Go to media page Available in: English   French   Bahasa  

Mereka Membuat Mungkin Apa yang Tidak Mungkin

Mawlana Shaykh Hisham Kabbani

8 March 2010 Nairobi, Kenya

`Isha, Suhbah at Private Home

2010 Africa Tour Series

(Menit pertama dari siaran ini terpotong.)

…Datang dari pintu belakang. Di sana, tetapi masuk lewat pintu belakang. Jangan berpikir bahwa kalian menyembunyikan diri kalian ketika kalian masuk lewat pintu belakang, karena kalian mengetahui diri kalian, kalian merasa malu, kalian telah melakukan sesuatu yang salah. Mereka masuk dari pintu belakang, tidak! Datanglah lewat pintu depan.وأئتوا البيوت من أبوابها Wa u’tu al-buyuta min abwaabiha, "Masuklah ke dalam rumah lewat pintu-pintunya." Kalian tidak mau masuk lewat pintu depan? Lebih baik pulang saja, kalian tidak berkepentingan di sini! Banyak orang yang berpikir bahwa mereka berarti sesuatu. Jika mereka masuk lewat pintu depan, ya, tidak masalah, mereka berarti sesuatu. Jika mereka datang lewat pintu belakang, tidak. Pintu depan kita berarti, “Jangan mengakui sesuatu yang bukan milik kalian.” Jika kalian ingin mengklaim sesuatu yang bukan milik kalian, ini adalah sebuah pengakuan, bukan realitas. Pada akhirnya ia memerlukan sebuah tanda tangan terakhir. Ia mungkin melalui sekretaris pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima. Ketika ia sampai pada yang terakhir untuk diberi stempel, “Oh, maaf, salah! Kirim mereka kembali! Buatlah form lain, form yang baru. Kaliau tidak bisa mendatangiku dari pintu belakang. Datanglah lewat pintu depan."

Sebuah pintu depan tidak mudah untuk dilalui, karena seperti halnya kita baru saja masuk lewat pintu depan di sini, apa pintu depannya? Ini adalah benteng! Kalian harus membuka banyak kunci. Kalbu awliyaullah mempunyai banyak kunci; bagi mereka yang ingin datang kepada mereka, mereka harus mengatasi kunci-kunci itu dengan adab yang baik, disiplin dan hormat. الطريقة كلّها اَداب At-thariqatu kulluha aadaab, "Tarekat, thariqah, semuanya adalah disiplin."

Jangan datang dengan ilmu kalian. Tinggalkan ilmu kalian di pintu. Jangan katakan, “Aku adalah sesuatu.” Tinggalkan itu di pintu dan masuklah. Kosongkan kalbu kalian dan masuklah. Jika kalian mempunyai satu cangkir yang penuh dengan air, dapatkah kalian mengisinya lagi dengan lebih banyak air? Tidak, ia akan tumpah ke lantai. Tetapi jika kalian mengosongkan cangkir kalian dan kalian ingin mengisinya lebih banyak? Ya, kalian bisa melakukannya! Jadi, kosongkanlah cangkir kalian dan masuklah. Dan kalian harus menuju sumber, namun sumber itu bertegangan tinggi. Sultan, tak seorang pun dapat mendekatinya. Tetapi orang-orang yang berdiri di pintunya, kalian bisa mendekatinya; itu mudah, mereka bisa bicara kepada kalian; mereka akan senang dan mempersilakan kalian untuk masuk. Awliyaullah adalah sultan bagi bumi ini. Ketika kalian ingin mendatangi mereka untuk mencari ilmu, ketuklah pintu mereka. Jika kalian meminta izin, mereka membolehkan siapa pun yang mau mengosongkan ilmunya dan datang ke pintunya dengan kosong dan memohon izin untuk masuk. Seperti apakah permohon izinnya?

