Go to media page Available in: English   Bahasa  

Berbaikhatilah kepada Keluargamu

Mawlana Shaykh Hisham Kabbani

2 Februari 2010 Bury, UK

Masjid Noor ul-Islam

(Mawlana Syekh Hisyam memberikan instruksi sehubungan dengan acara bersama Pangeran Charles, tanggal 4 Februari 2010)

Allahumma shalli `ala Sayyidina Muhammad hatta yardha Sayyidina Muhammad.

A`udzu billahi min asy-Syaythan i`r-rajiim. Bismi`lLahi `r-Rahmani `r-Rahiim.

Nawaytu ’l-arba`iin, nawaytu ‘l-`itikaf, nawaytu ’l-khalwah, nawaytu ’l-`uzla,

nawaytu ‘r-riyadhah, nawaytu ‘s-suluk, lillahi ta`ala fi hadza ‘l-masjid.

Athi` Allah wa ath`i ar-Rasula wa uli ‘l-amri minkum.

Patuhlah kepada Allah, patuhlah kepada Nabi (s) dan patuhlah kepada orang-orang yang mempunyai otoritas di antara kalian. (4:59)

Dastuur, Madad ya Sultan al-Awliya, Mawlana Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani.

Dastuur, Madad ya Sultan al-Awliya, Mawlana Syekh `Abd Allah al-Fa’iz ad-Daghestani.

Saya akan memberikan suhbah pendek, karena saya harus pergi. Disiplin dalam tarekat adalah sangat penting. Sayyidi Syekh Nazim (q) mempunyai banyak murid di seluruh dunia. Mereka semua adalah terhormat dan beliau menyayangi mereka semua dan menjaga mereka. Tetapi beliau ingin melihat disiplin dan adab dari mereka, yatahalluu biha, mereka menghiasi diri mereka dengan itu. Mengapa beliau menjadi syekh? Agar orang-orang dapat menunjuk kepada para pengikutnya dan berkata, “Mereka adalah orang-orang terbaik.” Ketika Nabi (s) diutus oleh Allah (swt), Allah (swt) berfirman dalam Al-Qur’an suci, Wa innaka la-`ala khuluqin `azhiim. Beribadah adalah baik, untuk berdoa, tetapi orang bisa saja melakukan salat tetapi tidak mempunyai karakter yang baik. Jadi Maqaam al-Ihsaan, kondisi dengan karakter sempurna, merupakan tujuan di mana setiap wali ingin agar para pengikutnya mencapai tujuan itu. Dan kita tidak dapat menyalahkan satu sama lain, kita harus melihat diri kita sendiri dulu.

Tetapi bahkan seorang wali pun tidak sempurna. Hanya Sayyidina Muhammad (s) yang sempurna, kesempurnaan hanya bagi seorang nabi. Itulah sebabnya seluruh nabi pada Hari Perhitungan mendatanginya untuk meminta syafaat bagi umatnya. Adabanii rabbii fa ahsana taadiibii, “Tuhanku telah melatihku dan menyempurnakan aku dengan adab.” Seorang wali tidak akan mengikuti jalan Setan, tetapi ia akan mengikuti jalan yang penuh rahmat. Allah (swt) berfirman, “Ikutilah Muhammad (s) dan Allah (swt) akan mencintaimu.” Allah (swt) mencintai jalan yang ditempuh oleh para awliyaullah. Kini, beberapa di antara mereka berjalan seperti kura-kura, sebagian lagi seperti kelinci, sebagian seperti roket, sangat cepat dan sebagian lagi seperti bintang yang melintas dari timur ke barat di alam semesta ini. Setiap wali mempunyai levelnya masing-masing. Kita tidak dapat merendahkan wali mana pun yang berada di level yang lebih rendah. Semuanya mengambil dari Nabi (s), kita tidak dapat mengatakan, “Ini adalah seorang wali, tetapi ia tidak baik.” Tidak, ia mengambil dari Nabi (s)!

