A'udzu billahi min 'asy-syaythaani 'r-rajiim
Bismillahi 'r-rahmani 'r-rahiim
Nawaytu'l-arba`iin, nawaytu'l-`itikaaf, nawaytu'l-khalwah, nawaytu'l-riyaadhah, nawaytu's-saluuk, nawaytu'l-`uzlah lillahi ta`ala fii hadza'l-masjid
Athi` Allah wa athi` ar-rasula wa uli 'l-amri minkum
Jadi tetap saja Ubaydullah al-Amawi bertanya, dari kemarin sampai sekarang ia bertanya kepada `Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه, “Ya Sayyidii! Apakah aku perlu mengambil tangan seseorang dan mengikutinya untuk menunjukkan kepadaku jalan menuju Nabi (s) dengan memberikan baiat dan menerimanya sebagai mursyid meskipun aku telah mencapai semua level ini—seperti yang telah kita lukiskan sebelumnya bahwa semua jenis ilmu berada di bawah Arasy, karena orang-orang beriman ketika tidur ruh mereka pergi dan bersujud di bawah Arasy dan itulah sebabnya dari rahasia sujud itu Allah memberi visi spiritual dan memberi kekuatan bagi awliyaullah, untuk menggunakan kekuatan dari sujud itu untuk membawa murid-muridnya mencapai hadirat Sayyidina Muhammad (s) selama 24 jam. Dari rahasia sujud itulah muncul Salaatu 'n-Najaat yang kita lakukan sebanyak 2 rakaat dan setelah selesai salam 'alaykum warahmatullah, salaam 'alaykum wa rahmatullah, kita melakukan sujud agar bisa membuka samudra ilmu yang berada di bawah Arasy, kita tidak dapat mengatakan Singgasana, tidak ada deskripsi untuk itu, ciptaan itu, makhluk surgawi itu yang Dia ciptakan.
طه مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى إِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَن يَخْشَى الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Taha. Maa anzalna `alayka al-quran li tasyqa illa tadzkiran liman yaksya tanziila mimman khalaqi 'l-ardha was samawaat il-`uula ar-rahmanu `ala al-`arsy istawa.
Taha. Kami tidak menurunkan Qur'an kepadamu agar kamu menjadi susah. Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada (Allah),- diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arasy. Surah Taha. 20:1-5
Itu adalah salah satu keyakinan Ahl as-Sunnah wal-Jama`at yang berbeda dari keyakinan ideologi lainnya. Keyakinan pertama kaum Ahl-as-sunnah adalah ketika kalian mengatakan apa yang kalian maksud dengan “ar-rahman `ala al-`arsy istiwa”? “ahadza istawaun jasmii aw istawaun la kayfa fiih - apakah itu ‘bersemayam’ secara fisik di Arasy atau itu hanya secara simbolik untuk mengekspresikan bahwa Allah tidak memerlukan sebuah singgasana untuk bersemayam di atasnya? Ahl as-Sunnah wal-Jama`at menerangkan bahwa itu maksudnya Allah mencakup Singgasana-Nya, Allah tidak memerlukan singgasana untuk bersemayam – Dia mencakupi Arasy. Dikatakan bahwa ketika Allah menciptakan Arasy, Dia menciptakan sembilan belas malaikat untuk membawa Arasy dan Allah ingin memperlihatkan Kekuatan-Nya, Qudrah kepada malaikat di langit, jadi para malaikat raksasa yang tak terlukiskan ini membawanya, mereka mengangkat Arasy dan mereka merasa gembira dalam melakukannya, membawa Arasy dan malaikat lainnya melihat pada mereka dan terkejut dengan kekuatan yang diberikan Allah kepada mereka untuk membawa Arasy itu, di mana Dia mengatakan dalam Ayat al-Kursi,
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِي
wasi`a kursiyyuhu ’s-samaawaati wa 'l-ard wa laa yaa'uuduhuu hifzhuhuma wa huwa 'l-`aliyyi 'l-`azhiim
Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi dan Maha Agung. Suratu'l-Baqara (Sapi Betina), 2:255
Kursii bukan Singgasana, Kursii bukan Arasy. Arasy berbeda, Kursii berbeda. Dia berkata tentang Kursii, kalian dapat mengatakan ‘kursi’, wasi`a kursiyyuhu’s-samaawaati wa 'l-ardh, lebih besar daripada alam semesta ini dan langit. Wasi`a kursiyyuhu ’s-samaawaati wa 'l-ardh wa laa yaa'uuduhuu hifzhuhuma wa huwa 'l-`aliyyi 'l-`azhiim.