دستور يا سيّدي مدد ألف ألف صلاة و سلام عليك يا سيّدي يا رسول الله يا رحمة للعالمين ألف ألف صلاة وسلام عليك يا شفيع المذنبين نظرة منك يا رسولالله يا حبيب الله يا سيّدي يا سلطان الأولياء يا الشيخ عبداللهفايز الدّغستاني نظرة منك يا سيّدي يا سيّدي يا سلطان الأولياء يا الشيخ محمّدناظمالحقّاني نظرة منك لقلوبنا تنوّرها وتعرّفنا بمعرفة الله

Dastuur yaa Sayyidii, madad. Alfu alfu shalaat wa salaam `alayka, yaa Sayyidii, yaa Rasuulullah, yaa Rahmatan li 'l-`Alamiin. alfu alfu shalaatu wa salaamu `alayka yaa Syafi`ii al-mudznibiin nazhrata minka yaa Rasuulullah, yaa Habiibullah, yaa Sayyidii, yaa Sultan al-Awliya, yaa Syaykh `AbdAllah al-Fa`iz ad-Daghestani. nazhra minka, yaa Sayyidii, yaa Sultan al-Awliya, yaa Syaykh Muhammad Nazim al-Haqqani. Nazhra minka li quluubina tunawwiraha wa tuarifana bi maarifati Allah.

Kalian meminta. Kalian memohon izin, pertama dari awliyaullah. طريقتنا الصّحبة والخير في الجمعية Thariqatuna as-suhbah wal-khayru fi 'l-jami`yyah. Disiplin utama dari tarekat ini tidak hanya zikir, kalian berzikir di rumah. Zikir ini, yang kita lakukan bukanlah zikir Naqsybandi, saya dapat mengatakannya kepada kalian, tetapi kalian mendengarnya untuk pertama kali. Ini, yang kita lakukan, zikir bersama adalah untuk berbagi dengan tarekat lainnya, berbagi pahala mereka. Grandsyekh memerintahkan untuk melakukan zikir itu dengan suara keras (jahar), bukannya diam. Khatm al-Khawajaghan. Ada Khatm yang besar, ada pula yang kecil. Apa yang kita lakukan sebelum sampai pada La ilaaha illa-Llaah. (secara berjamaah.)

Kita melakukan khatm kecil, ketika kita membaca syahadah, 3 kali, 25 astaghfirullah, doa, Rabitatu 'sy-Syarifah, 7 kali al-Fatihah, 10 shalawaat, 7 Alam Nashrah, 11 kali Qul huwa Allahu Aahad, 7 kali Fatihah, shalawaat asy-Syarifah, Ayat Suci Al-Quran.

Itu adalah Khatm al-Khwajagan yang lengkap. Kelanjutannya berada di bawah tajali dari zikir tarekat lainnya. Mengerti? Versi aslinya, yang panjang, menggunakan batu untuk menghitung. Dan saya tidak akan membahasnya sekarang. Pada masa Mawlana Syekh Nazim, semoga Allah (swt) memanjangkan umurnya, khatm panjang diganti menjadi khatm pendek dan dilakukan secara jahar (dengan suara keras), karena begitu banyak mualaf yang mengikuti tarekat untuk belajar. Jadi khatm sejati, keduanya adalah khatm sejati, tetapi yang lebih besar adalah Khatm al-Khwajaqan al-Kabir, orang membacanya dengan batu.

Jadi adab adalah mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk, dan bila kalian melihat diri sendiri sebagai bukan apa-apa, mereka akan membukakan pintu untuk kalian. Jika mereka melihat kalian tengah mempunyai pergulatan, mereka tidak akan membukanya. Irsyaad (bimbingan) bukanlah untuk setiap orang. Kalian dapat bicara kepada orang-orang dan memberi mereka nasihat, tetapi mereka bisa menerimanya atau tidak. Seorang ulama yang berada di sebuah universitas datang dan memberikan pelajaran kepada ribuan murid, tetapi mereka bisa saja tidak menerima nasihatnya. Sementara beberapa murid bisa menerimanya.

Tetapi tarekat adalah irsyad, untuk membimbing dan membawa semua orang yang hadir. Artinya membawa kesulitannya dan melemparkannya ke samudra, dan untuk membuat semua dosa mereka dihapuskan ketika mereka meninggalkan majelisnya, kalau tidak, tidak ada pentingnya pertemuan itu. Dan samudra itu siap untuk menelan apa saja. Jika kalian memerlukan mandi (ghusl) tetapi kalian tidak mempunyai air di rumah, apa yang dapat kalian lakukan? Lompat ke dalam sungai atau samudra! Tidak ada sungai yang tidak menuju ke samudra dan ketika ia sampai di samudra, apa yang terjadi? Ia menjadi bagian dari samudra. Jadi apakah kalian ingin membasuh diri sendiri? Mereka ingin mandi? Lompat ke dalam sungai, jika itu mudah, karena mungkin samudra jauh letaknya. Atau jika samudra dekat, lompatlah ke dalamnya.

