Kalimatan khafiifatan ‘alaa al-lisaan tsaqiilatan fi’l-miizan, SubhanAllah wa bihamdihi SubhanAllah ‘il-Azhiim – dua kata yang ringan diucapkan lidah, tapi berat dalam Timbangan (di Hari Akhirat), Segala Puji bagi Allah, Segala Puji bagi Allah Yang Maha Besar.
Tak seorang pun yang menderita seperti yang dialami oleh Sayyidina Muhammad (s). Dan beliau menderita disebabkan oleh perbuatan orang-orang dari sukunya sendiri, oleh masyarakatnya sendiri dan beliau menderita oleh ulah kaum kafir. Ini karena mereka menyiksa dan bersikap kasar terhadap beliau. Di lain pihak, kita tidak bisa mengatakan bahwa beliau menderita, tetapi bisa kita katakan bahwa beliau adalah mahluk paling sempurna yang Allah ciptakan; manusia sempurna.
Beliau juga tak pernah walau sekejap pun dalam hidupnya beristirahat santai tanpa beribadah terus-menerus siang dan malam, di mana beliau bersabda, “laa raahata fid-diin – Tak ada istirahat dalam agama.” Bagaimana kalian bisa bersantai-santai?
Jika ada orang yang berkata padamu, “Aku akan memberimu pulau ini, sebuah pulau kecil, sebagai tempat peristirahatan, tetapi kau harus melakukan yang terbaik untukku dan bekerja untukku seumur hidupmu dan aku akan memberimu pulau itu.” Jadi, apa yang akan kalian lakukan? Sebuah pulau berikut tempat peristirahatan bisa berharga jutaan dolar. Jadi, apa yang akan kalian lakukan? Kalian mau bekerja untuk orang itu atau tidak (ya). Ya, itu betul, kalian mau bekerja untuk orang itu. Kalian tidak akan berkata, “Oh aku tidak bisa! Aku lelah.” Pada waktu itu kalian tidak berkata, “Aku lelah.” Mengapa kau berkata, “Aku lelah?” Dia berkata, “Mereka semua lelah, lapar.” Bagaimana kau tahu? Tanya pada mereka? Apakah kalian lelah? Tidak. Apakah kau lapar? Tidak. Jadi, kau lihat? Mengapa kau bicara atas nama mereka?
Jadi itulah masalahnya – mereka tidak melihat diri mereka sendiri. Orang-orang tidak melihat ke dalam diri mereka, mereka melihat keluar diri mereka. Ketika kalian berkata begitu, itu berarti kalian adalah orang yang tidak ingin melakukan itu, jadi kalian menyalahkan orang lain. Jadi kalian tidak bisa menolak jika seseorang datang dan berkata kepada kalian, “Aku memberimu pulau itu” atau “Aku memberimu mobil baru itu. Tetapi kau harus terus-menerus terjaga, selama 30 hari. Tigapuluh hari, siang dan malam, tidak tidur.” Dia akan minum kopi dan tetap terjaga. Mereka lelah, bukan dia. Pastilah tak ada keraguan tentang hal itu.
Jadi setiap orang berusaha mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Tidak ragu lagi bahwa kalian akan bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dia suka. Jika seseorang menawarkan kalian suatu kedudukan yang tinggi tetapi memberi syarat, “Kau harus bekerja untukku, aku memberimu otoritas untuk bertindak atas namaku tetapi kau harus bekerja padaku.” Dia seorang raja. Jadi kalian akan senang dengan kedudukan itu. Kalian bekerja siang dan malam. Jadi Sayyidina Muhammad (s), di samping disiksa oleh kaum kafir dan penyembah berhala, beliau mendedikasikan hidupnya untuk Tuhannya. Tidak tidur. Sayyidah Aisyah berkata bahwa karena berdiri untuk salat siang dan malam kaki beliau bengkak – tawaramat qadamah. Dan dia bertanya kepada beliau, “Yaa Rasulullah! Qad ghafar Allah laka ma taqadama min dzanbik wa maa taakhar – Wahai Rasulullah, Allah pasti mengampuni apa pun dosa yang kau perbuat baik di masa lalu maupun di masa depan.” Rasulullah (s) menjawab, “Wahai Aisyah, tidakkah aku menjadi hamba-Nya yang bersyukur?” Para pewaris Nabi (s) kaki-kaki mereka membengkak. Kalian mengerti? Saya ulangi: para pewaris Nabi (s) kaki-kaki mereka membengkak karena beribadah siang dan malam. Itu merupakan gambaran dari (perilaku) Nabi (s). Karena itu kalian melihat refleksi perilaku itu pada mereka. Amati Mawlana Syekh dan lihatlah.
