Go to media page Available in: English   Italian   Bahasa  

al-Wasiilah: Mencari Perantaraan, Jalan yang Mendekatkan

Sultan al-Awliya

Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani

31 Januari 2010 Lefke, Cyprus

Madad yaa RijaalAllah. (Mawlana Syekh berdiri.)

Laa ilaaha illa-Llah. Laa ilaaha illa-Llah. Laa ilaaha illa-Llah Muhammadun Rasuulullah `alayhi shalaatullah wa 's-salaamu. Madad yaa Sultan al Awliyaa.

Kami memohon kepada penguasa dunia ini, memohon dukungan atau sesuatu yang berguna bagi manusia dan memberi manfaat bagi mereka. Kita ucapkan a`uudzu billahi min asy-Syaythaani ‘r-rajiim. (Mawlana Syekh duduk kembali.)

Kita berlari dari Setan, karena ia tidak pernah suka memberi manfaat bagi manusia. Misi Setan hanyalah berusaha untuk membuat masalah, penderitaan dan kesedihan bagi manusia. Ia tidak suka bila manusia bahagia. Oleh sebab itu, kita ucapkan a`uudzu billahi min asy-Syaythaani ‘r-rajiim. Wahai Tuhan kami, lindungilah kami. Allah (swt) memberi perlindungan-Nya untuk segala sesuatu, tetapi bila Dia diminta untuk melakukan sesuatu, Dia akan membuat beberapa jalan untuk itu secara langsung. Tak seorang pun dapat menangkap Penampakan Allah (swt), sejak masa pra abadi hingga masa abadi dan tak seorang pun dapat menjangkau karunia-Nya atau perlindungan-Nya secara langsung. Tak seorang pun.

Wahai ulama Salafi, kalian membaca Al-Qur’an suci. Ada sebuah ayat di sana. Apakah kalian mengetahuinya? Kalian tidak mengerti apa yang kalian bicarakan. Kalian harus memahami dan mengikuti apa yang berasal dari Surga, dengan segera. Jangan lalai. Kalian harus mengerti dan bertindak seperti apa yang dikehendaki oleh Tuhan Surgawi terhadap hamba-hamba-Nya. Kita bicara tentang sesuatu yang sangat penting. Dan kita mengucapkan, Bismillahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim. Pertama kita ucapkan a`uudzu billahi min asy-Syaythaani ‘r-rajiim, dan meminta perlindungan dari Allah (swt). Tak seorang pun dapat menjangkau-Nya secara langsung. Di mana Allah (swt)? Di mana, kita bertanya. Adalah suatu kesalahan besar bagi manusia untuk meminta secara langsung dari Allah (swt). Oleh sebab itu, para ulama Salafi, para hadirin, apakah kalian siap untuk memahami? Apa yang Allah (swt) katakan? Dia berfirman, “asta’idzu billah, w ‘abtaghuu ilayhi ‘l-wasiila.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُواْ فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Yaa ayyuha ‘l-ladziina aamanu ‘t-taqu ‘l-Llaha wabtaghuu ‘ilayhi ‘l-wasiilata wa jaahiduu fii sabiilihi ‘l-allakum tuflihuun.

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah di Jalan-Nya supaya kamu mendapat keuntungan. [5:35]

Kalian adalah munkir, kalian tidak menerima wasiilah (jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah). Orang yang menolak wasiilah akan kehilangan keyakinannya terhadap al-Qur’an yang suci. Terkait dengan wabtaghu ‘ilayhi wasiilah. Siapa itu ilayhi? Siapa yang damiir? Siapa itu? Damiir adalah makna yang terdekat? Mintalah untuk mencapai ma’arif, target kalian atau segala sesuatu yang ingin kalian capai menjadi tidak tercapai. Seperti halnya orang yang ingin terbang, tetapi ia sendiri tidak bisa terbang, ia harus menggunakan pesawat: itulah wasiilah yang akan membawa kalian dari darat ke udara. Itulah wasiilah. Kalian ingin mencapai langit, tetapi kalian tidak dapat melakukannya sendiri. Ini adalah sebuah contoh agar pikiran kita lebih jelas memahaminya. Apa target yang ingin kalian capai bagi kepuasan kalian? “Ya, aku senang berada di langit. Itu adalah cita-citaku atau hobiku. Aku ingin hobiku terpenuhi agar aku senang!” Hobi membuat orang senang. Shakespeare tidak mengetahi hal-hal semacam itu (Mawlana tertawa). Hobi adalah suatu permintaan rahasia dalam jiwa manusia. Itu adalah sebuah deskripsi yang baik. Hanya makhluk-makhluk surgawi yang dapat memberi kalian segala sesuatu. (Allah (swt) berfirman), “Kalian dapat menemukan apa pun melalui Kitab Suci-Ku yang telah Ku-kirim kepada kalian sebagai Risalah Terakhir-Ku, bersama Utusan Terakhir-Ku. Kalian dapat menemukan hal ini.”

مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ

Ma farratna fi 'l-kitaab min syay.

Tak ada yang Kami hilangkan dari Kitab ini. [6:38]

"Aku adalah orang yang mengetahui segala sesuatu. Kalian dapat bertanya kepadaku dan aku dapat menjawabnya,” kata seseorang yang duduk di sebuah kursi. “Wahai guru kami, aku mempunyai sebuah pertanyaan yang sederhana,” kata seseorang yang sederhana sambil berdiri. “Apa itu?”

"Mengenai rambut, aku bertanya-tanya, jika kita menambahkannya, apakah jumlahnya menjadi ganjil atau genap?”

Bahasa Inggris adalah bahasa yang sangat aneh! Dari satu sisi saya belajar, sementara dari sisi yang lain saya lupa! Saya tidak tahu apakah saya sudah terlalu tua. Saya melihat ke dalam cermin, dan berkata, “Tidak, belum, terlalu banyak orang tua,” dan menyenangkan. Kadang-kadang saya lupa, kadang-kadang ingat.

"Rambutmu, ganjil atau genap?”

“Saya tidak tahu. Saya tidak menambahkannya untuk mengatakan ganjil atau genap. Saya tidak tahu,” kata ulama Salafi. “Tetapi engkau bilang, kau tahu tahu segalanya, sekarang kau berkata bahwa engkau tidak tahu!” “Tanyalah pertanyaan yang lain.”

"Wahai guru kami,” kata orang yang lain sambil berdiri, “Aku bertanya-tanya tentang semut, tubuhnya mempunyai dua bagian: bagian kepala dan bagian punggung. Sejak lama aku penasaran, di mana letak perutnya, di bagian kepala atau punggung?” “Duduk! Pertanyaan macam apa ini?” “Aku ingin tahu dan katanya engkau tahu segalanya!” “Dua bagian. Selesai! Apa itu? Duduk.”

Sekarang orang-orang mengatakan bahwa mereka mengetahui berbagai hal, tetapi mereka tidak mengetahui apa-apa! Allah (swt) berfirman, “Segala sesuatu dapat kalian temukan di dalam Kitab Suci-Ku,” "ma farratna fi 'l-kitaabi min syay. Segala sesuatu yang ingin kalian ketahui sehingga hati kalian menjadi puas. Lihatlah! "Aku tidak dapat melihat." Orang yang buta tidak dapat melihat. Jika kalian mengatakan bahwa di sana ada matahari dan bulan, mereka berkata, “Aku tidak percaya di sana ada matahari atau bulan,” karena ia tidak dapat melihat dan menyaksikan. Jadi, saya bertanya pada ulama-ulama Salafi, apa arti dari wabtaghuu? Allah (swt) berfirman, “Mintalah!” Ibtighaa adalah sebuah kata yang artinya orang yang meminta atau ia ingin mencapai sasaran itu, tetapi ia tidak bisa dan ia memerlukan suatu jalan agar ia dapat memenuhi keinginannya. Apa yang menjadi ibtighaa kalian? Apa yang paling diinginkan oleh kalian, yang jika kalian tahu tentang itu, itu akan membuat kalian senang, jika kalian mengetahui hal itu. Kalian harus sungguh-sungguh bertanya ke dalam hati kalian tentang apa yang kalian perlukan? “Aku ingin terbang.” Wabtaghuu ilayhi ‘l-wasiilah.

Manusia tidak dapat meraih sesuatu sendiri. Kalian harus menggunakan suatu cara, zhaahiran wa baatinan, baik lahir maupun batin. Ketika Allah (swt) memperlihatkan apa yang paling atau kesenangan apa yang sangat diidam-idamkan, ‘ilayhi, apa itu? Siapakah damiir? Apa rahasianya? Katakan! Siapa orang itu? Adakah sesuatu yang lain, selain Allah (swt) yang ingin dituju? Ilaahi anta maqsuudi, Tuhanku, Engkau adalah tujuanku! Tidak ada orang waras yang menginginkan Tuhannya, kecuali sebagai muntahah, titik puncak, di mana setelah itu tidak ada apa-apa lagi! Di luar itu, tidak ada lagi yang bernilai.