Awliyaullah yang berkaliber tinggi adalah samudra-samudra, jadi jika kalian melompat ke dalamnya, masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan kalian akan hilang. Jika kalian tidak dapat menemukannya, jika mereka jauh, lompatlah ke dalam sungai. Mereka adalah sungai, para wakilnya adalah sungai. Mereka bisa saja merupakan sungai yang besar atau kecil, tetapi itu adalah sungai. Lompatlah ke dalamnya dan sudah tentu ia akan membawa kalian menuju samudra. (Bagaimana dengan sebuah aliran?) Walaupun itu merupakan aliran, ia bergerak, tetapi aliran itu bisa kering pada akhirnya, karena ia tidak bisa membawa dirinya sendiri, bagaimana ia dapat membawa yang lainnya? Ia melewati bebatuan, dan setiap batu mengambil sedikit alirannya sehingga pada akhirnya ia menjadi kering. Tetapi sungai tidak kering. Ada awliyaa yang mempunyai aliran-aliran dan ada pula awliyaa yang mempunyai sungai-sungai. Ada awliyaa yang seperti air terjun Niagara, yang kemudian berakhir di samudra terbesar, samudranya Sayyidina Muhammad (s)! Allahuma shalli wa sallam `alayka yaa Sayyidina Muhammad! Jadi, carilah samudra. Kalian telah melihat sungai, tetapi sungai itu membawa kalian ke samudra. Kalian harus tahu bahwa aliran itu membawa kalian ke samudra. Jadi tujuan kalian adalah samudra, niat kalian adalah samudra, dan samudra kita adalah Sultan al-Awliya, Sayyidii Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani. Kalian datang kepadanya melalui sebuah sungai, kalian akan sampai kepadanya, melalui aliran, kalian juga akan sampai kepadanya, tetapi mungkin waktunya akan tertunda.

وكلّ من رسول الله ملتمسا غرفا من البحر أو رشفا من الدّمي

Wa kullun mina RasuulAllahi multamisun,

Mereka semua mengambil bagian dari Nabi Allah

gharfun mina al-bahri aw rasyfan mina diyami

segenggam dari samudranya atau seteguk dari hujannya yang turun terus-menerus.

Untuk mencapai tujuannya, apa yang harus kalian ucapkan? Kalian harus mengucapkan, madad yaa Sayyidii, yaa Sultan al-Awliya, karena ia mengambil madad dari syekhnya, Grandsyekh `AbdAllah ad-Daghestani (q), yang mengambil madad dari Nabi (s). Mereka semua mengambil madad dari beliau (s), baik melalui sungai maupun melalui samudra. Jadi kami datang kepadamu, yaa Sultan al-Awliya, dan katakanlah, “kami adalah hamba yang lemah, dan karena engkau bertanggung jawab atas kami, maka engkau adalah ayah kami! Kami hanyalah hamba-hamba yang lemah.” (Mawlana Syekh mengatakan, “Aku di sini!") Allahu Akbar, yaa Rasuulullah. Kadang-kadang awliyaullah tidak menampakkan diri mereka, tetapi mereka memberi sebuah tanda kepada kalian. Itu adalah sebuah tanda. Bagaimana ia dapat dirasakan, itu bukan urusan kita, tetapi kita tahu bahwa kehadiran mereka ada di sana. Jadi kita adalah lemah, dan ketika seseorang sedang sakit, mereka pergi ke rumah sakit; itu membawa kita kepada Nabi Muhammad (s). Mereka mengirimkan kalian apa yang tidak pernah kalian duga, yang mustahil menjadi mungkin. Masyaa-Allah, lihatlah, setiap orang datang untuk mendengar. Mereka tidak datang untuk alasan yang lain.

