Go to media page Available in: English   Bahasa  

Deklarasi Terkini dari Mawlana Syekh Nazim (q):

Bangunlah Empat Puluh Masjid dan Bukalah Majelis Zikir Di Mana-Mana

Mawlana Syekh Hisyam Kabbani

27 Maret 2014 Zawiyah Fenton, Michigan

Nawaytu 'l-arba'iin, nawaytu'l-'itikaaf, nawaytu'l-khalwah, nawaytu'l-'uzlah, nawaytu'l-riyaadha, nawaytu's-saluuk, lillahi ta'ala fii hadza'l-masjid.

[Khatm]

A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim.

Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,

nawaytu 'r-riyaadah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`alaa fii haadza 'l-masjid.

Salaamu `alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Alhamdulillahi ‘Lladzii qaala qul Huwa Allahu Ahad Allahu ‘sh-Shamad. Huwa ‘l-Ahad al-Mutlaq al-Fardhu ‘sh-Shamadu alladzii fadalanaa bi ’l-muna wa ‘l-ata`a wa tafarada fii qidamahi wa ’l-baqaa wa ja`ala dzikruhu min asyarafi ‘th-tha`aat wa afdhalu ’l-`ibadaat, wa ja`alahu sababan li ‘wushuuli ila `alaa ‘l-maqaamaat wa ja`ala dzaakirahu wa ‘l-mutabi`a ‘r-rasuuli jaliisahu wa khasahu bi dzaalika min ghayri saa’iri ’l-makhluuqat. Wa ’sh-shalaat wa ‘s-salaam `ala Sayyidina Muhammadin sayyid al-bashar. Allahumma shalli wa sallim `alayk yaa Rasuulullah, yaa Rahmatan li ’l-`Alamiin.

Tidak mudah untuk menjadi seorang alim, dan tidak mudah untuk menjadi seorang yang saleh. Ada perbedaan besar antara ulama dengan shaalihiin, seorang alim dapat mengetahui suatu ilmu, tetapi seorang yang saleh berada di atasnya karena ia saleh dan ikhlas, sementara seorang alim tidak harus menjadi saleh dan ikhlas, ia mengetahui suatu ilmu dan apa yang ia bicarakan, apa yang ia hafalkan dari buku-buku, kemudian ia sampaikan. Mungkin saja ia masih melakukan sesuatu yang tidak diterima (di dalam Islam), tetapi ketika ia berbicara, ia bicara dengan fasih dan orang-orang menyukainya.

Tetapi seorang yang saleh, seorang yang ikhlas, ia berusaha membangun jembatan. Mereka adalah al-mushlihuun, mereka berusaha melakukan yang terbaik untuk membangun jembatan di antara umat agar dapat membawa mereka bersama-sama di dalam jalan yang damai.

Sejarah mencatat bahwa ada banyak ulama yang sekaligus merupakan shaalihiin, dan meskipun demikian mereka masih mempunyai berbagai masalah karena mereka belum mencapai apa yang diharapkan oleh orang-orang.

Mengapa orang datang bersama di dalam sebuah halaqah zikir, atau dalam membaca kitab suci al-Qur’an atau membaca hadits? Mereka melakukan hal itu karena Allah (swt) berfirman,

أَنَا جَلِيْسُ مَنْ ذَكَرَنِي

Anaa jaliisu man dzakaranii.

Aku duduk bersama orang-orang yang mengingat-Ku. (Ahmad, Bayhaqi)

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ

Fadzkuruunii adzkurkum, w ’asykuruu lii wa laa takfuruun.

Ingatlah Aku, Aku akan mengingatmu. Bersyukurlah kepada-Ku dan jangan kau ingkari nikmat-Ku.

(Surat al-Baqarah, 2:152)

“Sebutkan Nama-Ku dan Aku akan menyembutkan namamu di dalam Hadirat yang lebih baik daripada hadiratmu.” Tetapi untuk mencapai tahapan itu, apa yang harus kita lakukan? Mengingat Allah setiap saat, dzikrullah. Hal itu tidaklah mudah. Apa yang Dia katakan? “Ingatlah Aku dan Aku akan mengingatmu dan bersyukurlah pada-Ku dan jangan mengingkari nikmat-Ku.” Jadi, dengan bersyukur kepada-Nya, kita mengingat-Nya; ketika kita mempunyai kesehatan yang baik, bersyukurlah kepada-Nya, dan katakan, “Alhamdulillah yaa Rabbii,” ketika Dia memberi kita kekayaan, ucapkanlah, “Alhamdulillah yaa Rabbii, syukran lillah,” ketika Dia membuat kita mengetahui sesuatu dengan ilmu, ucapkan, “Syukran lillah, alhamdulillah yaa Rabbii.” Mengingat-Nya adalah jalannya, itu adalah jalan tol, tiket gratis ke Surga!

