Available in: English   Bahasa   Turkish   Go to media page

Pada Segala Sesuatu Ada Ayat

yang Menunjukkan Keesaan Ilahi

Sultan al Awliya

Mawlana Shaykh Nazim

13 Juni 2010 Lefke , Cyprus

Dastuur yaa Sayyidii, madad yaa Sultan al-Awliya. (Mawlana Syekh berdiri.)

Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, `Aziiz Allah.

Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Subhaan Allah.

Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Sulthaan Allah.

Barakah-barakah-Mu, wahai Tuhan kami, karuniakanlah barakah-Mu yang termulia, terpuji dan teragung bagi ia yang paling Kau kasihi yang telah Kau ciptakan bagi segenap makhluk-Mu; yang menjadi sebab sejati akan Kehendak Agung dan Surgawi Tuhan Semesta Alam, ialah Penutup para Nabi, Sayyidina Muhammad shallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam. Dan kami memohonkan bagi seluruh hamba-hamba suci-Mu yang memiliki kedudukan-kedudukan surgawi di kehidupan ini, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan pada mereka lebih banyak lagi kehormatan dan kekuatan. (Mawlana Syekh duduk).

Wahai manusia, wahai pemirsa kami, as-salaamu `alaykum wa rahmatullahi wa barakaatuh. Maasya Allah. Pertama-tama, dari tingkatan-tingkatan surgawi, tercurah pepujian dan kehormatan bagi orang-orang yang memahami kedudukan mereka sebagai hamba, dan mereka adalah orang-orang yang tawadu’, dan mereka tahu untuk apa mereka diciptakan, dan mereka begitu memelihara misi sejati mereka. Misi Manusia hanyalah untuk menjadi hamba-hamba bagi Pencipta mereka, Tuhan Semesta Alam. Allahu Akbar! (Mawlana Syekh berdiri dan kemudian duduk).

As-salaamu `alaykum, pemirsa-pemirsa kami! Wahai para pemirsa! Jangan biarkan ada di antara kalian orang yang memata-matai kalian, karena Syaitan menyebar pembantu-pembantunya untuk memata-matai, “Untuk melihat apa yang dikatakan orang itu dan kekeliruan apa yang mungkin akan ia ucapkan, untuk dapat kita gunakan dan tunjukkan ke Timur dan ke Barat.” [1] Dan saya mengatakan bahwa Dia yang menaruh hamba ini (yaitu Mawlana Syekh Nazim, red.) di sini, memberikan pula perlindungan Ilahiah-Nya bagi hamba tersebut, sehingga mata kalian tak dapat melihatnya, telinga-telinga kalian tak dapat mendengarnya, atau lidah-lidah kalian tak dapat berbicara melawan pernyataan-pernyata an Langit yang ia sampaikan. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengaruniakan pada kita Perlindungan Ilahiah-Nya.

Dan kita mengucapkan, A’uudzu billahi min asy-Syaithani `r-rajiim. Wahai Tuhan kami! Jauhkanlah diri kami dari Syaitan dan para pengikutnya. Selama mereka tidak menginginkan untuk mendengar Kebenaran, maka mereka tetap saja menjadi orang-orang yang tuli. Selama mereka tidak meminta untuk dapat melihat posisi yang benar, mereka tak akan dapat melihat, karena mereka adalah orang-orang yang buta. Dan lidah mereka tak dapat berbicara, karena mereka tak mampu memahami dan tak mampu pula mencegah pernyataan-pernyataan sejati ini mencapai Manusia [2]. Karena itulah, kami mengucapkan `A’uudzu billahi min asy-Syathani `r-rajiim. Itulah perlindungan bagi kita yang meliputi diri kita semua. Saat kita mengucapkan A`uudzu bullahi min asy-Syaithani `r-rajiim, mereka (Syaitan dan bala tentaranya, red.) tak akan dapat mendengar, mereka tak dapat berbicara, dan mereka tak dapat memahami. Dan kedudukan mereka berada di bawah level binatang. Mereka memiliki mata tetapi tak dapat melihat. Mereka memiliki telinga tetapi tak dapat mendengar. Mereka memiliki lidah tetapi mereka tak mampu berdiri dan menjadi saksi Kebenaran [3]. Dan kami datang, dan Allah Ta’ala (Mawlana Syekh berdiri) meminta hamba-hamba-Nya untuk menjadi orang-orang yang jujur/shiddiq dan menjadi saksi-saksi jujur akan Kebenaran, Kebenaran Abadi! (Mawlana Syekh duduk).