Dan kita mengetahui hal ini karena pada kenyataannya Allah (swt) menghubungkan kita kepada Sultan al-Awliya (q). Ini adalah suatu kehormatan bagi kita, untuk terhubung kepada orang yang mempunyai hubungan langsung kepada Nabi (s). Ketika awliya meminta, Allah (swt) akan memberinya. Mereka senang melihat para pengikutnya berada di jalan yang menegakkan disiplin. Dan saya akan mengakhiri suhbah ini dengan dua kata yang bila kita mengikutinya maka itu sudah cukup bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat. Ikutilah jalannya Nabi (s) dan ikutilah jalannya syekh kita, Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani (q), itu adalah suatu kehormatan bagi kita. Tetapi kalian tidak boleh mengatakan kepada seorang syekh atau wali, “Kau tidak benar.” Semuanya mengambil dari Nabi (s); beberapa di antara mereka, sebagaimana Muhammad al-Busayri (q) berkata, “Gharfan min al-bahr aw rasyfan min ad-diyami,” “Sebagian di antaranya (mengambilnya) sedikit (segenggam) dan sebagian lagi seember dari samudra.”

Misalnya, sejak saya datang ke sini dan sejak Mawlana Syekh Nazim (q) datang ke sini pada tahun 1979, dan sebelumnya ketika Mawlana (q) pergi ke Green Land dan ketika saya pergi ke Amerika dan bepergian ke luar negri, ada satu masalah utama yang dikeluhkan orang, satu hal utama. Saya tidak tahu mengapa hal ini ada di antara kita dan kita tidak bisa menghindarinya. Saya akan menceritakan sebuah kisah dan saya akan menyebutkan apa masalah itu.

Suatu hari seorang pegulat, seorang yang bertubuh besar, ia adalah seorang petinju dan bisa jadi beratnya mencapai 150 kilogram, dengan otot-otot yang besar. Dengan belati, sebilah pedang, dan senapan mesin di pundaknya (tertawa), suatu hari ia datang menemui Grandsyekh untuk meminta sesuatu. Kalian tahu di Daghestan, ketika mereka bepergian, budaya mereka adalah tidak memasang topinya dengan lurus, melainkan memakainya dengan posisi miring (turbannya miring). Ada seseorang dari Pakistan yang memakai turban tinggi, dan memasangnya seperti itu (miring), melihat ke semua orang. Adakah orang Pakistan yang seperti itu di Pakistan? (tertawa). Mereka adalah agha? Atau di Afganistan sekarang, kalian katakan mereka adalah panglima perang! Mungkin turbannya lebih miring lagi. (tertawa). Jadi orang itu datang menemui Grandsyekh, yang sedang melaksanakan khalwat. Ia mengetuk pintu dan berkata, “O Syekh!!” Tanpa hormat; banyak yang seperti itu; mereka tidak tahu, mereka hanya memperlihatkan sedikit hormat, tetapi tidak mencium tangan. Dan sekarang anak-anak tidak menghormati orang yang lebih tua. Jika orang yang lebih tua datang, seorang paman atau yang lain, mereka bersalaman seolah-olah mereka sederajat, dan mereka tidak mencium tangannya.

Dan pegulat itu datang, “O Syekh, beri aku bay’at,” padahal ia tidak tahu apa itu bay’at. Seperti di dalam majelis kita, kadang-kadang orang membawa temannya dan berkata, “Ia ingin berbay’at.” Saya bertanya pada orang itu, “Apakah engkau ingin berbay’at?” dan ia menjawab, “Apa itu bay’at?” Di masa lalu mereka tidak memberikan bay’at kepada sembarang orang. Saya tidak pernah melihat Grandsyekh (q) memberi bay’at kepada seseorang, tetapi Mawlana Syekh (q) memberikannya kepada setiap orang. Kini tajalinya berbeda, rahmat itu dibukakan kepada semua orang. Kini mereka bahkan bisa mendatangi seorang wakil syekh untuk mengambil bay’at. Tidak, mereka harus datang sendiri kepada syekh dan mengambil bay’at. Jadi si pegulat itu datang dan berkata, “Aku ingin bay’at.” Syekh melihat padanya, dan dengan segera datang pesan dari Nabi (s). Orang itu seperti seorang preman yang menipu setiap orang. Jika seseorang dari jalanan datang kepada kalian, seorang maling, pencuri dan penipu, dan ia datang untuk mengambil bay’at dengan seorang syekh biasa, apa yang akan terjadi? Syekh akan berkata, “Bawa pergi dia,” karena ia tidak bisa melihat ke dalam hatinya. Hati si pegulat itu sangat, sangat murni. Itulah sebabnya para syuyukh tahu, mereka tidak akan meninggalkan orang itu untuk dimangsa hyenas (sejenis anjing liar). Syekh tahu bahwa ia adalah seorang preman; apa pun dia, syekh akan membawanya dan mendisiplinkannya dan bekerja untuk membersihkannya.