Keinginan tertinggi manusia adalah mencapai Tuhannya, Penciptanya, Yang telah membawanya dari bukan apa-apa menjadi sesuatu! Wahai ulama Salafi, apakah kalian datang sendiri ke dunia dan untuk apa? Apakah kalian tahu? Katakan kepada orang-orang! Wabtagha ilayhi. Siapakah dunia itu? Wa maa siwaa. Apakah kalian pikir bahwa Allah (swt) memerintahkan kalian untuk mengejar ciptaan ini atau meminta kalian untuk mencapai Pencipta kalian?

Itu bukanlah apa-apa. Ma siwa Allah. Segala sesuatu kecuali Tuhanmu, adalah seperti bayangan. Bayangan bisa berada di bumi. Ketika matahari bersinar, kalian dapat melihat bayangan kalian di tanah, di bawah kaki kalian. Ada lagi bayangan lain untuk kalian di mana kalian dapat melihat diri kalian tetapi bukan seperti bayangan di tanah. Kalian dapat melihat ke dalam cermin dan melalui cermin itu kalian dapat melihat sosok makhluk lain yang seperti diri kalian tetapi itu bukan kalian. Sehingga kalian akan berkata, “Aku ingin mencapainya.”

Kalian mengerti? Saya tidak ingin melihat ke dalam cermin ini. Saya bisa melihat seorang wanita cantik di dalamnya, itu tidak cukup bagi saya ketika saya melihatnya saya ingin agar saya bisa mencapainya. Bagaimana kalian dapat mencapainya?

Wahai manusia! Kalian harus memahami Al-Qur’an suci! Mereka tidak memahami apa-apa! Wabtaghuu ilayhi, ketika kalian melihat ke dalam cermin, ayna miratu 'l-haqiqah. Cermin mempunyai dua sisi. Yang terlihat di situ bukanlah makhluk yang sesungguhnya. Kalian tidak menginginkan itu, karena ketika kalian menjulurkan tangan kalian, kalian tidak dapat menyentuhnya. Kalian menginginkan sebuah cermin yang bila kalian melihat ke dalamnya, kalian dapat mencapai orang yang ada di dalamnya! Dan ini adalah cermin yang kalian lihat dan saksikan, ya. Bagaimana menurut kalian, wahai ulama Salafi, apakah ada cermin untuk Sang Pencipta? Tidak ada? Pasti ada, karena tanpa cermin kalian tidak bisa melihat-Nya.

Dan kalian ingin mencapai-Nya. Itu adalah matlabul `alaa, keinginan tertinggi untuk manusia, untuk mencapai apa yang ingin ia capai. Karena ketika ia mencapai-Nya melalui cermin. Kalian melihat diri kalian bahwa kalian telah lenyap dan yang ada hanyalah Dia!

Al-Qur’an suci, beberapa orang bisa memahami sesuatu sejak dulu, dari para ulama, dari para awliya. Kadang-kadang mereka melihat, kadang-kadang mereka mencapainya, kadang-kadang... Ketika mereka masuk, selesai, tidak ada lagi pribadi kalian, pribadi kalian telah lenyap. Itu adalah matlabu 'l-`ala, keinginan tertinggi di mana tidak ada akhir untuk itu, tidak ada akhir untuk penglihatan, manzhar itu. Kita berkata, bagaiamana hal itu terjadi? Apa arti dari w’abtaghaw ilayhi al-wasiila? Jika kalian ingin mencapai diri kalian, pertama kali kalian harus mempunyai sebuah cermin. Cermin itu adalah al-wasiilah, artinya untuk kalian melihat diri kalian. Kemudian (tampak) begitu banyak realitas, begitu banyak tahapan, begitu banyak maqam, begitu banyak level yang semakin tinggi untuk dicapai dan apa yang ingin kalian capai? Kalian akan sampai ke titik di mana kalian akan lenyap, kehilangan diri kalian dan apa yang kalian minta juga lenyap!