Apa yang dikatakan oleh Hujjat al-Islam Imam Ghazali (r)? Dari sini kita memahami bahwa itu tidaklah sederhana, itu tidak mudah. Nabi (s) tidak memerlukan seorang pemandu, tetapi ia mempunyai Sayyidina Jibriil (a) sebagai pemandu untuk menunjukkan kepada kalian bahwa kalian harus mempunyai seseorang untuk mengarahkan dan memandu kalian. Sayyidina Imam Abu Hamid al-Ghazali (r) merupakan seorang ulama besar, sebelum beliau mampu melihat Hakikat, mencapai Maqaam al-Musyaahada, Maqam Penglihatan, di mana kalian dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh orang lain.

Saya pernah menceritakan kisah mengenainya. Beliau mempunyai seorang kakak, Ahmad al-Ghazali, yang juga seorang ulama besar. Di dalam salat, kakaknya selalu menjadi imam, dan beliau, Abu Hamid, salat di belakangnya bersama jemaah lainnya. Suatu ketika setelah bertahun-tahun seperti itu, beliau berhenti salat di belakang kakaknya dan orang-orang mulai membicarakannya, “Apa yang terjadi, mengapa beliau tidak lagi salat di belakang kakaknya?” Kakaknya adalah ulama yang lebih besar dibandingkan Abu Hamid, tetapi sesuatu telah terjadi.

Sebelum kita lanjutkan dengan apa yang terjadi, beliau berkata mengenai wilayah (kewalian), “Pada tahap awal mempelajari Syari`ah untuk menjadi seorang ulama, aku sering menyangkal maqam dan ilmu dari orang-orang yang saleh, aku sering menyangkal apa yang orang katakan mengenai mereka. Orang-orang mengatakan, ‘Ini adalah wali, ini adalah wali’ tetapi aku menyangkal semua awliyaullah, itu tidak sesuai dengan pikiranku.”

Ini adalah tipikal Salafi sekarang. Ini adalah Abu Hamid al-Ghazali pada awal masa-masa belajarnya. Kuntu fii mabda'i amrii munkiran li-ahwaali ’sh-shaalihiin wa maqaamaati ’l-`arifiin, “Aku menyangkal level dan maqam orang-orang yang arif. Hattaa sahibta syaykhii Hal itu tidak masuk ke dalam pikiranku, hingga suatu hari aku bertemu dengan seseorang dan ketika aku melihatnya, hidupku berubah! Aku mengikutinya dan menjadi salah satu muridnya, beliau adalah Yusuf an-Nassaaj, Yusuf Sang Penenun, an-Nassaj--Penenun adalah nama keluarganya. Beliau adalah seorang pria, seorang guru, seorang mursyid, tetapi beliau juga bekerja menenun kain. “Ketika aku melihatnya, aku melihat sesuatu yang istimewa.” Falam yazal yasqulunii bi ’l-mujahadaat hatta hazhiitu bi ‘l-waaridaat, “Ia terus memolesku dengan membuatku berjuang di dalam kehidupanku dan menunjukkan aku jalan yang sulit.”

Tidak mudah untuk menjadi seorang yang arif. Itu bukanlah sesuatu yang dapat kalian beli di toko. Untuk mencapai ilmu makrifat, ia memerlukan perjalanan yang panjang dan jika kalian tidak mempunyai pemandu, kalian tidak bisa sampai ke mana-mana. Kalian memerlukan seorang pemandu untuk memandu kalian. Imam Ghazali (r) berkata, “Aku menemukan seorang pemandu,” dan sekarang orang-orang mengajarkan ajaran Imam Ghazali di mana-mana, karena mereka menganggapnya sebagai seorang guru besar dalam Syari`ah dan ulama besar dalam Spiritualitas, Tazkiyyat an-Nafs, yang kita sebut ‘Tasawwuf.’ Ajarannya ada di mana-mana, bahkan di Mekah dan Madinah.