Syekh Abdul Hamid telah menyebutkan kepada saya mengenai keempat gambar ini. Dulu ada kebakaran dan keempat gambar itu selamat. Dengan segera, Mawlana Syekh Nazim (q) membawakan ke dalam pikiran saya sebuah kisah untuk diceritakan kepada kalian. Sejak 1972, Grandsyekh `AbdAllah Faiz al-Daghestani, Sultan al-Awliya (q) terus berkata, "Aku akan pergi ke suatu tempat di mana tidak ada orang yang dapat mencapaiku.” Kami masih muda dan tidak mengerti apa-apa. Lalu beliau berkata, "Aku harus melakukan khalwatku, tetapi sebelum itu aku perlu melakukan operasi untuk mataku (operasi katarak)." Perintah Nabi (s) adalah, "Lakukan operasi matamu, lalu datang kepadaku," jadi Grandsyekh mau melakukannya. Beliau mencari ahli bedah, tetapi tidak ada di Suriah, jadi setiap orang melakukan operasi seperti ini di Beirut. Jadi Mawlana Syekh Nazim membawa Grandsyekh dari Damaskus ke Beirut, Lebanon, dua jam perjalanan. Kami membawanya ke kamar saya, di sana beliau tinggal. Kamar itu berukuran tiga kali lebih besar daripada aula ini, karena itu adalah sebuah kamar yang besar di rumah yang sangat besar.

Setelah dua atau tiga hari, mereka memeriksa Grandsyekh, dan mereka juga menemukan bahwa Grandsyekh menderita hernia. Beliau melakukan kedua operasinya di sana. Saya hadir selama operasinya. Ketika mereka mengangkat kataraknya, dokter ingin membuang katarak itu. Saya berkata, “Tunggu! Saya akan menyimpannya.” Saya membungkusnya dalam kapas, meletakannya di dalam tas dan memasukkannya ke dalam kantung saya, karena saya tidak ingin katarak itu dibuang. Grandsyekh telah dioperasi. Kemudian kami menghubungi Mawlana Shaykh Nazim yang berada di Siprus. Pada saat itu adalah bulan Rajab dan Mawlana tiba dua hari kemudian. Segera setelah beliau masuk ke dalam rumah sakit, beliau mulai merasakan sakit yang sama pada posisi di mana Grandsyekh dioperasi hernianya. Y' Allah, kami menuju ruang operasi! Jadi dokter membawanya ke ruang operasi untuk melakukan operasi hernia, dua atau tiga hari setelah operasi Grandsyekh.

Grandsyekh memerintahkan setiap orang untuk keluar ruangan kecuali Mawlana Shaykh Nazim. Tak seorang pun yang tahu mengapa. Untuk mengatakan bahwa kami sangat beruntung, ruangan itu mempunyai jendela, jendela yang tinggi. Karena saudara saya juga (bekerja) di rumah sakit itu, dengan segera ia membawa tangga dan kami melihat ke dalam. Grandsyekh meletakkan tangannya, seperti ini, dan tangan Mawlana Syekh Nazim seperti itu. Selama setengah jam, Mawlana Syekh Nazim gemetar sementara Grandsyekh tetap tenang, tidak gemetar. Kami tahu bahwa beliau akan segera meninggal dunia. Dua hari kemudian, Mawlana Syekh dan Grandsyekh beristirahat di kamar saya. Grandsyekh berbaring seperti ini dan Mawlana Syekh seperti itu, kaki beliau menghadap kaki Grandsyekh. Adab maksudnya, kepala keduanya beristirahat, jadi tidak ada kaki yang bertemu kepala. Pada tanggal 15 Syakban, Mawlana Syekh Nazim menghadiri Laylatu 'l-Bara`ah, di mana diadakan bacaan untuk Nisfu Syakban, jadi beliau pulang ke Siprus dan Grandsyekh berkata bahwa beliau ingin pergi ke Damaskus. Dua minggu dan tiga hingga empat hari kemudian, Grandsyekh wafat. Itulah interaksi yang beliau ingin saya mengatakannya, antara kisah ini dengan keempat gambar tadi yang disebutkan oleh Syekh Abdul Hamid. Itu adalah tahun 1973 dan Mawlana Syekh Nazim datang dari Siprus untuk memakamkan Grandsyekh. Sebuah kisah yang panjang yang kalian bisa baca di buku, Naqshbandi Sufi Way, Classical Islam.

