6 June 2010 Lefke , Cyprus
Dastuur yaa Sayyidii, yaa RijalAllah. (Mawlana Syekh berdiri.)
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, `Aziiz Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Kariim Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Subhaan Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Sulthaan Allah
Allahumma shalli wa sallim wa baarik `alaa habiibika l-Mushthafa, , Sayyidi 'l-Awwaliin wa’l-Akhiriin, Sayyidina Muhammad (s)! (Mawlana Syekh duduk.) Madad, yaa RijaalAllah.
Wahai Manusia! Kalian telah dikaruniai dukungan dan kekuatan-kekuatan surgawi! Satu saja kekuatan itu sudah cukup, malah satu saja kekuatan itu adalah seratus kali lebih dari cukup untuk planet seperti bumi ini! Karena itu adalah suatu karunia surgawi dari Hadirat Ilahiah Allah Ta’ala, yang Dia karuniakan bagi kekasih-Nya yang tercinta di Hadirat Ilahiah-Nya, yaitu Sayyidina Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam! (Mawlana Syaikh berdiri). Zidhu yaa Rabbii ‘izzan wa syarafan nuuran wa suruuran, sulthanan wa ridhwaana! (‘Tambahkan baginya, wahai Tuhanku, kemuliaan dan kehormatan, cahaya dan kebahagiaan, kekuasaan dan keridhaan!’) (Mawlana Syekh duduk). Berikan penghormatanmu dan terimalah kehormatan. Berikan kebaikan dan ambillah kembali kebaikan surgawi. Kalian dapat memberikan sesuatu dari kehidupan ini, dan segala sesuatu yang kalian berikan haruslah bagi Tuhan kalian Yang Mahakuasa. (Mawlana Syekh berdiri) Allah, Allah. (Mawlana Syekh duduk).
Allah Ta’ala berfirman, “Kami pun memberikan karunia Kami bahkan bagi sebutir atom.” Dia Subhanahu wa Ta’ala dapat saja mengaruniakan pada kalian sesuatu seperti segenap isi planet ini! Boleh jadi kalian cuma menyumbangkan sesuatu yang minor, sesuatu yang kecil, dan Dia (swt) (membalasnya) dengan mengaruniakan bagi kalian sesuatu yang bahkan imajinasi kalian pun tak akan pernah membayangkannya! Allah Ta’ala mungkin saja mengaruniakan pahala atas sesuatu yang mungkin kecil, tetapi dari-Nya sesuatu yang kecil itu akan dilipatgandakan oleh-Nya berkali-kali, demikianlah penciptaannya. Dialah Sang Pencipta dan Karunia-Nya akan sesuai dengan Keagungan-Nya! Ia memberikan sesuatu sesuai dengan Kerajaan-Nya yang Agung! Jangankan cuma kemampuan daya khayalmu seorang, bahkan seandainya seluruh ciptaan mencoba berpikir tentang hal tersebut, imajinasi dan daya khayal mereka tak akan mampu mencapai bahkan sebutir terkecil karunia yang berasal dari Kerajaan Tuhan kita Yang Maha Perkasa! Semoga Allah (swt) memaafkan kita.
Wahai manusia! Selamat datang! Siapa yang hadir, Allah Ta’ala akan rida terhadap mereka. Jika Allah Ta’ala rida dan bahagia atas hamba-Nya, Dia (swt) pun akan memberikan karunia-Nya bagi sang hamba tersebut tanpa hitungan. Maka, mengapakah kalian berlari mengejar sesuatu dari kehidupan fana ini serta harta bendanya atau tanah maupun lautannya? Mengapa kalian berlarian ke sana ke mari mengejarnya? Sebutir kecil partikel karunia Ilahiah Allah Ta’ala adalah tak terhingga kali nilainya daripada dunya ini dan segenap kekayaan di dalamnya. “Untuk apa kalian sibuk mengejarnya?” “Karena kalian orang-orang yang tak berakal!”