Beliau berkata, “Aku mengambil seorang pemandu.” Jadi, tanpa pemandu, jangan percaya bahwa kalian dapat melakukan sesuatu, dan pemandu atau mursyid yang kalian ikuti itu, kalian harus menghormati dan mencintainya; kalian tidak bisa melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Dan kalian harus menghormatinya dan memanggilnya dengan panggilan terbaik. Itulah sebabnya mereka memanggil Syekh mereka, ‘Sulthan al-Awliya’ dan kita menyebut Syekh kita, ‘Sulthan al-Awliya.’

Tarekat-tarekat mempunyai nama yang berbeda-beda, Syadzili, dari nama Imam Abu ’l-Hasan asy-Syadzili, atau Boutchiyya dari nama Syekh Hamza Boutchiyya, diikuti oleh orang-orang di Maroko, atau Aljazair dan Tunisia; lalu Tijaniyya dari nama Sayyidina Ahmad at-Tijani. Mereka mencintai mursyid mereka, karena mursyid-mursyid itu membawa mereka kepada Hakikat. Jadi kita memanggil Syekh kita Sulthan al-Awliya tetapi kita tidak menyangkal yang lain. Kita tidak tahu, itulah yang paling penting. Kalian tidak perlu berselisih dengan yang lain. Mereka memanggil syekh mereka, ‘Sulthan al-Awliya’ juga dan kita menghormati mereka. Kita mempunyai Sulthan al-Awliya bagi kita sendiri, yaitu Mawlana Syekh Muhammad Nazim `Adil! Orang-orang mungkin saling berselisih satu sama lain dengan mengatakan, “Syekhku lebih baik; Oh, Syekhku adalah Sulthan al-Awliya,” sementara yang lain, “Oh Syekhku yang Sulthan al-Awliya!”

Jadi, beliau mengikuti Yusuf an-Nasaaj, Sang Penenun, dan Syekh itu menempatkannya di dalam ujian. Imam Ghazali berkata, fa lam yazal yasqulunii, “Beliau terus-menerus memolesku,” dan memarahinya. (Seperti murid ini), setiap kali saya melihatnya, seolah-olah saya melihat kucing kecil di hutan, kucing gunung, mereka perlu banyak pekerjaan. Dengan izin Mawlana Syekh, saya harus… kalian tahu di masa lalu tidak ada mesin cuci, mereka mencuci dengan tangan mereka, dengan sabun dan air untuk membersihkannya. Kalian harus melakukannya karena kalian tidak bisa memasukkannya semua ke dalam mesin cuci!

Jadi Imam Ghazali berkata, “Beliau mulai menempatkan aku ke dalam khalwat, di mana inilah makna dari mujaahidaat, sampai aku mulai menerima waaridaat, inspirasi. Ketika engkau mulai menerima, segala sesuatunya berubah, dan aku melihat Allah (swt) di dalam mimpiku.”

...إن اقترب إلي شبرا تقربت إليه ذراعا إن اقترب إلي ذراعا اقتربت إليه باعا إن أتاني يمشي أتيته هرولةأ

Barang siapa yang mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta; barang siapa yang mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya satu depa; dan barang siapa yang mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.

(Hadits Qudsi, Bukhari dan Muslim)

“Barang siapa yang mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya satu hasta. Barang siapa yang mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.”

Nabi (s) juga bersabda, “Aku melihat Tuhanku di dalam mimpi dengan tersenyum.”

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏ :‏إن الله تعالى تجلى لي في أحسن صورة فسألني فيما يختصم الملأ الأعلى قال قلت ربي لا أعلم به قال فوضع يده بين كتفي حتى وجدت بردها بين ثديي أو وضعهما بين ثديي حتى وجدت بردها بين كتفي فما سألني عن شيء إلا علمته‏.‏

Diriwayatkan dari Ibn `Abbas bahwa Nabi (s) bersabda, “Tuhanku mendatangiku dalam wujud yang paling indah dan bertanya kepadaku, ‘Tahukah engkau apa yang diperdebatkan oleh Majelis Tinggi (pada malaikat)?’ Aku berkata, ‘Aku tidak tahu.’ Kemudian Dia meletakkan Tangan-Nya di antara pundakku, dan aku merasakan dinginnya di antara dadaku… Kemudian Dia tidak bertanya apa-apa lagi kepadaku kecuali bahwa aku telah mengetahuinya.” (Tirmidzi)