Jadi pesan itu masuk ke dalam hati syekh, “Orang itu murni, beri dia bay’at.” Grandsyekh berkata, “Baiklah, kau tinggal di sini selama dua atau tiga hari. Besok kau turun gunung, kau akan melihat seseorang yang menjual usus domba (jeroan). Kau pergi ke sana dan keplak lehernya!” Tangannya besar, ia adalah pegulat. “Pukul orang itu. Itu adalah tugasmu. Pergilah lalu ceritakan apa yang terjadi.” “Oh Syekh, tarekat ini sangat menyenangkan! Aku akan memukulnya dan juga setiap orang. “Tidak, cukup orang itu saja.”

Ia begitu senang bahwa tarekat itu seperti itu, mantap! (tertawa). Jadi pagi hari pada keesokan harinya, ia dengan senang hati pergi ke kota. Dan seperti yang dikatakan syekh, ia menemukan seseorang yang berjalan dengan membawa jeroan yang dari dalamnya menetes cairan yang bau. Si pegulat melakukan pemanasan dengan tangannya dan kemudian ia memukulnya. Orang itu tersungkur ke tanah dan semua jeroannya jatuh mengenainya. Ia melihat, pandangannya marah tetapi ia tetap menutup mulutnya. Ia tidak mengatakan apa-apa, tidak sepatah kata pun. Pegulat itu menjadi marah. Ia ingin agar orang itu membalasnya sehingga ia bisa memukulnya lagi, tetapi orang itu tidak membalas. Jadi ia tidak mempunyai alasan untuk berkelahi. Ia menunggu dan menunggu, tetapi orang itu lalu mengambil jeroannya dan kemudian melanjutkan perjalanannya. Si pegulat kembali kepada syekh dan ia sangat marah. Ia bertanya, “Apa yang terjadi? Aku pikir tarekat itu menyenangkan, tetapi sekarang ini menjadi sulit. Kupikir aku akan memukulinya.”

Syekh malah menyuruhnya untuk beristirahat, dan pada hari berikutnya ia harus pergi dan menemukan orang yang membawa usus bagian bawah (jeroan juga), dan memukulnya hingga ia terjatuh. Hari berikutnya, si pegulat pergi ke kota dan melihat seseorang berjalan membawa usus bagian bawah, yang bisa kalian isi dengan nasi.

Ia berkata, “Alhamdulillah, syekh memerintahkan ini. Sekarang aku akan memukulnya.” Jadi ia melakukan pemanasan dengan tangannya lagi dan memukulnya. Orang itu melihatnya dan tertawa; ia tidak marah. “Ada apa dengan tarekat ini? Yang pertama marah, yang kedua tertawa.” Ia lalu pulang kembali dan syekh bertanya, “Apa yang terjadi?” “Wahai Syekh, orang pertama marah, tetapi orang ini tertawa!” Syekh berkata, “Besok, pergilah ke pertanian ini dan kau akan menemukan seorang tua yang sedang membajak tanah dengan kerbau. Segera setelah kau melihatnya, pukul dia dengan tongkat sampai tongkatnya patah. Dia adalah orang tua, bukan anak muda. Usianya sebaya dengan saya, sekitar 60.”