Ya, tidaklah kita diciptakan melainkan untuk melihat Kebenaran, untuk mendengar Kebenaran, dan untuk menyaksikan Kebenaran, dan untuk memahami Kebenaran Surgawi. Sebagai manusia, kita telah diberikan penawaran Surga. Dan kita mengucapkan Bismillahi ‘r-Rahmani ‘r-Rahiim. (Mawlana Syekh berdiri). Wahai Tuhan kami, Engkaulah Tuhan kami. Karuniakanlah pada kami pemahaman, untuk dapat melihat, dan untuk dapat menjadi saksi atas Kebenaran Sejati. (Mawlana Syekh duduk). Bahkan hewan-hewan pun, Wahai Manusia, mereka semuanya menyaksikan Kebenaran pada level mereka masing-masing. Demikian pula setiap atom juga menjadi saksi atas Kebenaran tersebut!

Fa fii kulli syai-‘in aayatun taduulu annahuu waahidun, suatu deklarasi Surgawi… fa fii kulli syai-in lahu aayah tadullu annahuu waahidun. Sahiih? Benar? J ika kalian menerima Nabi kalian shallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam dan para pewaris beliau, maka mereka pun tidak akan membiarkan kalian membuat suatu kekeliruan, tidak! Mereka akan membenarkanmu. Karena itulah, terkadang beberapa inspirasi berdatangan, dan kemudian kami mengatakannya dengan cara yang berbeda. Mereka membuatnya lebih jelas bagi kita karena kita berserah diri pada mereka dan mereka bertanggung jawab saat mereka menaruh seorang hamba yang lemah ini untuk berbicara di hadapan segenap umat. Mereka bertanggung jawab atas hamba lemah tersebut agar ia tidak membuat kekeliruan, dan mereka akan mengoreksinya sampai orang-orang yang mendengarnya memahaminya. Tidak penting, apakah kalian menuangkan susu ke suatu kendi yang besar, atau ke dalam botol kecil, atau ke dalam gelas atau cangkir, tidak masalah. Tampilan luar bukanlah hal yang penting. Yang terpenting adalah apa yang sesungguhnya berada di dalamnya, itulah yang penting. Adalah penting untuk membuat orang-orang memahami, menjadikannya seperti ini atau seperti itu.

Kita semua adalah pemirsa dan kita semua seperti murid-murid di suatu sekolah dasar, anak-anak kecil yang masih membutuhkan gurunya untuk membenarkan mereka. Karena itulah saat kita mengatakan sesuatu, kadang-kadang tampilan luarnya mungkin berbeda, namun apa yang dikandungnya tetaplah sama. Kalian dapat meminum air dengan tangan kalian, atau dapat pula meminum air itu dari suatu cangkir emas, kalian mungkin pula meminum air itu dari suatu kendi biasa, atau dari suatu kendi perak. Wadah luar tidaklah penting. Apa yang ada di dalamnya, itulah yang penting.