Imam Ghazali (r) berkata, “Aku melihat-Nya di dalam mimpi.” Jika kalian melihat Allah (swt), dan ada beberapa orang di sekitar saya yang melihat Allah (swt) di dalam mimpinya, saya tahu siapa yang melihat Allah (swt) di dalam mimpinya. Jika seseorang dapat melihat-Nya, maka ia juga dapat melihat lebih banyak lagi. Itulah sebabnya mengapa Imam Ghazali berhenti melakukan salat di belakang kakaknya. Ketika kakaknya mulai bertakbir, “Allahu Akbar,” beliau meninggalkan salatnya dan pulang ke rumah. Dan ibunya berkata, “Wahai Abu Hamid, mengapa engkau tidak melakukan salat di belakang kakakmu?” Beliau berkata, “Aku tidak bisa.” Kakaknya menjadi gelisah dan berkata, “Aku ingin tahu mengapa karena hal ini tidak enak dilihat oleh orang-orang.”

Dan akhirnya, kita tidak ingin membuat ceritanya menjadi panjang, akhirnya Imam Ghazali (r) berkata kepada ibunya, “Segera setelah engkau mengucapkan ‘Allahu Akbar’ aku melihatnya jatuh ke dalam ember yang penuh dengan darah, dan darah itu membatalkan wudu. Kau harus melakukan wudu kembali.”

Ibunya pergi dan mengatakan kepada sang kakak, “Ini yang dikatakan oleh adikmu.”

Beliau datang dan berkata, “Yaa Aba Hamid, di mana darahnya?”

Beliau berkata, “Wahai kakakku, segera setelah engkau mengucapkan, ‘Allahu Akbar,’ kau memasuki salatmu, dan fatwa yang mereka minta kepadamu masuk ke dalam pikiranmu. Dan fatwa itu mengenai periode haid wanita, jadi aku melihatmu dari atas ke bawah bahwa kau memikirkan fatwa itu, dan kau menjadi terselubung dengan darah, jadi bagaimana aku bisa salat bersamamu?”

Sang kakak berkata, “Kau berkata benar, sadaqt.”

Jadi, beliau melihat Allah (swt) di dalam mimpinya dan Allah berfirman kepadanya, “Yaa Aba Hamid! Tinggalkan duniamu, tinggalkan apa yang membuatmu sibuk dengan kehidupan ini dan pergilah dan bertemanlah dengan orang-orang yang Aku jadikan seperti gunung-gunung di Bumi-Ku. J`alatum fii ardhii mahalla nazharii, Aku jadikan mereka untuk berada di Tanah-Ku, selalu dalam Pandangan-Ku. Aku jadikan mereka di dalam Pengawasan-Ku, gunung-gunung di Bumi.”

Ini adalah seperti Sultan kita, Mawlana Syekh Muhammad Nazim `Adil, semoga Allah memanjangkan umurnya.

عِنْدَ ذِكْرِ الصَّالِحِينَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ

`Inda dzikr ash-shalihiin tanzilu ’r-rahma

Ketika nama orang-orang yang saleh disebutkan, Rahmat Allah turun.

(Diriwayatkan oleh Sufyan ibn `Uyayana di dalam kitab Zuhd dari Imam Ahmad)

Sudah sangat dikenal bahwa ketika kalian menyebut nama orang-orang yang saleh, Allah menurunkan Rahmat-Nya kepada kalian sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Nabi (s) tersebut. Bagaimana menurut kalian, jika kalian berkumpul bersamanya? Untuk menyebutkan namanya saja, Rahmat Allah akan datang! Allah berkata kepada Imam Ghazali, “Pergilah dan jadilah salah satu di antara mereka, ikuti mereka, karena Aku menjadikan mereka berada di Tanah-Ku dan di bawah pengawasan-Ku.”

Imam Ghazali melanjutkan, “Wa humulladziina ba`uu ’d-daarayn bi hubbii, mereka adalah orang-orang yang menjual hidupnya di dunia dan akhirat demi Cinta-Ku; mereka hanya menginginkan Cinta-Ku. Qultu bi `izzatika illa adzaqtanii barda husni dzanni bihim, Yaa Allah! Aku memohon dengan Kebesaran-Mu untuk membuatku merasakan manisnya mereka dan untuk menghilangkan keraguanku kepada mereka.” Dan Allah berfirman, Qad fa`lt, ‘Aku telah melakukannya untukmu, dan antara engkau dengan mereka adalah hubb ad-dunya. Tinggalkanlah hal itu atas pilihanmu, karena kelak kau akan diminta untuk meninggalkannya dengan perintah, karena Aku akan memanggilmu nanti.’ (Itu artinya, “Sebelum kau tinggalkan karena terpaksa, sekarang tinggalkanlah atas pilihanmu.” Ketika kau mati, kau akan meninggalkannya dengan paksaan, seperti seorang anak, seperti kalian telah dihancurkan.) Faqad afadtu `alayka anwaaran min jiwaari qudsii, Aku telah mengirimkannya kepadamu dari Cahaya Ilahiah-Ku yang Suci.’”