Pada tahun 1976, Lebanon dalam keadaan perang. Rumah ayah saya terletak lima menit dari pusat kota utama dan pertempuran terjadi di belakang jalan di lingkungan kami. Dari dua pihak, antara Kristen dan Palestina, pertempuran kemudian berubah menjadi pertempuran antara Kristen dan Muslim. Pada tahun 1976, saya berada di Damaskus dan sebuah telepon berdering mengabarkan kepada saya bahwa rumah kami terkena ledakan roket. Seluruh gedung hancur. Sebagaimana yang telah saya ceritakan kepada kalian sebelumnya, kamar saya berukuran tiga kali dari ukuran aula ini. Itu merupakan sebuah istana milik gubernur Ottoman (Dinasti Ustmani). Seluruh gedung luluh lantak. Tiga ratus enam puluh roket menghantam bangunan itu, yang menyebabkan kebakaran. Segala sesuatu jatuh ke bawah kecuali kamar saya. Seluruh rumah terbakar, gedung itu terbakar, atap dan jendela hancur. Pintu-pintu berjatuhan. Lima jendela besar terbakar. Ketika api mencapai kamar saya, ia berhenti di depan pintu. Kamar itu berdiri di atas empat pilar. Ia selamat bahkan tanpa ada goresan dan bekas api! Allahu akbar! Karena maqam-maqam mereka selamat.

Wahabi yang menghancurkan makam awliyaa berpikir bahwa mereka dapat menghancurkan akidah Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah, tetapi yang tidak mereka ketahui adalah bahwa makam itu terus naik hingga ke Arasy Allah dan ia tidak dapat diturunkan, karena awliyaullah telah meninggalkan makam mereka sejak dulu, malaikat-malaikat mereka selalu membawa mereka ke Madinah atau Syam al-Syarif! Allah Akbar! Jabal Qasiyoun, pegunungan suci yang terlihat dari Damaskus. Grandsyekh, semoga Allah memberkati jiwanya, sering mengatakan, jabal al-anbiyaa wa jabal al-awliyaa, "Gunung para nabi dan awliyaullah." Semua awliyaa dibawa ke Jabal Qasiyoun setiap Senin, Kamis dan Jumat ada majelis awliyaa di sana dengan kehadiran Sayyidina Muhammad (s). Jangan bersedih terhadap makam mereka, makam-makam itu sudah kosong.

اٍنّ أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون

Inna awliyaullahi la khawfun `alayhim, wa lahum yahzanuun.

Sesungguhnya para Sahabat Allah (awliyaullaah), tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula bersedih hati. (10:62)

Sesungguhnya, Allah (swt) melindungi awliyaullah. Mereka selamat dunia dan akhirat, tak ada yang dapat menyakiti mereka; mereka tidak tersentuh. Jadi kekuatan seorang wali lebih besar di dalam kuburnya daripada di dunia. Siapa pun yang mempunyai niat untuk meletakkan tangannya (baca: merusak) di makam suci awliyaullah mempunyai resiko lehernya akan tergorok pada suatu hari. Jadi api itu tidak menyentuh keempat (gambar) ini, karena keempatnya tergolong kategori tersebut, dari level kewalian tersebut. Tentu saja, bahkan gambar mereka pun menunjukkan kekuatan. Jadi ketika awliyaullah berada dalam perlindungan Allah, dapatkah seseorang menghancurkan mereka? Tidak mungkin!

أولياء الله تحت قبابي لا يعلمهم غيري

Awliyaa’ii tahta qibaabi, laa ya`lamuhum ghayrii.

Para awliya-Ku berada di bawah Kubah-Ku, tak seorang pun mengetahui mereka, kecuali Aku. (Hadis Qudsi)

Tak seorang pun mengetahui mereka. Sayyiduna Musa (a) bertemu dengan salah seorang dari mereka. `abdan min `ibaadina - "Salah satu dari hamba-Ku." Ada berapa banyak mereka? Banyak. Itulah sebabnya kita tidak boleh berkata, “Tarekat lain? Hanya tarekat kita.” Tidak! Semua tarekat. Ada 124.000 wali, 7007 Naqsybandi, sisanya berasal dari tarekat lain.