Di sisi sini ada setumpuk intan permata, dan di sisi yang lain ada setumpuk zabiil, sampah yang dibawa baladi (Dinas Kebersihan Kota) dari rumah-rumah yang menginginkan untuk membuang sampah-sampah itu. (Mereka) datang dari Dinas Kebersihan Kota dengan mobil-mobil besar, mengambil (sampah) dari halaman luar, kemudian membuangnya di suatu tempat pembuangan yang jauh dari rumah-rumah tersebut, dan menumpuknya di sana. Manusia saat ini, mereka berada dalam suatu posisi di mana di depan mereka ada tumpukan…, bukan tumpukan; bukan, bukan pula bukit-bukit, tetapi gunung-gunung raksasa, atau malah planet-planet raksasa yang penuh dengan intan permata. Tetapi, yang terjadi adalah kalian malah meninggalkan intan permata tersebut, dan berlarian mengejar produk-produk WC (Water Closet) tersebut. Orang-orang tak berakal!
Wahai manusia! Datanglah dan ambillah sesuatu! Apa yang kalian ambil, sesuatu yang berasal dari karunia-karunia surgawi, akan mendatangkan bagi diri kalian suatu keni’kmatan yang tak terbayangkan oleh diri kalian. Dan seluruh nabi-nabi datang untuk mengajak manusia untuk melihat ke gunung-gunung permata tersebut. (Mereka) mempertunjukkan pada manusia intan permata tersebut, dan menunjukkan pula di sisi lain mu’aafan, tumpukan-tumpukan kotor yang membusuk. Dan kalian, wahai manusia, malah meninggalkan gunung-gunung intan tersebut! Kalian kini cuma tahu dua macam warna intan: satu yang berwarna putih, dan yang lainnya, mutiara, paba,berwarna merah muda. Padahal pada gunung-gunung intan tersebut, kalian dapat menjumpai warna-warna lain yang sedemikian indahnya sehingga bila kalian memandangnya, kalian dapat terjatuh pingsan karena (ta’jub) akan penampilannya yang indah. Apa yang mesti kita katakan? Ego-ego kita yang merupakan representasi Shaytan, yang meluluskan mereka, berkata, “Jangan percaya. Kini, kalian mesti mengambil apa yang aku tunjukkan pada kalian dari setumpuk sampah ini. Manusia, jangan melihat ke sana (intan, red.), tetapi datang dan ikutlah diriku; ambillah (sampah) ini, yang lebih baik bagi kalian.”
Wahai Manusia! As-salaamu ‘alaykum. Semoga Allah (swt) menjadikan kalian memiliki tingkat pemahaman yang baik. Jika kita tidak memiliki pemahaman yang baik, maka kita pun akan selalu mengejar mu’aafan itu, najasaat (kotoran-kotoran) busuk itu. Wahai hamba-hamba Tuhan kami, As-salaamu ‘alaykum, Huuuuuu, yaa Qutb az-Zamaan, wahai yang menjaga segala sesuatu di planet ini. Dialah kutub planet ini. Salaam bagimu pula dan kemudian salaam bagi orang-orang yang meminta sesuatu dari Keabadian. Manusia selalu mengejar sesuatu yang akhirnya akan musnah, dan membusuk. Manusia kini mendengarkan Syaitan dan pengikut-pengikutnya, dan tak mau mengikuti jejak para Nabi suci (s) dan para pengikut mereka.