Aku bangun dalam keadaan sangat gembira kemudian aku pergi mendatangi Syekhku, Yusuf an-Nasaaj, dan aku ceritakan tentang mimpiku dan beliau tersenyum dan berkata, “Ini adalah jalan kita pada awalnya, jika engkau mengikutiku lebih jauh, kau akan meletakkan kohl pada matamu dan melihat apa yang tidak bisa dilihat dan mampu mendengar apa yang tidak bisa didengar.”

Itulah Abu Hamid al-Ghazali (q), salah satu dari ulama yang sekaligus merupakan shaalihiin, orang yang saleh dan ikhlas, di mana orang-orang belajar darinya. Jadi bagi setiap orang, Allah telah memberikan seorang pemandu dan melalui pemandu itu, ia telah diperkenalkan kepada Silsilah Keemasan itu, kepada sebuah mata rantai. Dan kita telah diberi pilihan untuk mengikuti seorang pemandu dan kita harus menghormati pemandu kita, bukannya dengan kata-kata saja, tetapi dengan perbuatan. Kita harus menghormatinya sebagaimana mestinya, karena sebagaimana telah disebutkan bahwa menyebutkan nama orang-orang yang saleh akan menurunkan Rahmat Allah, jadi kita perlu menyebutkan namanya, kalian tidak dapat menyembunyikan namanya. Beliau telah menyebarkan Islam dan Tazkiyyat an-nafs Timur dan Barat. Beliau telah memoles kalbu para mualaf dari Timur ke Barat, dari orang-orang Arab di Timur dan Barat, dan beliau telah memoles kalbu orang-orang di Sub Kontinen di Timur dan Barat, karena ada banyak orang dari Sub Kontinen yang tinggal di Timur dan Barat, bahkan di Eropa dan bahkan di negeri-negeri Arab, di mana-mana. Beliau menyebarkan ajaran ini hingga setiap orang mengenalnya, tetapi kita harus menghormatinya!

Jangan menjadikan ini sebagai hal pribadi. Tidak, kita harus memastikan bahwa ini bukan pesan untuk pribadi, untuk dia atau dia, atau orang ini atau orang itu, tetapi ini adalah pesan untuk semua orang, agar menjaga nama dan ajaran Syekh kalian, Mawlana Syekh Muhammad Nazim `Adil an-Naqsyhbandi. Mereka mungkin berkata, “Oh namanya adalah ‘al-Haqqani’.” Ya, ada banyak (yang menggunakan nama itu), setiap orang dapat dipanggil dengan nama ‘Haqqani,’ tetapi kita harus membuat sesuatu untuk menghormatinya. Beberapa orang yang menggunakan nama Haqqani menjadi daftar hitam di Pakistan, sementara di daerah lain ada suku-suku yang besar dengan nama itu, tetapi di sini kita harus membuat seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Di masa Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (r), tarekat kita disebut “Shiddiqiyyah.” Kita harus melakukan sesuatu agar semua orang tahu dan agar semua orang mengikuti perintah Mawlana Syekh Nazim.

Saya akan meminta Taher untuk membacakan deklarasi yang diletakkan bersama dengan perintah Mawlana Syekh Nazim dan banyak orang yang memintanya dari Mawlana Syekh, semoga Allah memanjangkan umurnya. Jadi kita harus menghormati Syekh kita sebagaimana mestinya, bukannya orang-orang mengatakan, “O Syekh Hisyam mengatakan hal itu dan kami tidak menginginkannya.” Menghormati Mawlana dan memuliakannya adalah untuk semua orang.

[Syekh Taher membacakan deklarasi.]

DEKLARASI

oleh Syekh Hisyam

Bismillahi 'r-Rahmani 'r-Rahiim.

اطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

Athii`uullaha wa athii`uu 'r-rasula wa uli 'l-amri minkum

Patuhi Allah, patuhi Nabi (s) dan patuhi orang-orang yang mempunyai otoritas di antara kalian. (Surat an-Nisa 4:59)

Murid-murid Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil, Sulthan al-Awliya yang kami hormati,

عِنْدَ ذِكْرِ الصَّالِحِينَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ

`Inda dzikr ash-shalihiin tanzilu 'r-rahma

Ketika nama-nama orang yang saleh disebutkan, rahmat Allah turun.[1]

Penyebutkan Silsilah Keemasan Tarekat Naqsybandi telah berubah dari abad ke abad, tarekat ini diberi nama dengan salah satu guru besarnya pada setiap masa. Pada awalnya, ia dinamakan Shiddiqiyyah, mengikuti nama Abu Bakr ash-Shiddiq (r), kemudian Thayfuriyyah mengikuti nama Bayazid Thayfur al-Bisthami, lalu Khwajaganiyyah hingga masa Syah Naqsyband. Sejak zaman beliau, tarekat ini dikenal dengan nama Naqsybandiyyah hingga masa Syekh Ahmad al-Faruqi Mujaddid Alf-ats-Tsani, yang kemudian disebut Naqsybandiyyah-Mujaddidiyyah. Pada masa Syekh Khalid al-Baghdadi, ia dikenal dengan nama Naqsybandiyyah-Khalidiyyah, dan sejak tarekat ini bergerak ke Daghestan, hingga masa Syekh `Abdullah al-Fa'iz ad-Daghestani (q), ia dikenal dengan nama Naqsybandiyyah-Daghestaniyyah.

Sesuai dengan warisan para pendahulu kita, melalui silsilah mereka kepada Nabi (s), sejak hari ini dan seterusnya kita menamakan tarekat ini Naqsybandiyyah-Nazhimiyyah. Hal ini untuk menghormati sumber ilmu dan orang yang membangkitkan spiritualitas di masa kita, yaitu Syekh Muhammed Nazhim Adil, yang telah menyebarkan Islam dari Timur ke Barat, membawa ribuan orang ke dalam iman, dan membawa mereka ke Jalan Sufi yang mulia ini. Sebagai tanda kekaguman kita, keyakinan kita dan kecintaan kita terhadap kepemimpinannya, kita mengidentifikasikan diri kita melalui Syekh Nazhim dan namanya yang mulia. Semoga Allah memanjangkan umurnya dan senantiasa menjadikan kita berada dalam bimbingan dan doanya.

Selanjutnya, sesuai dengan perintah Mawlana kepada saya baru-baru ini di bulan Maret 2014, “Bangunlah empat puluh masjid di empat puluh lokasi yang berbeda dan bukalah majelis zikir di segala penjuru,” kami mendorong murid-murid Tarekat Naqsybandiyyah-Nazhimiyyah untuk membuka majelis zikir lebih banyak lagi, di berbagai tempat yang memungkinkan.

Niat Mawlana melalui perintah ini adalah untuk menyebarkan tarekat ini secara luas dan membuatnya mudah dijangkau bagi semua orang sehingga rahmatnya yang besar bisa diterima oleh setiap orang. Sebagaimana Nabi (s) bersabda di dalam sebuah hadits sahih,

إن لله ملائكة يطوفون في الطرق يتلمسون أهل الذكر.............. قال فيقول فأشهدكم أني قد غفرت لهم قال يقول ملك من الملائكة فيهم فلان ليس منهم إنما جاء لحاجة قال هم الجلساء لا يشقى بهم جليسهم

Ada malaikat Allah yang berkelana di jalan-jalan mencari orang-orang yang berzikir… dan Allah berfirman, “Aku menjadikanmu sebagai saksi bahwa Aku telah mengampuni mereka. Salah satu di antara malaikat itu berkata, “Wahai Tuhanku, ada seseorang di sana yang tidak termasuk dalam kelompok mereka, ia hanyalah orang yang duduk bersama mereka, tetapi ia datang untuk suatu keperluan lain.” Allah berfirman, “Itu adalah kelompok di mana siapapun yang duduk bersama mereka—apapun urusan mereka—dosa-dosa mereka akan diampuni."[2]

Dari hadits ini, dan banyak lagi hadits-hadits lainnya, hikmah untuk memperbanyak majelis zikir di mana-mana adalah jelas, yaitu menyebarkan Rahmat Allah, Perlindungan-Nya dan Ampunan-Nya. Oleh sebab itu, saya informasikan kepada murid-murid mengenai perintah Mawlana Syekh ini, jika di daerah kalian belum ada majelis zikir, maka kalian harus membentuk majelis zikir di mana pun yang memungkinkan. Dengan cara ini para malaikat akan datang untuk melindungi manusia di setiap lokasi. Orang-orang dapat mengadakan zikir secara sendiri-sendiri, atau dengan beberapa orang, termasuk 2 atau 3 orang.