Karena itulah, kami mengoreksi apa yang barusan kami sampaikan, tidak masalah. Saya tidak mengetahui apa pun, merekalah [4] yang tahu dan mengamati apa yang kami ucapkan dan mengoreksinya supaya orang-orang memahaminya. Tetapi jika orang-orang yang menghadiri pertemuan atau asosiasi seperti ini, datang dan duduk, namun mengarahkan pemahaman mereka ke tempat lain, ke orang lain… maka apa yang akan mereka dapat pahami (dari pertemuan ini, red.)? Tak ada. Jadi, beradalah pada posisi kalian setiap kali kalian diminta untuk berada di situ. Ada banyak sekali instrumen di sini, dan jika orang-orang tersebut tidak merawatnya, tentu saja instrumen-instrumen tersebut tidak akan bekerja dengan baik. Namun, jika mereka merawatnya dengan teliti, model-model instrumen yang berbeda tidak akan menjadi masalah. Adalah penting untuk memahami, untuk mengerti.

Karena itulah, para masyayikh pembimbing kita mengamati posisi-posisi kita, apakah kalian datang kemari secara keseluruhan untuk mendedikasikan diri kalian di sini. Ataukah, sebagaimana mereka berkata, sebagian di antara yang hadir ini menaruh pemahaman mereka ke tempat lain, karena pusat pemahaman bukanlah di sini (Mawlana menunjuk ke kepala beliau), melainkan ada di hati/qalbu. Artinya orang-orang itu (yang mengarahkan perhatiannya ke tempat lain) hati mereka datang dan pergi, malah melakukan bisnis di Timur dan Barat. Lalu apa artinya mereka duduk di sini? Apa yang akan mereka dapatkan? Nol! Jika seperti ini (sambil memegang sebuah bel dengan bukaan cungkup mengarah ke bawah) tak sesuatu pun dapat mengisinya, tetapi jika kalian datang seperti ini (memegang bel dengan bukaan cungkupnya ke atas) maka kalian dapat mengambil sesuatu. Buatlah (bukaannya) lebih lebar!

Kapasitas fisik manusia, wujud fisik manusia tidaklah penting. Wujud fisik kita demikian kecil, tetapi kapasitas pemahaman kita dapat mencapai Timur hingga Barat, dari Utara hingga Selatan, dari Bumi hingga Lelangit! Karena itulah kita telah dimuliakan oleh Tuhan Semesta Alam, Allah `Azza wa Jalla (Mawlana Syekh berdiri) dengan suatu kekhususan yang tidak dikaruniakan kepada satu pun makhluk lainnya. Inilah salah satu makna dari firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً

wa idh qaala rabbuka li'l-malaa'ikati innee jaailun fil `ardi khalifah,

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (Quran Surah al-Baqarah 2:30)

(Mawlana Syekh duduk). Seorang khalifah, untuk menjadi wakil. Itulah titik terakhir yang mungkin untuk dicapai suatu ciptaan. Di luar itu, tak seorang pun dapat memahami apa yang dipahami Manusia. Tak ada satu makhluk lain pun yang dapat mencapai kemampuan kita, dan kapasitas yang kita miliki ini tidak pernah dikaruniakan kepada satu pun makhluk ciptaan lainnya. Al-`Azhamatu lillahi! Allahu Akbar wa lillaahi `l-hamd [5].

Karena itulah, Wahai Manusia, berusahalah untuk belajar! Kita harus berusaha untuk belajar. Namun, memang telah ditutup bagi diri kita, tidak ada pembukaan (fath). Jika suatu pembukaan muncul, tak berhingga jumlahnya samudra-samudra akan terbuka dalam ranah-ranah yang tak berhingga pula jumlahnya, dan keseluruhannya akan memberikan tanda-tanda yang mengarah kepada Keagungan Tanpa Batas, Keagungan Tertinggi, Pujian paling Agung, Kekuatan paling Akbar yang menjadi milik Tuhan seluruh umat Manusia, Tuhan seluruh Ciptaan. Kapasitas diri kita demikian besar, bahkan sekalipun diri kita (secara fisik) adalah ciptaan yang kecil. Kapasitas diri kita meliputi seluruh alam semesta ini. Bahkan jika seandainya alam semesta ini memiliki ukuran yang jutaan atau triliunan kali, atau quadrilliun kali lebih besar, dan lebih besar, dan lebih besar dari alam semesta yang kita tempati sekarang ini, kita pun masih memiliki suatu kekuatan untuk menjangkaunya, untuk meliputinya. Allahu Akbar! Ini semua telah diberikan kepada kita. Allahu Akbar! Subhaan Allah, Sultaan Allah, Kariim Allah. (Mawlana Syekh berdiri dan duduk kembali).