Jadi Kursi-Nya mencakup langit dan bumi. Arasy mencakup langit dan bumi kemudian Allah mencakup semua orang. Jadi para malaikat sangat bergembira, membawanya, Allah memerintahkan Arasy untuk membawa mereka. Jadi setelah mereka memegangnya, kalian tahu ketika kalian membawa kursi, kalian berusaha untuk memegangnya. Ketika Allah memerintahkan Arasy untuk memegang mereka, para malaikat memegangnya agar tidak jatuh. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk membawa Arasy itu. Ketika Allah ingin memberi kekuatan Dia memberinya dan ketika Dia ingin agar Arasy membawa para malaikat itu sekarang, itu adalah untuk menunjukkan bahwa Kehendak-Nyalah yang berlaku. Jadi para Ahl as-Sunnah wal-Jama`at percaya bahwa Allah la kayf wa la mata` tidak ada cara, tidak ada waktu, dan tidak ada tempat, tidak ada apa-apa. Dia mencakup singgasana itu dan ideologi lainnya—kalian tahu ia mengatakan bahwa Allah duduk di kursi secara fisik—itu berarti anthropomophism (mempunyai karakter seperti manusia), jadi salaat an-najaat berasal dari situ dan ketika kita melakukan sujud dalam Salaatu 'n-Najaat kalian melakukannya di sana, di bawah Arasy, dan doa di sana adalah makbul, doa apa pun itu. Jika kalian tidak mendapatkannya sekarang, kalian akan mendapatkannya nanti, dan jika tidak, kalian akan mendapatkannya di dalam kubur, pasti, pada saat mati kalian pasti akan mendapatkannya. Jadi itulah sebabnya Salaatu 'n-Najaat sangat penting.
Jadi Ubaydullah al-Amawi sangat bergembira untuk mengatakan hal itu dan dengan bangga ia berkata, "Ya Sayyidii! Aku tahu apa yang terjadi padaku pada saat sujud itu. Semua pengetahuan itu aku mendapatkannya dan aku menjadi samudra karena pengetahuan surgawi itu, jadi apakah orang yang telah hatinya telah dibukakan seluruh ilmu surgawi ini masih memerlukan seorang mursyid?”
Ia berpikir bahwa dirinya sendiri adalah seorang mursyid, mengapa perlu mengambil mursyid lainnya? Itu adalah penyakit. Kalian berpikir tentang diri sendiri, kami mengatakan kemarin bahwa tanda-tanda orang munafik adalah `aliimun bi 'l-lisaan, jahuulan bi 'l-qalb. Sebagaimana Nabi (s) menggambarkannya. Jadi kita ini pandai bicara tetapi lalai di dalam hati.
Mengetik huruf Jepang? Tunjukkan padanya bagaimana menulis huruf Jepang.
Jadi “`aliimun bi 'l-lisaan, jahuulan bi 'l-qalb – ia tahu bagaimana cara bicara yang fasih tetapi hatinya lalai.” Dan ini berlaku bagi mereka yang mempelajari Islam dari seorang guru yang bukan Muslim atau dari guru-guru Muslim yang tidak menerapkan ilmunya. Mereka pandai bicara tetapi hati mereka lalai jadi mereka tidak dapat merasakan ilmunya. Sementara Ubaydullah al-Amawi, ia dapat merasakan dan itulah sebabnya ia ingin mengetahui kebenaran. Jadi ia mewarisi level Sayyidina Musa dan itulah sebabnya ia disebut Musawi dan itulah sebabnya ia mewarisi pula keinginan untuk terus bertanya, mengajukan terlalu banyak pertanyaan, meminta kebenaran, dan itu ketika Allah mengutus Sayyidina Musa untuk bertemua salah satu hamba-Nya—bukan dua—dan ia terperanjat. Dan Sayyidina Khidr berkata,
قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
"innaka lan tastathi` ma`ya shabra – Sesungguhnya engkau tidak bisa bersabar bersama kami."
وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا
"Wa kayfa tashbiru `ala ma lam tuhith bihi khubra – Dan bagaimana kalian akan bersabar pada sesuatu yang kalian belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Suratu 'l-Kahf (Gua) 18:68.
Jadi itulah sebabnya bagi kita, kita harus tahu ketika kita belum mendengar atau melihat sesuatu, kita tidak menerimanya. Jika kalian menerimanya, berarti kalian pasrah, Allah akan membukakan bagi kalian, itulah sebabnya betapa penting `imanu al-ghayb – percaya kepada yang gaib.
Jadi, itulah sebanya ketika Nabi (s) bertanya kepada para Sahabat, “Siapakah makhluk terbaik?” Mereka berkata, “Para nabi.” Dan Nabi (s) mengatakan bahwa “Bagaimana mungkin para nabi, karena mereka melihat apa yang mereka lihat.” Ya, memang derajatnya adalah yang tertinggi, Allah memuliakan mereka untuk menjadi nabi, tetapi yang terbaik dalam hal percaya kepada yang gaib, itu berbeda. Beliau berkata, “Bagaimana mungkin para nabi, karena mereka menerima wahyu dan Jibril mendatangi mereka, bagaimana mungkin mereka tidak akan menerimanya?” Lalu para Sahabat berkata, “Kalau begitu para malaikat.” Beliau berkata, “Mereka juga melihat Tuhan mereka, siang dan malam, dan memuji Tuhan mereka, ketika mereka melihat apa yang mereka lihat, bagaimana mungkin mereka tidak akan menerimanya?” Mereka berkata, “Ya Rasulullah, kami?" Beliau berkata, “Bagaimana mungkin kalian, karena kalian melihat kebenaran, bagaimana mungkin kalian tidak akan menyakininya?” Lalu mereka berkata, “Lalu siapa orang-orang ini?” Beliau berkata, “Mereka yang muncul setelahku, tanpa melihatku." Beliau berkata, "Mereka adalah para kekasihku," dan beliau tidak hanya mengatakan “kekasihku” beliau berkata, "Ikhwanii - saudaraku." Beliau berkata, “Mereka adalah saudaraku, itu artinya beliau membuat mereka mempunyai darah yang sama. Bahwa mereka mempunyai rahasia itu, rahasia dari darah itu.”
Jadi Ubaydullah al-Amawi berkata, "Jika seseorang mempunyai semua ilmu yang ia butuhkan dalam tarekat ini dan ia berkata bahwa aku mempunyai semua ilmu dan semua mazhab dan aku dapat melihat surga dan aku menghitung mereka sepotong demi sepotong dan semua `awaalimuha, semua yang terkandung di dalamnya, di dalam surga ini, aku mengetahuinya semua dan aku telah bertemu dengan seluruh nabi dan belajar dari mereka di makam mereka dan aku dapat mendengar tasbih seluruh makhluk di bumi, di samudra, atau di udara dan langit. Aku dapat bergerak di angkasa dan mencapai siapa saja. Aku telah mempelajari hadis dan Alquran suci. Jadi, apakah aku masih memerlukan seorang wali, seorang pembimbing bagiku?"
(Itu) artinya, "Aku sangat hebat."
Beliau berkata, "Lihatlah semua murid ini. Mereka tidak melihat apa yang kau lihat tetapi mereka lebih baik darimu, mengapa? Karena kau melihat apa yang kau lihat, tetapi tetap saja kau tidak bertawakal, mereka tidak melihat apa pun dan mereka bertawakal.” Lihatlah perbedaannya, yang satu dengan begitu banyak ilmu lalu menjadi arogan. Itulah sebabnya seorang profesor, dalam bidang apa pun, mereka berpikir bahwa mereka telah menaklukkan surga, seperti halnya Namrudz. Artinya, “Aku sangat hebat.” Ia berkata, “Lihatlah semua murid ini. Mereka tidak melihat apa yang kau lihat, tetapi mereka lebih baik darimu.”
