalah orang yang datang pada Yaumul Hisab dengan telah melakukan salat, puasa, dan zakat. Namun, bersama dengan ini, ia melecehkan orang ini dan memfitnah orang itu, memakan kekayaan orang ini dan secara tidak sah menumpahkan darah orang itu. Orang-orang ini akan mengambil dari amalnya. Namun, jika amalnya telah habis, maka dosa-dosa mereka ditimpakan atasnya dan ia akan dilemparkan ke dalam Neraka. (Muslim)

Nabi (s) bertanya pada Sahaabah (r), “Siapakah orang yang bangkrut?” Mereka berkata, “Orang yang tidak mempunyai uang,” dan Nabi (s) bersabda, “Tidak, melainkan orang yang tidak mempunyai amal.” Ada berapa orang di Tarekat Naqsybandi atau di tarekat yang lain yang berjanji kemudian mengingkarinya? Nabi (s) bersabda, “Ketika seorang Mukmin berjanji, ia harus memegang janjinya.” Berapa kali kita telah mencoba? Berapa kali kita sebagai Muslim telah mencoba tetapi tetap saja mereka menusuk kalian dari belakang? Dan berapa banyak orang di sekeliling Sultan al-Awliya (yang seperti itu), sebagaimana yang telah kami katakan, pertama para anbiya kemudian gambaran mereka, awliyaullah, sangat menderita.

Mawlana, saya melihatmu dan saya merasakan dirimu dari minbar ini! Saya mencintaimu dan saya sedih melihat semua ini ada di sekitarmu, dan engkau sabar karena Nabi (s) sabar dan karena engkau sedang berkhalwat!

Jadi, Nabi (s) bersabda, idza hadatsa kadzib, ketika seorang munaafiq bicara, ia berdusta, ketika ia berjanji, ia ingkar, dan ketiga ketika diberikan amanat, ia mengkhianatinya. Bahkan di depan kalian ia salat dan berpuasa, dan memperlihatkan kepada kalian bahwa ia baik dan menghormati setiap orang, tetapi ia menikam setiap orang dari belakang! Dan orang-orang sudah muak; orang-orang di seluruh dunia sudah tidak tahan lagi. Jadi awliyaullah berada dalam khalwat karena mereka ingin mengasingkan diri; orang-orang menikam pengikut mereka dan mereka akan berkhalwat untuk menghindari hal ini. Kita berharap bahwa khalwat ini akan berakhir segera, insyaa-Allah, dan membawa Mawlana Syekh kembali dengan daya dan kekuatan.

Kami tidak mengatakan bahwa semua ini akan berhenti. Ini tidak akan berhenti! Orang-orang munafik itu datang dalam busana manusia; mereka salat dan puasa, tetapi mereka adalah hyena (anjing dubuk). Jangan berharap bahwa ini akan berubah, karena itu adalah ujian bagi awliyaullah. Nabi (s) tidak mengharapkan bahwa penghinaan dan penyiksaan akan berhenti dan sampai akhir hayatnya beliau terus mengalami penghinaan itu! Awliyaullah adalah para pewaris Nabi (s), jadi jangan (hanya) mengatakan, “Syekh tahu.” Syekh mengetahui segalanya, tetapi beliau tidak melakukan apa-apa, karena awliyaulllah seperti Sayyidina Ibrahim (a): ketika beliau dilemparkan ke dalam api, beliau tidak meminta pertolongan dari Sayyidina Jibriil (a), beliau hanya berkata, “Allah mengetahui kondisiku; aku akan mengikuti apa yang menjadi Kehendak Allah!”

Awliyaullah melihat pada Loh Mahfuzh. Mereka melihat bahwa kehendak mereka tidak mengatakan apa-apa, jadi mereka diam. Semoga Allah (swt) mengampuni kita, mengampuni mereka dan mengampuni semua wali.

[Akhir dari khotbah]

http://sufilive.com/rnd.cfm?m=4144&ty4c=1

© Copyright 2012 Sufilive. This transcript is protected by international copyright law.

Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr.

UA-984942-2