Apa yang kita katakan sekarang? Mereka membuat saya untuk mengatakan beberapa hal yang penting. Kita bicara mengenai Setan. Allah (swt) menghilangkannya dari hamba-hamba-Nya. Ya, Setan adalah musuh terbesar dan kita perlu menyelamatkan diri kita dari tipu daya dan perangkap Setan.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Satu ayatu ‘l-kariimah, ayat suci yang masuk ke dalam hati saya agar saya mengatakannya adalah wattabi’ sabiila man anaaba ilayy. Khitaab menyampaikan pada seseorang, dan pada saat yang sama menyampaikan kepada setiap orang! Rangkuman bagi pembicaraan kita yang datang kepada saya adalah fa ata’ba sababa… Nabi Musa (a), Sayyidina Dzul Kifli (a), ia bertanya-tanya, bagaimana ia dapat melakukannya ketika ia berjalan, atau berlari menuju targetnya? Ia melangkah: فَأَتْبَعَ سَبَبًا fa atba` sababa, dan ia memilih jalan yang benar [18:85]. Subhaan Allah, bagaikan samudra. Kalian dapat menemukan segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia, itulah kuncinya. Melalui kunci itu, kalian dapat membuka segala sesuatu, wa sakhara lakum maa fii ‘s-samawaati wa maa fi ‘l-ardh.

Jika tidak melangkah, kalian tidak bisa mencapainya. Melangkah ke mana? Fa atba’ sababa. Oleh sebab itu, dunia ini, segala sesuatu terkait atau terhubung dengan suatu sebab. Tanpa sebab, tidak mungkin terjadi sesuatu dan Nabi, Sayyidina Dzul Kifli berlari menuju suatu sasaran. Ia ingin mencapai titik itu dan ia menempuh langkah-langkah sebab. Oleh sebab itu, dunia ini adalah ‘alam ul-inkaan, kemungkinan, segala sesuatu menjadi mungkin jika kalian menggunakan sabab, sebab atau alasan. Tanpa sebab, kalian tidak bisa mencapai target di dunia maupun akhirat. ‘Alam ul inkaan, dunia ini, atau segala sesuatu dalam kemungkinan, tetapi setelah hidup ini, itu bukan lagi kemungkinan. Mumkin, dan kedua adalah ‘alamu ‘l-inkaan, mumkinaat dan ‘alamu ‘l-ikaan. Mungkin dan tidak mungkin.

Sekarang di dunia, segala sesuatunya saling terkait dengan sebab. Ketika Imam Mahdi (a) muncul, orang-orang menggunakan kemungkinan. Itu adalah sunnatullah, segala sesuatu berada dalam sunnatullah ini, artinya segala sesuatu terkait dengan sebab. Ketika Mahdi (a) muncul, segala sesuatu terhubung dengan qudratullah. Qudratullah, sebab, ketahuilah sebab tertentu berlaku bagi sunnatullah, tetapi qudratullah tidak memerlukan sabab, sebab dan ketika Mahdi (a) muncul, (Mawlana berdiri) Alfu shalaat, alfu salam ala khalifatullah Sayyidina Mahdi (a). (Mawlana duduk kembali). Qudratullah, tanpa sebab, “Kun fa yakuun!” Itu adalah derajat tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang, dan tanpa wasiilah ia tidak dapat mencapainya. Barang siapa yang menginginkan agar sampai pada qudratullah, sehingga ia dapat mengatakan pada apa saja, “Jadilah!” maka terjadilah. Kalian tidak harus menggunakan sebab, itu adalah hal lain lagi. Wasiilah adalah hal lain lagi.

Semoga Allah (swt) mengampuni kita dan memberi kita suatu pemahaman yang baik. Itu adalah penjelasan yang sangat penting, mungkin beberapa awliya telah mengatakannya, tetapi sekarang beberapa awliya tingkat tinggi telah mengetahui rahasia itu. Dan dari rahasia tersebut, sedikit tetesan mereka kirimkan sekarang untuk mempersiapkan orang-orang bagi kedatangan Mahdi (a) dan jati dirinya, di mana ia akan menggunakan, “Kun fa yakuun, jadilah! Maka terjadilah ia.” Oleh sebab itu, ketika ia datang dan mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar (Mawlana berdiri) teknologi dan sains akan berakhir. (Mawlana duduk kembali)

Semoga Allah (swt) mengampuni kita.

Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah `Aziiz Allah

Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah Kariim Allah

Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah SubhaanAllah

Dome dome dome dome

Dome dome dome dome

Dome dome dome dome

Dome dome dome dome

Dome dome dome dome

Dome dome dome dome

Dome dome dome dome

Dome dome dome dome

Bi hurmati 'l-Fatihah.

(50 menit)

Terlalu banyak! SubhaanAllah. Syukur Allah, syukur, syukur.

(Mawlana Syekh Nazim berbicara dengan Hajah Naziha di telepon)

UA-984942-2