Bila kalian telah menentukan sebuah lokasi, maka tunjuklah seorang imam di antara kalian, sesuai dengan hadits Nabi (s),

إذا كنتم ثلاثة فأمروا أحدكم

"Jika kalian bertiga, maka tunjuklah seseorang menjadi imam kalian,"[3]

Mohon daftarkan majelis yang dibentuk kepada kami, agar kami dapat mencatat dan menelusuri majelis-majelis baru ini dan member informasi kepada yang lain mengenai keberadaan majelis-majelis ini.

Segala puji bagi Allah dan semoga Rahmat dan Keberkahan-Nya senantiasa dicurahkan kepada Utusan-Nya, Sayyidina Muhammad (s), juga kepada keluarga dan para Sahabatnya (r).

Hamba dan hamba-hamba,

Syekh Hisyam Kabbani

Untuk informasi lebih lanjut mengenai deklarasi yang penting ini, silakan saksikan shuhba Mawlana Syekh Hisyam berikut ini:

www.sufilive.com/declaration

Kami meluncurkan web suficenters.com untuk menelusuri zawiyah-zawiyah yang telah didirikan oleh murid-murid, jadi mohon kiranya untuk mendaftarkan zawiyah Anda dengan mengirimkan email kepada kami, dengan alamat [email protected] dan website ini akan diluncurkan dalam waktu singkat untuk menyediakan informasi ini.

CATATAN:

[1] Dikatakan oleh Sufyan ibn `Uyayanah al-Kufi dan disebutkan di dalam kitab Ihyaa `Ulumu 'd-din dari Imam Ghazali. Hadits pendukung lainnya adalah:

نزول الرحمة على المجتمعين في المساجد{..... وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله و يتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة و غشيتهم الرحمة و حفتهم الملائكة و ذكرهم الله في من عنده ...} مسلم عن أبي هريرة من أسباب نزول الرحمة ذكر الصالحين

Turunnya rahmat pada orang-orang yang berkumpul di masjid, dari hadits “dan tidak ada sekelompok orang yang berkumpul di dalam salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka tanpa sakinah turun kepada mereka, rahmat melingkupi mereka dan para malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebutkan mereka kepada mereka yang berada di Hadirat-Nya. (Dari Muslim diriwayatkan oleh Abu Hurayrah (r) dari alasan turunnya rahmat ketika nama orang-orang saleh disebutkan).

[2] Bukhari dan Muslim.

[3] At-Tabarani (hasan).

[Akhir Deklarasi]

Insyaa-Allah paling tidak, inilah yang dapat kita lakukan untuk menghormati Syekh kita. Beliau menyebarkan Tarekat Naqsybandi di masa ini, hingga ke Timur Tengah, Timur Barat, Utara dan Selatan. Jadi minimal yang dapat kita lakukan adalah menyebutkan namanya, karena kita mengatakan bahwa beliau adalah Sulthan al-Awliya, itu adalah benar, tetapi masih belum menyebutkan namanya. Kita harus mengatakan, “Sulthan al-Awliya Syekh Nazim,” dan menyebutkan tarekatnya, Thariqat Naqsybandiyyah, oleh siapa? Bukannya oleh ‘Haqqani.’ Siapa itu Haqqani? Sekarang sudah terlalu banyak yang menyebut diri mereka ‘Haqqani.’ Banyak yang masuk ke dalam daftar hitam, saya tidak ingin menyebutnya dengan istilah yang lain. Jadi kita harus membuka pikiran kita dan kalbu kita dan tidak menjadikannya sebagai urusan pribadi, tetapi kita mempunyai pilihan. Mawlana merasa senang ketika saya menyebutkan hal itu kepadanya pada bulan Maret, ketika saya berada di sana dan kami mengatakan bahwa ketika kami kembali, kami akan membuat sebuah deklarasi dan mengirimkannya kepada setiap orang.

