Setelah Salaat al-`Isya
T: Ketika melakukan tawaaf, apakah boleh berbicara dengan orang lain atau bersikap seperti biasa?
J: Lebih baik tidak bicara, melainkan mengisinya dengan doa dan selawat Nabi (s), memuji Allah (swt), atau membaca Qur’an jika kalian tidak mengetahui doa-doa. Jika kalian tidak bisa membaca Qur’an atau berdoa, kalian bisa berdoa dalam bahasa apa saja, atau kalian dapat bertasbih, mengucapkan, “SubhaanAllah, alhamdulillah, laa ilaaha illa-Llah, Allahu Akbar.” Dianjurkan untuk tidak bicara kecuali jika perlu, misalnya jika terjadi sesuatu.
T: Bagaimana jika saya kehilangan wudu selama tawaf?
J: Jika seseorang kehilangan wudunya, ada banyak fatwa yang menyatakan hal itu karena itu sangat padat, kalian dapat melanjutkan tawaf kalian, walaupun wudunya telah batal, karena akan sangat berbahaya mungkin ada satu juta orang di lingkaran yang besar itu, semuanya saling mendorong, jadi jika banyak yang berhenti untuk berwudu, itu sangat berbahaya. Jadi ijma (kesepakatan) mayoritas adalah bahwa kalian harus melanjutkannya hingga selesai.
T: Jika saya terpisah dari suami saya selama tawaf, apa yang harus saya lakukan?
J: Jika seorang wanita kehilangan suaminya di dalam keramaian itu, ia dapat melanjutkannya sendiri. Ada banyak wanita yang melakukan tawaf dan kalian dapat bergabung dengan mereka, tidak ada masalah.
T: Apakah kami dibatasi untuk menggunakan produk kosmetik atau perawatan kulit selama menunaikan haji?
J: Beberapa orang bertanya apakah mereka boleh menggunakan vaselin selama haji (sebagai pelembab atau tabir surya). Itu boleh, tidak masalah, sepanjang tidak diberi wewangian, dan kalian menggunakannya karena perlu, bukan untuk kemewahan. Orang-orang yang sangat sensitif terhadap matahari dapat menggunakan tabir surya yang tidak diberi wewangian, seperti vaselin. Selama haji setiap orang harus menggunakan sabun yang tidak diberi wewangian, seperti sabun dari minyak zaitun. Di Madinah kalian dapat menemukan semua ini sebelum pergi ke Mekah, jika kalian tidak ingin membawanya dari sini.
T: Bagaimana jika saya (seorang wanita) sedang melakukan tawaf kemudian adzan berkumandang?
J: Setiap orang berada di sisi orang lainnya di dalam lingkaran tawaf, jadi tentu saja ketika hal itu terjadi, tinggallah di mana kalian berada dan salat kemudian, kecuali kalian menemukan celah atau jalan yang mudah ke bagian wanita dan kemudian salat di sana; kalau tidak, cukup berkumpul lalu salat. Kalian juga boleh melanjutkan tawaf kalian karena itu dianggap sebagai salat, dan setelah kalian menyelesaikan tawaf, kalian boleh melakukan salat sendiri.
Namun demikian, kadang-kadang pihak keamanan tidak akan membiarkan kalian melanjutkan tawaf kalian karena imam dan jemaah sedang salat, jadi dalam kasus itu, hentikanlah tawaf kalian dan lakukan salat, kemudian lanjutkan tawaf kalian setelahnya. Antara sunah dan fardu kalian dapat melanjutkan tawaf, tetapi pada saat salat fardu, pihak keamanan dapat menghentikan semua orang yang melakukan tawaf.
T: Bagaimana jika saya telah menyelesaikan tawaf pertama saya tetapi kemudian mendapatkan haid saya, bagaimana dengan tawaf berikutnya?