Jadi tarekat Naqsybandi harus menghormati tarekat lainnya. Saya berada di Pantai Gading dan Ghana dan beberapa di antara Syekh besar adalah para Imam yang ingin mengambil bay’at. Saya ragu-ragu untuk memberi mereka bay’at karena mereka adalah (pengikut) Tijaani, Qadiri atau Salmani. Jadi saya memanggil Mawlana Syekh Nazim, yang berkata kepada saya, "Wahai anakku! Aku telah mengatakan kepadamu beberapa kali, kita membawa 40 tarekat bersama kita, selain Naqsybandiyyah. Berikan mereka bay’at, biarkan mereka tetap mengikuti Tijaaniah dan Qadiriyah dan ditambahkan Naqsybandiyyah. Itu akan lebih baik bagi mereka dan lebih baik bagi setiap orang, karena mereka akan mengambil dari setiap tempat."

Imam al-Busayri (r) berkata,

وكلّ من رسول الله ملتمس غرفا من البحر أو غشوا من الدّين.

wa kullun min Rasuulullah multamisun

gharfan mina al-bahri aw rasyfan mina 'd-diyami.

Jika setiap orang mengambil dari sebuah aliran, jika kalian mengambil dari ketiganya, apa yang terjadi, apa yang terjadi? Kalian menjadi sungai. Jika kalian mengambil dari sepuluh, sebuah samudra. Jika kalian mengambil dari keempat puluh tarekat, apa yang terjadi? Itu akan menjadi air terjun Viktoria! (Kita mempunyai danau Viktoria) Di Uganda juga, sumber dari sungai Nil! Jadi kalian mendapatkan sungai Nil mengalir. Jadi siapa pun yang datang, yang terpenting adalah adab, disiplin.

Ada seorang Syekh, Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q), yang memberi mereka otoritas, tetapi ia mungkin memberikan setetes kepada seseorang dan sebuah sungai kepada yang lain. Lebih baik menemukan sungai; ia akan membawa semua sampah, membersihkan kalian, sehingga kalian dapat mencapai samudra. Syekhnya merupakan syekh langsung pada masanya, dan syekh tersebut bersama salah satu khalifahnya, sebagaimana Khalid al-Baghdadi yang mempunyai 299 khalifah di dalam Tarekat Naqsybandi. Kita tidak dapat menyebutkan mereka semua. Ia memberi otoritas, tetapi ia bisa memberikannya setetes kepada yang satu, dan sebuah sungai kepada yang lain. Perbedaan yang besar. Bahkan setetes itu juga tidak akan cukup untuk orang tersebut. Bagaimana ia akan memberikan kepada orang lain dari yang setetes itu? Ia tidak dapat melakukannya. Jadi selalu, jika kalian menemukan sebuah sungai, itu lebih baik, karena ia akan membawa kalian ke sungai. Ia bergerak lebih cepat; bukan hanya lebih cepat, tetapi sampah apa pun yang kalian buang ke dalamnya, sungai itu akan membawanya hingga ke samudra dan di samudra sampah itu lenyap. Sebuah aliran tidak bisa membawa apa-apa. Sebuah tetesan tidak cukup untuk orang yang bersangkutan.

Dalam suatu kasus, ia mempunyai seorang khalifah, salah seorang dari khulafah, dan khalifah tersebut mempunyai seorang anak laki-laki. Ia mengirim anaknya ke Baghdad di mana Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q) berada. Ia masuk ke sekolah dan mempelajari syariah dan menjadi seorang ulama besar. Ayahnya adalah seorang khalifah, tetapi bukan ulama, melainkan orang yang saleh. Menjadi ulama tidak menjadikan kalian sebagai seorang syekh dalam tarekat. Khalifah adalah seorang yang saleh dan tulus. Jangan melihat pada orang yang tahu bagaimana caranya bicara. Nabi (s) bersabda, “Apa yang kutakutkan dari sebagian besar umatku adalah mereka yang fasih bicara tetapi kalbu mereka tertutup.” Ya? Jadi gelar dunia tidaklah penting; gelar akhirat, simpanlah di dalam kalbu kalian! Kalian bisa menemukan bahwa seseorang yang duduk di dekat sepatu-sepatu lebih tulus dan menjadi seorang syekh, dan ulama tersebut bukanlah apa-apa. Jangan melihat pada orang yang tahu bagaimana caranya bicara.

Nabi (s) bersabda, akhwaf maa akhaafu `alaa ummatii rajulun `aliimun bi 'l-lisaan jahuulun bi 'l-qalb,

"Aku lebih takut kepada umatku dari kalangan ulama yang tahu bagaimana caranya bicara dengan lidahnya, tetapi lalai dengan kalbunya."