Jadi kalian mencoba yang terbaik dan mendedikasikan hidup kalian berjuang untuk mendapatkan dunia dan berjuang untuk mendapatkan akhirat. Yaa Rabbi anta maqsudi – Wahai Tuhanku, Engkaulah tujuanku. Aku tak ingin dunia dan aku tak ingin akhirat dan Engkaulah tujuanku dan kuingin Engkau rida atas diriku. Itulah yang dikatakan oleh Sayyidina Nabi (s). Jadi pastilah mereka yang masih punya darah keturunan Nabi (s) secara fisik atau mereka yang memiliki cahaya ruhaniyah dalam dirinya tentunya menghadapi beraneka ragam masalah. Kalau coba dibandingkan antara masalah-masalah yang kalian hadapi dengan yang dihadapi oleh Nabi (s) itu bagaikan setets air dalam samudra.
Alhamdulillah, kalian menghadapi masalah yang membuat kalian berkutat di dalamnya. Paling tidak hal itu tidaklah berkembang lebih jauh lagi. Masalah itu berhenti di situ saja. Jika saja kalian ingin menyelesaikan permasalahan kalian dengan pihak lain itu kalian bisa saja membahayakan jiwa kalian dalam bentuk pelbagai hal yang bisa mencelakakan kalian, karena kalian berpikir untuk bertarung atau mengatasi masalah ini. Yang terbaik adalah sebagaimana yang terjadi di masa kini – al-khayru fiima waqi’ah.
Jika dua orang sedang bermusuhan, maka saling memisahkan diri adalah yang terbaik, karena jika mereka tetap bertarung bisa saja menyebabkan yang satu membunuh yang lainnya. Bisa saja kalau kalian tetap bertemu dengannya, kalian akan mengalami kecelakaan dan mati. Tenangkan diri dan pasrah berserah diri kepada Allah .
Masalahnya adalah kita tidak bisa berserah diri (kepada Allah) karena kita menganggap hal itu memalukan. Jika kalian mengatakan, “Aku memaafkannya” kalian pikir kalian mempermalukan diri kalian sendiri. Kalau kalian tidak mempermalukan/merendahkan diri kalian sendiri kalian tidak pernah mencapai Hadirat Ilahi. Kalian harus rendah hati. Ketika kalian berlaku rendah hati, Allah akan memberi kalian pahala dan kebaikan yang lebih baik dari itu.
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
"Faman `afa wa aslaaha fa ajruhu `ala Allah – … barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (berdamai) maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS 42:40) – langsung. Kalian jangan berkeinginan untuk membalas dengan tangan kalian secara langsung. Maafkanlah, Allah akan memberi kalian yang lebih baik.
Melawan ego sangatlah sulit bagi kita. Kemarahan di dalam dalam diri kita membuat kita menjadi orang yang durhaka. Dia tidak membiarkan kalian mengatasi diri kalian sendiri. Apa yang mereka lakukan berlebih. Mereka salat, kalian salat, mereka puasa, kalian puasa. Mereka berzikir, kalian berzikir. Apa yang mereka perbuat berlebih. Apa pun sunah yang kalian lakukan mereka berbuat hal yang sama karena merekalah yang memberi kalian apa-apa yang harus kalian lakukan. Tetapi mereka melakukan khalwat untuk memurnikan diri dari endapan diri. Mereka memurnikan diri mereka dari karakter-karakter buruk ini, itulah sebabnya mengapa mereka bisa memasuki Maqaamul Ihsan – Kedudukan sifat-sifat Sempurna (Ihsan). Begitu kalian membuang sifat-sifat buruk dalam diri kalian, secara langsung kalian akan memasuki tangga pertama Maqaamul Ihsan. Mereka mulai membuka hijab kalian.