Hari berikutnya ia menemukannya, ia ambil tongkat yang diberikan syekh dan memukulkannya ke punggung orang tua itu. Orang itu membungkuk, menarik bajaknya dan tidak menoleh ke belakang. Si pegulat kembali memukulnya dengan tongkat, dan orang itu bergerak semakin cepat. Pada pukulan ketiga, tongkatnya patah. Orang itu berhenti dan berkata, “Wahai saudaraku, berikanlah tanganmu! Aku harus menciumnya. Kau telah melukai tanganmu. Aku tahu bahwa Syekhku telah mengutusmu untuk memperbaiki diriku, jadi maafkanlah aku atas segala kesulitan yang kau alami. Maafkanlah aku atas segala kesalahan.”

Si pegulat itu kemudian menjadi lumer sepenuhnya dari seroang pegulat menjadi seorang yang rendah hati; lihatlah perbedaan di antara keduanya.

Ia pergi menemui syekhnya yang berkata, “Tidurlah, besok aku akan memberimu bay’at.”

Hari berikutnya, Syekh berkata, “Orang pertama adalah orang yang baik, tetapi ia masih pemula. Dia tahu, aku mengutusmu untuk membersihkannya, tetapi ia masih mempunyai ego.” Karena ego membuat kalian marah; jika kalian tidak mempunyai ego, kalian tidak peduli. Jika mereka mengutukmu atau memujimu, tidak ada bedanya. Jika saya berkata, “Kau adalah seekor singa,” kalian menyukainya, tetapi jika saya berkata, “Masya Allah, kau adalah keledai,” kalian akan menjadi sangat marah. Keduanya adalah binatang, tidak ada bedanya. Segala sesuatu berada dalam masalah ego.

“Jadi, yang pertama adalah keras; ia tahu saya mengamatinya sehingga ia mundur. Yang kedua belum siap untuk menerima amanatnya, karena ia melihat dan ia tidak marah, tetapi tersenyum. Ia berkata, ‘Wahai Syekhku, aku tahu engkau mengutusnya untukku. Aku telah melewati ujianku.’ Jika engkau tersenyum, kau tidak melewati ujianmu. Hal itu disebutkan di dalam Al-Qur’an suci, falaa tuzakkuu anfusakum, 'Jangan memuji dirimu sendiri.' (53:32). Yang ketiga lolos, karena ia khawatir. Ia tahu bahwa kau membersihkan dirinya, tetapi tanganmu terluka ketika kau mematahkan tongkat itu. Ia tidak ingin menjawab di Hari Perhitungan nanti bahwa kau terluka akibat memukulinya.”

Disiplin sangat penting di dalam tarekat. Jangan pukul istri kalian. Wahai saudara-saudara, kalian tidak berhak untuk mengangkat tangan kalian kepada istri kalian. Jangan salah paham dengan saya dan jangan katakan, “Kami tidak melakukannya.” Saya tidak bicara kepada orang-orang yang menyaksikan lewat internet, dan kepada saya sendiri. Nabi (s) melarangnya; beliau tidak pernah mengangkat tangannya kepada istrinya, tidak pernah! Mengapa kalian memukuli istri kalian? Setiap hari saya menerima (keluhan) dari kaum wanita, mereka telah dipukul oleh suaminya, atau putrinya telah dipukul oleh ayahnya. Kekejaman apa ini? Dan ada wanita yang memprovokasi suaminya. Itu juga adalah salah, kedua pihak perlu menegakkan disiplin.

Kalian harus tahu bahwa syekh mengamati kalian. Lupakan syekh—Nabi (s) melihat kalian!!! Nabi (s) melihat!!! Allah (swt) melihat!!! Jadi, apakah kalian ingin Dia tidak rida dengan kalian? Katakan, “Tubna wa raja'ana illa-Llah, “Kami bertobat yaa Allah!” Katakan, “Kami bertobat dan kami kembali kepada Tuhan kami, memohon ampun kepada-Nya.” Semoga Allah (swt) mengampuni kita.

Wa min Allahi 't-tawfiiq, bi hurmati 'l-habiib, bi hurmati 'l-Fatihah.

UA-984942-2