Jadi, khalifah tadi mempunyai seorang anak laki-laki yang menjadi seorang ulama besar. Seperti kebanyakan orang yang kalian lihat sekarang ini, kalian bertemu mereka pertama kalinya, mereka datang untuk mengambil berkah dan berkata, “Oh, ini adalah anakku, ia adalah dokter, yang lainnya pengacara. Mengapa engkau tidak memperkenalkan aku kepada Syekh? Anakku salat lima kali sehari, puasa Ramadan, dan membaca Quran.” Jangan dikatakan kepada saya, “Anakku adalah seorang dokter, putriku seorang apoteker,” apa manfaatnya? Gelar-gelar ini tidak ada urusannya dengan tarekat. Bawa diploma kalian, bawa sertifikat doktor kalian ke kamar mandi dan lihatlah setiap hari! Di sana kalian bisa meletakkannya, tetapi dapatkah kalian letakkan yang lain di sana? Tidak! Jadi gelar-gelar tidaklah penting, lakabu al-dunya, tetapi lakabu al-akhirah, kalian tidak dapat membawanya ke kamar mandi, karena ia akan tetap bersama kalian di dalam kalbu kalian! Jadi, jangan perkenalkan kepada saya putra kalian sebagai seorang dokter atau insinyur. Apa maknanya jika ia seorang insinyur tetapi juga seorang pemabuk? Apa manfaatnya? Katakan pada saya, ia bukan pemabuk, ia berpuasa, ia salat, itulah yang membuat orang bahagia!

Dan ketika khalifah Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q) bicara, kalian bahkan dapat mendengar suara jarum yang jatuh ke lantai, karena setiap orang mendengarkan apa yang ia katakan. Jadi orang itu mendatangi ayahnya. Suatu hari Setan datang, sebagaimana yang ia lakukan terhadap Sayyidina Adam (a), dan berkata, "Kau harus bicara kepada orang-orang, bukan kepada ayahmu. Kau bicara kepada mereka, dan jika mereka antusias, mereka akan lebih antusias lagi, seratus kali lipat!" Jadi anaknya menjadi seorang ulama sementara khalifah itu diperintahkan oleh syekhnya untuk bicara kepada orang-orang, dan selama majelisnya berlangsung kalian bahkan dapat mendengar suara jarum yang jatuh ke lantai, karena setiap orang diam, dan mata mereka terbuka, mereka tidak mengantuk, tidak berpikir tentang di sini, di sana. Setiap orang mendengar apa yang harus ia katakan, tidak main-main. Alhamdulillah, di sini semuanya mendengar pada saat saya bermain! (tertawa) Jadi, ia mendatangi ayahnya dengan mendengar.

Setan mencobanya dengan Sayyidina Adam (a) dan ia tidak pernah istirahat, membisikkan ke telinga anak tadi, “Siapa ini? Apa kamu gila? Ayahmu tidak belajar syariah! Ia bicara kepada ribuan orang. Kau harus bicara kepada mereka, bukannya ayahmu! Bicaralah kepada mereka! Jika mereka bisa seantusias ini terhadap ayahmu, mereka bisa seratus kali lipat lebih antusias terhadapmu! Berusahalah untuk membuat ayahmu pergi!” Pasti, Setan ingin agar orang ini membunuh ayahnya. Dewasa ini, Muslim bangga dengan menyekolahkan anak-anak mereka mempelajari syariah di universitas non-Muslim, mengirimkan anak-anak mereka untuk mengejar pendidikan Islamnya di universitas dengan dosen yang bukan Muslim. Apa jadinya mereka?

(Jadi orang itu mulai berpikir,) "Membawa pergi ayahku, aku akan menggantikannya.” Tetapi khalifah ini mengetahui apa yang ada di dalam kalbu. Ia membuat dirinya sakit. Jadi ketika tiba hari Jumat dan syekh harus mengisi wa`az (suhbah setelah salat Jumat). Ia bicara kepada putranya, “Pergilah dan gantikan aku,” karena ia harus mengurusi putranya dulu sebelum mengurusi orang lain. "Pergilah dan berikan bimbingan, irsyaad." Jadi putranya pergi dengan senang hati, dan ia berkata, “Aku akan tunjukkan kepada ayahku dan semua orang sudah sampai di mana aku! Ia pergi dan duduk di kursinya dan mulai bicara dengan level tinggi. Ketika ulama ini bicara, ia bicara dengan sombong. Ketika ia sudah siap, para hadirin malah tertidur, tak seorang pun yang memberi perhatian. Ia begitu marah sehingga ia pergi ketika baru menyelesaikan setengah ceramahnya dan ia memutuskan untuk kembali kepada ayahnya.