Karena itu kami mengatakan. Wahai manusia! As-salaamu ‘alaykum bagi mereka yang menginginkan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan surgawi, untuk mereka yang menginginkan perhatian surgawi atau karunia-karunia surgawi. Datanglah, dan luangkan waktu sekalipun sebentar saja. Kami mengatakan bahwa begitu banyak orang tengah mengikuti Syaitan dengan merokok. Para perokok, mereka adalah para pengikut Syaitan, pasti itu, tak ada keraguan! Mereka mengejar-ngejar mengikuti Syaitan dan mencoba untuk merasakan sesuatu dari rokok yang berasal dari tumbuhan kotor itu (tembakau, red.), dan mereka malah meninggalkan cita rasa keabadian. Padahal sebenarnya dalam jangka waktu ketika mereka menghabiskan satu batang rokok hingga mereka merokok satu batang berikutnya, dalam waktu yang singkat itu, (bila mereka meninggalkan merokok, red.) bisa saja mereka telah mencapai langit dan surga, menuju Keabadian. Wahai Keabadian! Keabadian memberikan begitu banyak kesegaran bagi qalbu dan pikiran kita. Begitu banyak orang yang mengeluh akan kondisi jantung atau pikiran mereka, dan mereka mencari suatu cara untuk mengistirahatkan badan fisik mereka, untuk bahagia dengannya. Tidak mungkin! Karena mereka malah menggunakan sesuatu (yaitu rokok, red.) yang malah membawa mereka dari suatu level ke level lain di bawahnya, mereka malah terjatuh ke dalam suatu tempat lain yang gelap. Kemudian berikutnya ketika mereka merokok lagi, mereka pun terjatuh kembali ke suatu tempat hitam, jatuh lebih jauh ke bawah. Dan mereka membawa sesuatu yang membuat mereka terbawa ke suatu tempat hitam dan gelap, jatuh ke bawah, dan jatuh lebih bawah lagi, menuju kepada kesengsaraan dan penderitaan di atas penderitaan.
Wahai manusia! Allah Ta’ala memberikan pada kalian miizaan, timbangan.
Wahai ‘ulama-ulama Salafi! Kami mengatakan, ‘A’uudzu billahi min as-syaythaani ‘r-rajiim. Bismillahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim. Kalian mengklaim bahwa diri kalian adalah para ‘ulama dan pengikut Salaf us-Saalih. Apa maksudnya bahwa Allah (swt) berfirman dalam Quran Suci وَوَضَعَ الْمِيزَانَ wa wadha’a l-miizaan, dan Dia telah meletakkan suatu Neraca/Timbangan (Keadilan) (QS. 55:7), Bukankah ini dari Quran Suci atau saya mengatakannya dari diri saya sendiri? Ya, wa wadha’a l-miizaan, “Ia telah meletakkan suatu Timbangan.” Untuk siapa? Untuk hewan, malaikat, jin, atau untuk manusia? Untuk siapa Tuhan segenap Langit menciptakan timbangan tersebut?
الْمِيزَانِ فِي تَطْغَوْا أَلَّا
Allaa tathghaw fi l-miizaan, “Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.” (QS. 55:8)
Memerintahkan kalian untuk memelihara keseimbangan. Itu ada dalam Surat ar-Rahmaan, kalian boleh membacanya. Allaa tathghaw fi l-miizaan, memerintahkan hal itu, agar kalian mesti menjaga neraca keseimbangan itu. Untuk segala sesuatunya kalian mesti sangat berhati-hati agar tidak kehilangan neraca sejati yang telah Allah, Tuhan Semesta Alam ini, karuniakan pada kalian.
Wa wadha’a l-miizaan, “Menempatkan suatu neraca.” Menempatkan neraca untuk apa, wahai ‘ulama’? Untuk apa? Untuk menimbang sya’iir, jewawut? Allah (swt) mengirimkan Neraca itu dari Surga dan memberikannya bagi hamba-hamba kekasih-Nya dan memerintahkan mereka untuk menyerukan, “Wahai Manusia! Gunakan Timbangan itu.” Untuk apa? Untuk jewawut, atau untuk gandum, atau untuk beras? Untuk apa? Katakan! Kalian mengaku, “Kami adalah ‘ulama.” Tapi mengapa kalian tidak mengatakan pada orang-orang, “Mengapa Allah Ta’ala berfirman, wa wadha’a l-miizaan? Di manakah Dia (swt) menaruh timbangan tersebut?” Apakah di luar, di mana kalian menagih biaya sanduuq, bagasi dari para jama’ah Haji? Dan orang-orang itu tidak memiliki rasa takut pada Allah (swt) dan berkata, “Kami harus menimbang tas ini.” Apakah Neraca tersebut untuk hal seperti ini? Dan mereka berkata, “Kami mesti menimbangnya, dan karena hasil timbangannya berat, kalian harus membayar lebih banyak.” Apakah Neraca Surgawi itu untuk keperluan seperti ini? Wa wadha’a l-miizaan. Jawab! Katakan!
