Khotbah Jumat di Masjid As-Siddiq
Alhamdulillah, alhamdulillahii nasta`iinuhu wa nastighfiruhu was nastahdiihi wa na`uudzuu billaahi min syuruuri anfusinaa wa sayyiaati `amaalinaa wa nasyhaduu an laa ilaaha illa-Llah, wahdahu laa syariika lah, wa nasyhadu anna Muhammadan `abduhu wa habiibuhu wa rasuuluh,...
ayuhal muminuun al-hadiruun, ittaqullaha wa athi`uuh. inna Allah ma` alladziinattaqaw walladziina hum muhsinuun.
Allah telah mewahyukan kepada Nabi (s) dan Nabi (s) mengatakannya kepada kita di dalam hadis bahwa akan terjadi kebingungan seperti bongkahan-bongkahan malam yang gelap; itu artinya akan terjadi kebingungan yang luar biasa. Nabi (s) bersabda:
laa yadrii al-qaatil limaa qatal wa ’l-maqtuul la ya`lam limaa qutil.
Akan tiba suatu masa di mana orang yang membunuh tidak mengerti mengapa ia membunuh dan orang yang dibunuh tidak mengerti mengapa ia dibunuh.
Itu adalah persis seperti apa yang kita saksikan sekarang. Si pembunuh tidak mengerti mengapa ia membunuh, kecuali bahwa ia didorong untuk melakukannya. Dan orang yang dibunuh tidak mengetahui mengapa ia dibunuh, ia berusaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik. Selama periode yang kacau dan membingungkan ini, Nabi (s) bersabda, “Orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri dan orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan.” Ini artinya pada masa-masa sekarang, jangan melibatkan diri pada sesuatu atau memihak pada salah satu pihak, karena keduanya masing-masing mempunyai masalah, cacat, dan kesalahan. Kalian tidak bisa lebih mendukung salah satu pihak, serahkanlah urusan penilaian itu kepada Allah (swt).
Nabi (s) bersabda:
man ra’a munkaran fal-yughayyiruh bi-yadih fa in lam yastat`i fa-bi lisaanihi wa in lam yastat`i fa bi ’l-qalbi wa dzalika ad`afu ’l-imaan.
Barang siapa yang melihat suatu kemungkaran, berusahalah untuk mengubahnya dengan tanganmu, jika tidak sanggup, berusahalah untuk mengubahnya dengan lidahmu, jika tidak bisa, berusahalah mengubahnya dengan hatimu, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.
Jadi, duduklah dan berdoa. Allah (swt) berfirman,
كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَّعَنَتْ أُخْتَهَا حَتَّى إِذَا ادَّارَكُواْ فِيهَاجَمِيعًا
kullama ja’at ummatun la`anat ukhtahaa hatta idzaa addarakuu fiihaa jamii`an.
Setiap saat, seseorang yang baru masuk, ia mengutuk saudaranya (yang masuk sebelumnya) sampai mereka mengikuti satu sama lainnya, semuanya masuk ke Neraka. (al-`Araf, 7:38)
wa hazama ’l-ahzaaba wahdah.
Dialah yang menghancurkan semua partai (atau kelompok) yang berbeda-beda.
Allah tidak menyukai partai, Dia menciptakan manusia untuk menyembah-Nya. Jadi kita akan kembali kepada salah satu hadis Nabi (s) yang terpenting:
“Jika ada seorang penindas di suatu negeri (raja atau presiden), berdoalah kepada Allah untuk mengubah hatinya dari penindas menjadi arif dan penuh kedamaian.”
Jangan perangi sang penindas karena kalian akan berakhir dalam pertumpahan darah. Berapa banyak orang yang sudah terbunuh di Timur Tengah dan apa manfaatnya? Satu penindas pergi, berikutnya muncul penindas-penindas yang lain. Kita sekarang berada di Akhir Zaman dan fitnah ada di mana-mana, seperti malam yang gelap yang tak pernah habis dalam pandangan. Itu dimulai dengan Tunisia, kemudian bergerak dari sana. Jadi tugas kita adalah duduk di tempat kita dan berdoa. Sekarang para awliyaullah atau para syekh dan ulama yang saleh dan tulus—bukannya syekh yang berkecimpung di dunia politik, yang mengejar posisi mereka—para syekh dan ulama yang saleh itu akan mengatakan kepada kalian, “Jangan menjadi bagian dari itu, karena Allah (swt) akan mengutuk kedua pihak yang melakukan pertumpahan darah.” Dan semua itu berasal dari apa? Dari korupsi, yang terjadi sudah sejak lama dan akhirnya meledak.
Wahai para pemimpin Muslim! Mereka yang tidak bermasalah dengan negeri-negerinya, berusahalah untuk memberikan hak-hak kepada warga negara kalian agar terhindar dari masalah, kebingungan, dan pertumpahan darah!