Ayahnya bertanya, “Mengapa engkau kembali begitu cepat?” Ia menjawab, “Tentu saja aku selesai lebih awal, aku sangat marah karena semua orang tertidur! Ketika kau yang memberi nasihat, semua orang terbuka matanya, padahal aku bisa bicara lebih baik darimu.”

Ia menjawab, “Wahai anakku, kau harus mengerti adab. Kau tidak mempunyai adab terhadapku, terhadap Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q), dan terhadap Nabi (s)! Karena kursi yang kau duduki menuntut adab dan itu artinya ketika engkau bicara, jangan katakan, ‘Aku bicara!’ Perhatikanlah siapa yang bicara melalui dirimu! Ia harus menyakinkan bahwa setiap orang memperoleh manfaat, karena itu adalah obat. Setiap orang dapat memetik sesuatu yang berharga baginya dan yang pertama yang harus mendengar apa yang datang adalah diriku. Aku melihat diriku dengan berbagai penyakit. Apa pun yang datang dari syekhku melalui kalbuku, aku harus memperhatikannya dan mengalaminya dan menerapkannya terhadap diriku sendiri, baru kepada orang lain. Hanya dengan begitu orang-orang akan memberi perhatian kepadamu! Jangan melihat dirimu lebih tinggi dari semua orang. Aku melihat diriku lebih rendah dari kaki semua orang. Ketika kau menjadi begitu rendah hati seperti itu, mereka akan memberi perhatian kepadamu, kalau tidak, engkau buang-buang waktu. Kau tidak bisa bergerak satu inci atau satu senti meter pun!

Wahai Muslim! Jadilah orang yang rendah hati. Kerendahan hati adalah segalanya dalam hidup ini. Kerendahan hati membawa kalian ke hadirat Nabi (s)! Tanpa kerendahan hati, kalian tidak akan sampai pada tempat di mana kalian berada. Semoga Allah (swt) menjaga kita semua bersama syekh kita, Mawlana Syekh Nazim, dan membuat kita semua sebagai pendengar yang baik, kalau tidak kita akan kehilangan diri kita, keluarga kita, anak-anak kita, iman kita, dan kita kehilangan segalanya. Allah (swt) membimbing kita kepada seorang sultan. Jangan berusaha untuk menjadi diri kalian: berusahalah agar ia berada dalam diri kalian. Jika kalian membuatnya berada dalam diri kalian, maka kalian akan berhasil. Tetapi jika kalian ingin keras kepala dalam pikiran kalian dan sombong terhadap apa yang kalian akui terhadap diri kalian, itu tidak dapat diterima. Jangan berikan sesuatu lalu berkata, “Aku telah memberi.” Jangan lakukan sesuatu lalu berkata, “Aku sudah melakukannya.” Berbuatlah tanpa orang lain tahu apa yang kalian kerjakan. Apa yang kalian lakukan dengan tangan kanan kalian, jangan sampai diketahui oleh tangan kiri kalian. Itu artinya berikan ilmu kalian dan katakan, “Itu bukan dariku.” Meskipun mungkin saja itu dari kalian, tetapi katakanlah, “Itu bukan dariku, tetapi dari Mawlana Syekh Nazim." Beliau selalu berkata, “Itu bukan dariku.” Pernahkah kalian melihat beliau mengatakan, “Ini dariku.” Tidak. Beliau berkata, “Itu bukan dariku, tetapi dari mereka.” Kita harus belajar tentang adab!

Semoga Allah menghiasi kita dengan hadis:

ادبني ربي فأحسن تأديبي

Adabanii rabbii fa aahsana ta'adiibi

Allah mengajarkan aku adab (disiplin) dan menyempurnakan adabku.

Semoga Allah mengampuni kita.

Wa min Allahi 't-tawfiiq, bi hurmati 'l-habiib, bi hurmati 'l-Fatihah.

UA-984942-2