Neraca itu adalah buat Umat manusia untuk menimbang amalan perbuatan mereka, permintaan dan keperluan mereka. Bagaimana menurutmu? Tilka ‘l-miizaan, (Neraca itu) apakah untuk menimbang intan-intan dunia ini, atau untuk menimbang apa pun yang menurutmu berharga? Saat ini kita menggunakan timbangan elektronik di mana-mana, dan mengatakan, “Kalian mesti membayar 100 Riyal, atau 1000 Riyal.”
“Untuk apa?” “Karena hasil timbangan Anda menunjukkan bahwa Anda harus membayarnya.”
Apakah Allah tengah menjadi pedagang? Mengapa kalian tidak malah mengatakan, “Neraca tersebut adalah untuk perbuatan dan usaha kita, untuk qalbu-qalbu kita, untuk wujud fisik kita.” Mengapa kalian tidak mengatakan wa wadha’a l-miizaan? Seluruh dunia Muslim tengah mengejar suatu sistem yang bodoh, sistem yang kotor, meninggalkan syari’ah Allah, meninggalkan miizaan Allah (swt), Neraca, dan malah berlomba-lomba menerapkan demokrasi, mengumpulkan orang-orang dan berkata, “Kita harus membawa neraca baru bagi rakyat kita.” Siapa yang memberikan kalian wewenang itu? Jawab! Dan qanun mana, hukum atau aturan mana yang dapat menyamai aturan-aturan Ilahi? Mengapa kalian tidak bicara, wahai orang-orang terpelajar? Mengapa kalian menutup mulut kalian?
Wahai ulama-ulama Salafi dari seluruh wilayah Islam! Mengapa kalian tidak mengatakan, “Gunakan Neraca ini, (wahai) dewan-dewan, Barlamaans, Parlemen,” (malah mereka) merumuskan hukum-hukum dan aturan-aturan bodoh untuk menekan rakyat di bawah kezaliman mereka. Mengapa kalian tidak mengatakannya? Kalian malah takut pada manusia; kalian tidak takut pada Allah ‘Azza wa Jalla!
Wahai Manusia! وَوَضَعَ الْمِيزَانَ wa wad`a al-miizaan, dan Dia telah menaruh suatu Neraca (Keadilan), (QS. 55:7). Untuk segala sesuatu yang kita ucapkan, atau lakukan, atau bicarakan, kalian mesti menggunakan Neraca itu pada usaha-usaha kalian, pada amal perbuatan, dan semua yang kalian lakukan. Benar atau tidak? Dari mana kalian membawa barlamaan, Parlemen itu? Apakah kalian pernah menimbang Parlemen kalian pada miizaan Surgawi itu untuk mengetahui nilainya? Mengapakah manusia tidak takut pada Allah (swt)? Mengapakah mereka malah mendirikan Parlemen dan tidak takut pada Sultan? Sungguh suatu beban berat yang kita taruh sendiri pada pundak kita. …
Orang ini mengatakan bahwa dia adalah Menteri urusan Dalam Negeri, Menteri Olah Raga. Saya tidak pernah mendengar dalam Quran Suci ada satu perintah pun bagi manusia untuk mengadakan permainan atau pertandingan bodoh dan menjadikan seseorang di pemerintahan untuk mengurus Olah Raga. Sepak Bola. Di mana Sepak Bola? Saudi Arabia .