Suatu ketika Nabi (s) sedang berjalan dan beliau melihat seseorang yang pipinya bengkak dan wajahnya memerah karena marah. Beliau bersabda, innii `alamuu, “Aku tahu dua kalimat yang dapat diucapkan olehnya yang dapat membuatnya menjadi normal kembali, ‘a`uudzu billahi min asy-Syaythaani ‘r-rajim. Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim.’” Ketika Setan datang dan kalian mulai merasa marah, kalian tidak bisa menghentikan diri kalian, kalian menjadi seperti orang yang mabuk.
Nabi (s) bersabda kepada Abu Bakar ash-Shiddiq (r), al-ghadabu kufrun yaa Abu Bakr, “Marah adalah kufur.” Kemarahan menjadikan seorang yang beriman menjadi orang yang kafir karena mereka bisa saja bersumpah dan bahkan mereka bisa saja tidak mengetahui apa yang mereka ucapkan. Buanglah kemarahan dari dalam kalbu kalian! Berikan nasihat dan biarkan orang tinggal dalam kedamaian, tanpa melakukan pertumpahan darah yang tidak beralasan! Setiap oang yang membunuh orang yang tak bersalah akan bertanggung jawab di Hari Pembalasan. Umat Muslim tidak boleh membunuh seseorang! Jika kalian melihat orang-orang yang sedang berdemo, jangan bergabung dengan mereka. Juga, jangan rekatkan diri kalian dengan kursi (jabatan). Kini para pemimpin tidak mau melepaskan kursi-kursi mereka. Allah (swt) tidak senang dengan seseorang yang begitu terikat dengan sesuatu yang zail, tidak kekal, dan kursi-kursi ini adalah tidak kekal. Duduklah di sana selama lima, enam atau tujuh tahun. Mengapa kalian ingin duduk selama tiga puluh atau empat puluh tahun dan meneruskannya, dari anak ke anak? Berikan orang lain kesempatan dan kekuasaan itu.
Semoga Allah menghindari kita dari kursi-kursi ini dan membuat kita tetap terhubung dengan kecintaan terhadap Sayyidina Muhammad (s). Itu adalah hal terbaik yang dapat kita usahakan, di dalam pertemuan kita dan di dalam perkumpulan kita, untuk memuji yang Allah puji. Allah (swt) berfirman di dalam kitab suci Al-Qur’an:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
subhaan alladzii asraa bi `abdihi laylan minal masjidil-haramii ilal masjid al-aqsha.
Mahasuci (Allah) yang memperjalankan hamba-Nya di suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. (al-Isra, 17:1)
Allah memuji Diri-Nya sendiri, dan orang dapat memuji Allah sebagaimana Dia memuji Diri-Nya sendiri, untuk menunjukkan kebesaran Isra dan Mi’raaj, karena hal itu bukanlah sesuatu yang hanya kalian bicarakan saja. “Wahai manusia! Itu tidaklah semudah yang kalian pikirkan! Aku membawa Nabi (s) dari bumi ke qaaba qawsayni aw adnaa, dengan memuji Diri-Ku oleh Diri-Ku sendiri.”
“Alladzii” merujuk pada Allah. Dia tidak mengatakan, “subhaanAllah,” itu adalah cara kita untuk mengucapkan (pujian). Tetapi Dia mengakatan, subhaanalladzii, (yang artinya) Subhaanii maa `azham syaanii, “Mahasuci bagi Kebesaran-Ku, bagaimana Aku membawa hamba-Ku ke qaaba qawsayni aw adnaa.”
Tugas kita adalah memuji Nabi (s). Mengapa kita perlu khawatir tentang, “Orang ini akan membuatku menjadi pelayan, menghinaku, menjadikan aku budak.” Jika orang itu menjadikan kalian pelayan, maka Allah akan membuat kalian lebih tinggi, jadi bergembiralah dan buka mata hati kalian. Saya bicara khususnya kepada orang-orang Afrika-Amerika. Jangan simpan kepedihan di dalam diri kalian bahwa, “kami adalah budak;” itu adalah posisi sementara yang akan membawa kalian menuju penghambaan. Orang-orang yang tidak merasakan suatu perbudakan, mereka akan merasakannya di Hari Pembalasan, dan mereka yang pernah merasakannya akan diangkat ke derajat penghambaan. Jadi, jangan disimpan di dalam hati kalian, “kami adalah budak,’ karena pada kenyataannya kita semua adalah budak bagi ego kita.
Sebagai gantinya, berikanlah pujian bagi Nabi (s) dengan mengucapkan: allahuma shalli `alaa Sayyidina Muhammad (s). Man shalla `alay marran shalla biha `asyara, “Barang siapa yang memberi pujian bagi Nabi (s) sekali, Allah akan memberikan pujian baginya sepuluh kali.” Pujian Allah tidak terbatas! Cintai apa yang Allah ciptakan. Dia telah menciptakan makhluk dan Dia adalah sebaik-baiknya Hakim. Semoga Allah mengampuni kita dan memberkati kita di hari Jumat ini.
istaghfirullah al-`azhiim alladzii laa ilaha ill-huwa wa atuubuu ilayh.
[Do`a]