Manusia diciptakan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Saat kita terlahir ke dunia ini, kita tidak tahu akan apa pun. (Sebenarnya) Mengetahui, tetapi belum dibukakan. Kita telah dikaruniai suatu kekuatan yang demikian dahsyatnya untuk memahami. Namun, jika kita melihat pada wujud fisik kita, kita mengatakan bahwa hal tersebut adalah tidak mungkin. Padahal, siapakah Tuhan Semesta Alam ini? Dia-lah Yang membuat sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin! Allahu Akbar! Kita telah dikaruniai kekuatan tersebut, dan tidak hanya kekuatan, tetapi kita juga dikaruniai wewenang dan otoritas atas kekuatan tersebut, sehingga kita dapat menggunakan kekuatan itu pula.

Wahai Manusia! Dengarkanlah dan berusahalah untuk ternaungi oleh tajalli (manifestasi) Surgawi ini, dengan datang kemari. Berusahalah untuk berada bersama ruhaniyah (spiritualitas) diri kalian. Jika kalian menggunakan kapasitas fisik diri kalian, maka kalian tak akan mampu menggapainya. Tetapi Allah Ta’ala telah mengirimkan hamba-hamba suci-Nya, serta Khatamul Anbiya’, Stempel Para Nabi, Sayyidina Muhammad shallAllahu ’alayhi wa aalihi wasallam (Mawlana Syekh berdiri dan duduk), untuk membuat suatu jalan atau membuat sejumlah jalan bagi Manusia untuk menggapai suatu pembukaan. Siapa yang datang dan memohon, para Nabi dapat membukakan bagi mereka. Tingkatan para Nabi yang memberikan pembukaan ini bagi manusia bergantung pada tingkatan orang yang memohonnya. Hakikat-hakikat seperti ini tak mungkin kalian pelajari hanya dengan membaca buku. Tidak, tidak. Kalian dapat mencapai samudra-samudra itu hanya melalui hamba-hamba Surgawi. Para Nabi nampak seperti manusia biasa, tetapi wujud sejati mereka berasal dari Surga. Cobalah untuk mengerti!

Wahai Manusia! Mereka datang dengan membawa kunci-kunci bagi kekayaan untuk setiap orang, karena setiap orang yang telah dikaruniai suatu bagian dari kekayaan Surgawi ini harus pula memiliki kunci suci; bukan sekedar kunci biasa, tetapi suatu kunci suci, dan kunci-kunci ini memiliki tingkatan-tingkatannya yang berbeda-beda. Jangan kira bahwa satu kunci dapat membuka segala sesuatunya, tidak! Ada tak berhingga banyaknya kunci untuk setiap sesuatu yang ada di Samudra-Samudra Hadirat Ilahi, yang akan terbuka bagi para khalifah (wakil), untuk menunjukkan pada mereka sesuatu dari Keagungan Ilahi milik Tuhan Semesta Alam. Dan setelah itu, akan berhenti dan hanya ada satu untuk mencapai Hadirat Ilahi dan posisinya adalah 100% berbeda. Dia hanyalah Satu. Keesaan Tuhan Pencipta seluruh Ciptaan tak akan pernah menerima dua; Satu untuk satu.