J: Ia akan menunggu sampai ia mampu melanjutkannya dan jika ia tidak mampu, karena periode haidnya belum berhenti, dan karena ia harus melanjutkan perjalanannya dan tidak bisa tinggal di Mekah menunggu periode haidnya selesai, fatwa terkini menyatakan bahwa karena ia harus pergi, maka dua tawaf dikurangi darinya. Jadi ia menyelesaikan Tawaaf al-Quduum, “Tawaf Salam,” kemudian (kedua tawaf berikutnya, yaitu) Tawaaf al-Ifadah dan Tawaaf al-Wada`, “Tawaaf Perpisahan” dihilangkan dari tugas keagamaannya. Jika ia melakukan Tawaaf al-Quduum dan setelah Yawm an-Nahr (Hari Kurban, yaitu Ied) ia tidak bisa melaksanakan dua tawaf terakhir, maka ia harus menunggu sampai mampu melakukannya, tetapi jika kelompoknya harus melanjutkan perjalanan dan ia pun harus ikut, maka fatwa mengatakan bahwa itu tidak menjadi masalah untuknya (ia mendapatkan pahala telah melakukan ketiga tawaf tadi) karena seluruh perbuatan adalah berdasarkan niat dan ad-daruuraat tubiih al-mahdzuuraat.
T: Sebagian pria suka memakai ikat pinggang pada pakaian ihram mereka (agar lebih aman). Karena pria diharuskan untuk tidak memakai pakaian yang ada jahitannya selama hari-hari haji, dapatkah mereka menggunakan sabuk yang ada jahitannya jika sabuk yang tidak ada jahitannya tidak tersedia bagi mereka?
J: Semua sabuk yang berasal dari Saudi Arabia di Halal Co (Sebuah Supermarket di Amerika yang menyediakan berbagai perlengkapan Muslim—penerj.) mempunyai jahitan. Mawlana mengatakan belilah apa yang ada di Halal Co, dan di Madinah kalian dapat membeli sabuk tanpa jahitan dan menggunakan kancing; kalau tidak, boleh juga memakai sabuk yang ada jahitannya. Sabuk dengan kancing lebih disukai, tetapi baru-baru ini para ulama memberi sebuah fatwa bahwa pria dapat memakai sabuk dengan jahitan karena itu berada di luar pakaian ihraam. Mereka juga dapat menggunakan peniti atau mereka bisa mengikatkan tali di sekeliling pinggang mereka, saya pernah melakukannya sekali. Kalian tidak akan memerlukan sabuk. Kalian juga dapat menggunakan sejenis (tali atau karet) elastis, sepanjang ia tidak dijahit. Sabuk dengan jahitan dapat digunakan bila diperlukan, tetapi bukan untuk kemewahan. Kalian dapat menggunakan sabuk itu untuk mengamankan uang kalian, kunci mobil, dan sebagainya, atau kalian dapat menyimpan benda-benda itu pada istri kalian, bila mereka bersama kalian. Wanita dapat menyimpan apa saja yang mereka inginkan.
T: Jadi agar tidak terpisah, dapatkah seorang wanita memegang bagian atas pakaian ihraam suaminya ketika sedang melakuakn tawaf?
J: Ya, itu tidak apa-apa. Juga diperbolehkan untuk memegang tangan agar tidak tersesat, sepanjang kalian tidak mempunyai hasrat atau pikiran yang gila.
T: Di Mina, apakah wanita memotong rambut mereka dari akar atau ujung rambutnya?
J: Wanita memotong rambutnya dari bagian ujungnya, bukan dari akarnya. Potong rambut adalah dari bawah. Saya mencari di dalam mazhab Imam Syafi’i dan beliau mengatakan, “dari ujungnya”, jika mereka ingin memotongnya dari bagian akarnya, itu lebih disukai tetapi mereka akan terlihat buruk!
T: Apa yang harus dilakukan seseorang ketika seseorang yang bukan mahramnya tidak sengaja menyentuhnya, atau seorang wanita tidak sengaja menyentuh seorang pria ketika tawaf?
J: Lanjutkan saja, karena ratusan pria mendorong wanita dan ratusan wanita mendorong pria. Tajali yang berada di sana menghilangkan hasrat terhadap kehidupan duniawai dan kalian tidak dapat merasakannya di sana, seperti halnya tentara, mereka memasukan saltpeter (sejenis garam potasium nitrat, penerj.) di dalam makanan (untuk merendahkan/mengurangi hasrat). Di sana ada saltpeter surgawi!
T: Jika seseorang wudunya batal selama tawaf dan kemudian memperbaruinya, apakah mereka melanjutkan tawafnya dari tempat mereka meninggalkannya?