Wahai ulama-ulama Salafi! Mengapa kalian tidak mengatakan bahwa hal ini adalah haraam? Di mana-mana anak-anak muda kita mencoba belajar sepak bola. Itu adalah suatu tanggung jawab yang besar, dan suatu yang berat untuk melawan perintah Allah (swt). Mengapakah kalian tidak mengatakan:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
wa maa khalaqta 'l-jinna wa 'l-ins illa li-ya`budoon.
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (51:56)
(Mawlana Syekh berdiri dan duduk kembali). Di mana ‘ulama-ulama kita dari Azhar as-Syariif? Mengapakah mereka tidak mengatakan bahwa ini adalah haraam? (Mawlana Syekh mengangkat tangan beliau, seakan-akan memegang sebuah piala). Di manakah ulama-ulama kita? Mengapa mereka tidak bertanya padamu?
Suatu ketika, kalian mesti berbahagia, Ibrahim Adzham, dia seorang sultan yang berkuasa. Dia sangat menyukai berburu. Dalam perburuan memang ada hal-hal yang dapat memberi manfaat bagi manusia. Namun bagi para Sultan, berburu adalah sesuatu yang lain. Saat itu ia mengejar seekor rusa. Tepat saat itu pula ia mendengar suatu suara dari ‘Aalaamu ‘l-Ghayb, Wilayah-wilayah tak Nampak, yang berkata, “Yaa Ibrahiim, a khuliqta li-haadzaa? Apakah kau pikir bahwa dirimu diciptakan untuk berburu?” Dan suara kedua mendatanginya, “Wahai Ibrahiim! Apakah kau pikir bahwa perintah Langit datang padamu untuk berburu?”
Dan orang-orang itu tidak mengetahui apa-apa kecuali hanya sepak bola, sepak bola. Sepak bola, dan sepak bola. Sebelas di sisi ini, dan sebelas di sisi yang lain. Mereka menaruh sebuah bola sepak, kemudian mulai berlarian mengejar bola tersebut! Sungguh suatu kedunguan. Kemudian di sekitar mereka, kalian akan melihat dan menyaksikan ratusan ribu orang lainnya yang mengikuti jalannya perebutan bola itu. Mengapakah kalian tidak mengatakan, ‘Itu haraam’? Wahai Ulama-ulama Salafi, wahai para doktor Syari’ah, wahai ulama’ Azhar as-Syariif, mengapa kalian tidak memberikan peringatan pada Umat Islam bahwa hal tersebut adalah haraam? Itu adalah haraam! Tak seorang pun dapat mengatakan halaal. Hal ini berarti para ‘Ulama tidak lagi mengetahui apa yang halaal dan apa yang haraam. Lalu bagaimana mungkin mereka berharap bahwa barakah Langit akan datang pada diri mereka?
Wahai Manusia! Datang dan dengarkan! Ini memang sesuatu yang bertentangan dengan ego kalian, tetapi kalian mesti menerima kebenaran dan kalian harus mengikuti perintah-perintah Langit. Jika tidak, kalian akan berada dalam kendali Syaitan dan bala tentaranya. Semoga Allah mengampuni kita. Fatihah!
Mereka di sini menggunakan suatu timbangan untuk sepak bola. Mengapakah mereka tidak menggunakan neraca itu untuk suatu manaafi’aa, suatu hal yang bermanfaat bagi Muslim? Mengapakah kalian tidak menggunakan Timbangan Surgawi? Kalian mesti bersabar. Kalian akan dihukum; jika tidak hari ini, maka pada Hari Kebangkitan (Hari Kiamat) nanti. Semoga Allah mengampuni diri kita. Semoga Allah (swt) mengirimkan kepada kita seseorang yang dapat menunjukkan pada kita bagaimana untuk hidup dengan cara yang terhormat bagi Tuhan Semesta Alam.
Fatihah.
(Mawlana Syekh bercakap-cakap dengan Syekh Hisyam Effendi dan Hajjah Naziha lewat telefon.)
(Mawlana Syekh salat dua raka`at syukr.)