Semoga Allah mengampuni diri kita, dan mengaruniakan pada kita sesuatu untuk kita pahami. Dan mereka membuat suatu wejangan seperti itu yang mungkin amat sulit untuk menjumpainya di buku mana pun. Dan setiap kitab suci pernah menyebutkan hal ini, namun untuk mencapai titik pemahaman seperti ini adalah musykil, suatu problem. Mereka mendatangi pintu masuknya dan mencoba berbagai kunci, tapi tak ada yang berhasil membukanya. Ada kunci-kunci khusus untuk setiap kekayaan surgawi yang dikaruniakan bagi para khalifah/wakil dan mereka boleh memakai kunci-kunci tersebut dengan seorang Malaikat, tidak sendirian. Mereka dapat memakai kunci tersebut dengan (bantuan) seorang malaikat atua dua atau tiga atau tujuh atau 70, dan bergantung pada kekuatan mereka, akan muncul kekuatan untuk suatu pembukaan. Kita tidak tahu apa-apa! Kita tidak tahu apa-apa! Pengetahuan Ilahi adalah tanpa batas, tanpa akhir, dan karena Hari Pembalasan tengah mendekat, mereka memberikannya sekarang bagi kita agar kita dapat mencicipi sesuatu dari (pengetahuan) Ilaahiyyaat, Divinity, Ketuhanan, dan di bawah naungannya terdapat tingkatan-tingkatan Surgawi untuk mempersiapkan diri mereka mendapatkan apa yang mereka tak pernah bayangkan. Mereka berpikir bahwa Penciptaan ini cuma sekedar suatu kebetulan. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memaafkan kita semua dan memberikan kepada kita suatu pemahaman yang dengannya kita dapat mencapai tingkatan-tingkatan Surga itu, dan dari situ kita dapat terus bergerak, berlanjut, berlanjut, dan terus berlanjut. Sang hamba bertanya, هَلْ مِن مَّزِيدٍ Hal min maziid? "Masih adakah tambahan?" (50:30) Dan malaikat pun menjawab, “Ya, pergilah dan cicipi, pergilah dan pahami, serta pergilah dan nikmati!”

Semoga Allah mengampuni kita semua demi kehormatan Penutup para Nabi, Sayyidina Muhammad shallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam! (Mawlana Syekh berdiri dan duduk). Kita memohon ampunan dan kekuatan bagi ruh kita untuk memahami.

Fatihah.

Jika kalian tidak datang ke sini, untuk apa kalian membuat saya berbicara?

(39 menit.)

(Mawlana Shaykh salat dua raka`at Salaat asy-Syukr.)

Catatan penerjemah:

[1] Maksudnya ada di antara pemirsa suhbat yang menggunakan kekeliruan kecil dalam suhbat atau ucapan Mawlana Syekh Nazim, untuk mempermalukan beliau dan mempermalukan pengikut tarekat dan tasawuf.

[2] Lihat Al Quran Surah Al-Baqarah (2) ayat 18:

shummun bukmun 'umyun fahum laa yarji'uuna

”Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)”

Juga dalam ayat 171 surat yang sama:

….shummun bukmun 'umyun fahum laa ya'qiluuna

” Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”

[3] Lihat Al-Quran Surah Al-A’raaf (7) ayat 179:

“walaqad dzara'naa lijahannama katsiiran mina aljinni waal-insi, lahum quluubun laa yafqahuuna bihaa walahum a'yunun laa yubshiruuna bihaa walahum aadzaanun laa yasma'uuna bihaa, ulaa-ika kaal-an'aami bal hum adhallu, ulaa-ika humu alghaafiluuna”

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

[4] Mawlana Syaikh Nazim biasa menggunakan ekspresi ‘mereka’ untuk mengacu kepada rantai Masyayikh Naqsybandi hingga ke Rasulullah shallAllahu ‘alayhi wasallam. Hal ini antara lain sebagai bentuk kerendahhatian beliau, sekaligus muraqabah beliau. Wallahu a’lam bissawab.

[5] Al-`Azhamatu lillah! Allahu Akbar wa lillaahi `l-hamd maknanya Keagungan adalah milik Allah! Allah lebih agung dari apa pun dan bagi Allah segala puji!

UA-984942-2