J: Lanjutkan dari tempat di mana kalian berhenti atau lanjutkan dari putaran di mana kalian berada. Jika kalian berada di pertengahan putaran ketiga, maka lanjutkan dari awal putaran ketiga dan selesaikan sisanya. Seseorang mungkin menderita suatu penyakit sehingga ia terus-menerus kehilangan wudunya, dan jika ia harus memperbarui wudunya dan kembali dan melakukan tawaf dari awal, mereka tidak akan pernah selesai! Sekarang, segala sesuatu diizinkan, karena dengan situasi terkini di mana ada jutaan haji yang melakukan tawaf. Satu kesalahan, satu orang jatuh, dan setiap orang akan jatuh, padahal:
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا,
laa yukallifullahu nafsan illa wusa`aha.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (2:286)
Jika mereka mampu melakukan tawaf di atas (di lantai tiga) itu tidak apa-apa, tetapi durasinya sangat lama! Itu memerlukan waktu enam jam! Sa`ii (antara Safa dan Marwa) juga mempunyai lantai dua.
T: Dapatkah kita melakukan beberapa kali `umrah?
J: Jika kalian menginginkannya, buatlah niat kalian sebelum berangkat dari Madinah, “Aku akan melakukan `umrah tatamata` (bukannya `umrah ma` hajj), kemudian lakukan `umrah, lakukan sa`ii, lalu pakailah pakaian biasa selama satu hari, karena kalian hanya mempunyai satu hari yaitu pada hari ketujuh; lalu pada hari kedelapan, pakailah pakaian ihraam karena kalian berada di Mekah, kalian tidak perlu keluar. Kemudian kalian ucapkan, “Nawaytu al-Hajj,” lalu melaksanakan haji, itu dengan sendirinya. Itulah yang kita katakan, “`umrah wa hajj tamatata`.” Itu harus menjadi niat kalian sejak berada di Madinah, untuk `umrah, tawaaf dan sa`ii, dan sebagai qiran (menggabung) kalian ucapkan, “Nawaytu al-hajj wa 'l-`umrata qiraanan (menggabungkan Hajj and `umrah). Kalian tiba di Mekah dan melakukan tawaf dan sa`ii, dan tetap memakai ihraam lalu pergi ke Mina, `Arafat, Muzdalifa, kemudian menyembelih seekor hewan kurban, memangkas rambut kalian dan melakukan Tawaaf al-Ifadah, dan kalian selesai. Kalian mendapatkan ajr sebagai `umrah dan Hajj.
Kalian dapat melakukan `umrah setelah Haji, pada hari-hari di Mina, dengan pergi kembali ke Mekah lalu ke Miiqaat dan mengambil ihraam di Masjid Sayyida `Ayesya (r), yang letaknya 60-70 kilometer jauhnya. Pergilah ke sana, buatlah niat kalian, lalu kembali ke Mekah.
T: Apakah akan ada waktu untuk mengunjungi Jannat al-Mu`alla, dll.?
J: Ya, jika kalian melempar jumrah di Mina lebih awal. Lebih disukai untuk melempar jumrah (batu) setelah zawaal, setelah Zhuhr, tetapi ada banyak sekali fatwa yang mengatakan bahwa kalian boleh melemparnya kapan saja kemudian pergi ke Mekah dan melakuakn ziarah ke Jannat al-Mu`alla dan mengunjungi Jabal an-Nur, tempat turunnya wahyu.
Jangan memakai turban yang lancip (memakai tajj di bawah kain turban) dan jangan datang untuk berbicara dengan saya di depan orang-orang; bicaralah dengan saya ketika berada di hotel. Jangan memakai turban hitam, cukup lilitkan sesuatu yang berwarna hijau di sekeliling peci biasa. Tampillah biasa saja, seperti orang-orang Syi`ah.
Kita berniat untuk melaksanakan haji dan `umrah, jika tidak ada yang menghalangi. Sebagimana sabda Nabi (s), jika kalian berada di perjalanan, buatlah niat, maka kalian pasti akan menunaikan haji bahkan jika ada sesuatu yang menghalanginya. Tetapi bila kalian menambahkan pengecualian ke dalam niat itu, “kecuali jika ada sesuatu yang menghalangiku”, misalnya kekurangan uang, kondisi kesehatan, atau masalah keluarga, atau tidak bisa mendapat visa, dsb. maka cukuplah bagi kalian hanya dengan niat itu. innamaa al-`amaal bin-niyyat. Kita berniat untuk haji dan `umrah dan ziyaarah, kecuali ada sesuatu merintangi dan mencegah kita.