Masalahnya adalah kita tidak melakukan apa-apa yang mereka perintahkan untuk dilakukan. Kita tidak menghendaki kemajuan. Mereka ingin menghadapi banyak hambatan dalam memurnikan diri mereka. Kalian puasa, mereka puasa. Kalian makan, mereka makan, kadang-kadang mereka makan lebih banyak. Mereka makan dua kali lebih banyak. Beberapa di antara mereka besar-besar. Mereka suka berkelakar, tak masalah. Kalian menikah, mereka menikah. Kalian mempunyai anak, mereka juga mempunyai anak. Kalian salat malam, mereka salat malam. Jadi apa kelebihan yang mereka lakukan? Mereka memasuki Maqaamul Ihsan. Mereka mengerjakan ibadah sunah, kita tidak. Itulah masalahnya. Kita tidak mengerjakan ibadah sunah. Apa itu ibadah sunah? Mereka bergaul di masyarakat. Mereka berbagi dengan orang-orang yang mereka temui. Mereka memberi nasihat untuk menolong orang, mereka mengatasi egonya. Tetapi bagi kita ego kitalah yang menunggangi kita. Mereka mengunggangi ego mereka. Mereka membuat ego mereka bertekuk lutut. “Nafsuka mati`atuka – Dirimu (egomu) adalah tungganganmu.” Bukan kalian yang menjadi tunggangan diri (ego) kalian. Dengan begitu, kalian menjadikan diri kalian kuda tunggangan. Sekarang ini setan dan ego menunggangi kita. Itulah perbedaan besarnya dan ketika mereka membuang sifat-sifat buruk maka Allah membuka keadaan cinta sesuai dengan hadis suci Nabi (s). Itu adalah hadis sahih, seperti penyingkapan hadis qudsi (hadis qudsi adalah hadis dengan tingkatan tertinggi – hanya setingkat dibawah al-Qur’an—penj.). “Ketika hamba-Ku mendekati-Ku dengan (mengerjakan) ibadah-ibadah sunah hingga Aku mencintainya; ketika Aku mencintainya Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar, Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat, Aku akan menjadi lidahnya yang dengannya ia bicara, Aku menjadi tangannya yang dengannya ia memegang, dan Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan.” (Hadis riwayat Bukhari). Allah akan memberi melalui cinta. Apakah kita memiliki cinta kepada Allah ? Tidak, tetapi kita memiliki cinta kepada dunia. Kita mengejar dunia. Awliya mengejar Allah .
Ini adalah perilaku yang berbeda. Itu berbeda dalam rasa. Hal lain adalah masalah kewajiban-kewajiban. Ketika kalilan memasuki status diplomatik mereka mengajari kalian etiket. Mereka mengajari kalian bagaimana cara tertawa, bagaimana cara berjalan, bagaimana cara tersenyum. Mereka tak pernah berperangai buruk. Dalam bidang politik, mereka tak pernah mengajari kalian untuk menyakiti perasaan orang lain. Tetapi kita saling menyakiti perasaan masing-masing. Semoga Allah mengampuni kita dan semoga Allah melindungi kita dan demi Nabi (s) dan demi Awliyaullah dan demi Ramadan.
“Afa `an man asa ilayk – Maafkan orang yang menzalimi kalian.” Menzalimi dalam hal reputasi kalian. Menzalimi melalui apa yang dilakukannya atau dalam hal apa yang seharusnya dilakukannya tetapi tidak dilakukan. Maafkan.