Mengapa Namrudz melemparkan Sayyidina Ibrahim ke dalam api? Karena beliau berkata padanya, “Engkau bukanlah Tuhanku.” “Mengapa aku bukan Tuhanmu?” “Bukan, kau bukan Tuhanku.” “Kita semua menyembah berhala-berhala ini dan berhala terbesar adalah berhalaku.” “Besok kita lihat.”
Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Ibrahim ? Beliau memenggal semua kepala patung itu, kecuali kepala patung Namrudz—beliau tidak memenggalnya. Hari berikutnya orang-orang pergi ke kuil itu dan melihat semua kepala patung telah terpenggal, mereka lalu menghadap Namrudz. “Wahai Tuanku, inilah yang terjadi.”
قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ ثُمَّ نُكِسُوا عَلَى رُؤُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَؤُلَاء يَنطِقُون قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْئًا وَلَا يَضُرُّكُمْ فَرَجَعُوا إِلَى أَنفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنتُمُ الظَّالِمُونَ
qaaluu sami`naa fata yadzkuruhum yuqaalu lahu Ibrahiim. Qaaluu Fa'atuu bihi `ala `a’yuun an-naasi la`alahum yasy-haduun. Qaalu a-anta fa `alta haadzaa bi alihatinaa yaa ibraahiim. Qaala bal fa`alahuu kabiiruhum haadzaa fas aluuhum in kaanuu yantiquun. Faraja `uu ilaa anfusihim fa qaaluu innakum antumuzh-zhaalimuun [21: 60-64]
"Siapa yang melakukan itu terhadap tuhan-tuhan kami?" "Mengapa tuhan-tuhanmu tidak dapat melindungi diri mereka sendiri?" Ia berkata, "Oh, kami dengar ada seorang pemuda, namanya Ibrahim, kami pikir dialah yang memenggal kepala mereka." Kemudian Namrudz memanggilnya, Sayyidina Ibrahim berjalan dengan perlahan-lahan mendatangi Namrudz, kemudian Namrudz berkata kepadanya dan semua mentrinya, kabinet, orang-orang yang sombong, profesor. Semua profesor di universitas dalam cara mereka menangani sesuatu, mereka berkata, “Oh, berikan kritik kepada semua orang, jangan terima mereka dan beberkan kesalahan mereka!” Itulah sebabnya (ketika mengevaluasi) disertasi mahasiswa S-3, apa yang mereka lakukan? Mereka membeberkan semua kesalahan. Untuk apa? Orang yang malang itu menghabiskan waktu dua tahun untuk membuat tulisan terbaiknya. Allah adalah Sattar, Allah berfirman, "Aku menutupi kesalahan manusia, mengapa kau membeberkannya?”
Jadi Ibrahim bertanya, “Apa yang terjadi?” Ia berkata, “Kemarin kau pergi ke kuil?” “Ya.” “Kau lihat kepala mereka terpenggal?” Beliau berkata, “Ya.” Ia berkata, “Siapa yang melakukannya?” Beliau berkata lagi, “Kau bilang dirimu tuhan, tetapi kau tidak tahu siapa yang melakukannya? Pergilah dan tanyakan pada berhala terbesar itu, ia akan memberi jawaban padamu.”
Bagaimana bertanya pada sebuah patung?! Jadi mereka tahu bahwa mereka salah. Jadi mereka ingin balas dendam kepada Ibrahim dan melemparkannya ke dalam api. Ohh, tawakal. Namrudz, apa yang dilakukannya? Ia membangun sebuah menara yang sangat tinggi, untuk menembak ke langit, dan kemudian Allah membuat agar seekor burung terkena panahnya dan darah bercucuran, menempel di panah itu. Dan ketika burung itu jatuh, Namrudz berkata, “Lihat, aku telah membunuh Tuhannya Ibrahim.”