Ini artinya kalian diperbolehkan untuk membuka sebuah majelis zikir di rumah, di pabrik, atau di kamar kalian yang kecil. Jika hanya ada tiga orang, tidak masalah, lakukan zikrullah dan undang lebih banyak orang. Jika mereka mengatakan bahwa sudah ada majelis lainnya di daerah itu, kalian dapat pergi ke sana, tetapi jika kalian tidak bisa pergi karena suatu alasan, kalian dapat melakukannya di rumah kalian. Kalian mengejar berkah dari zikir, dzikr ash-shalihiin tanzilu 'r-rahma dan melalui zikrullah, Allah akan mengampuni kita. Kita mengejar di mana nama orang-orang saleh disebutkan, karena rahmat akan turun, kita mengejar hal itu, tidak perlu harus ada majelis yang besar, tetapi bila kalian bisa datang, maka datanglah. Seperti kita di sini, di Fenton, dan orang-orang di Detroit, itu berjarak 1.5 jam perjalanan, jika ada kemacetan bisa sampai dua jam, jadi saya tidak bisa pergi, jadi mereka bisa melakukan zikir di sana. Jika bahkan jaraknya setengah jam atau jika mereka mempunyai masalah dengan orang yang memimpin zikir di daerahnya, beberapa orang bisa saja mempunyai masalah, jadi mengapa bertengkar? Lakukan zikir kalian sendiri dan tingkatkan sebisa kalian.

Saya pergi ke Chile dan Argentina, di mana di sana ada ribuan kilometer tanah sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk melaksanakannya di satu tempat, dan mereka membuka rumah-rumah mereka dan itu memudahkan bagi orang yang tidak bisa menjangkaunya. Jadi, serupa halnya jika kalian mempunyai ketidakcocokan dengan pemimpin di daerah utama, atau jika letaknya jauh atau jika ada wanita bersama kalian yang harus menempuh perjalanan melewati daerah yang berbahaya di malam hari, mengapa ini menjadi masalah? Lakukan zikir di rumah kalian, tunjuk satu orang sebagai imam dan lakukan di rumah kalian, dan lambat laun itu akan menjadi sebuah majelis zikir, lambat laun tetangga akan bergabung dan lebih banyak orang akan bergabung.

Semoga Allah (swt) mengampuni kita dan mendukung kita dan memanjangkan umur Syekh kita.

Sekarang saya ingin mengatakan hal ini: Di bawah nama Mawlana Syekh Nazim, terlalu banyak orang di seluruh dunia yang mengaku, “Aku adalah representatif,” tetapi biarkan saja, biarkan semakin banyak. Tunjuk seseorang dari kelompok kalian sebagai imam untuk melakukan pekerjaan itu, karena itu adalah zikrullah.

إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم

Jika kalian bertiga di dalam suatu perjalanan, pilihlah seseorang sebagai pemimpin kalian. (Abu Dawuud)

Jika kalian bertiga, tunjuk seseorang sebagai amiir, pemimpin, dan berusahalah untuk membangun jembatan dengan setiap orang. Allah akan rida dengan orang yang membangun jembatan itu, bukan dengan orang yang menunjukkan permusuhan, arogansi dan kemarahan, dan pembicaraan mereka hanyalah kebingungan dan kemarahan. Tipe mengisi orang dengan kemarahan atau kebencian tidak dapat diterima. Berusahalah untuk mengisi orang dengan cinta, toleransi, dan perdamaian, untuk membuat mereka bahagia, mendengar sesuatu yang menyenangkan, bukannya mendengar sesuatu yang penuh dengan kebencian dan kebanyakan berupa kebohongan dan hal yang tidak benar. Tetapi Setan memainkan permainannya dan berusaha menarik kaki kita dan menjebaknya. Mari kita keluar dari perangkapnya dan mari kita bangun jembatan. Tidak ada yang kita bawa ke Akhirat kecuali zikir kalian yang baik, amal baik kalian di dunia, dan syafaat yang kita bicarakan, bahwa setiap orang memerlukan pertolongan pada Hari Kiamat, sebagaimana Nabi (s) bersabda, “Mereka yang membaca kitab suci al-Qur’an, Qur’an itu akan memberi syafaat bagi mereka.”

Kitab suci al-Qur’an adalah zikrullah, jadi bacalah Qur’an dan jika kalian membaca Surat al-Ikhlash tiga kali, seolah-olah kalian telah membaca al-Qur’an sepenuhnya. Jadi duduklah bersama dan bacalah Qul huwallahu Ahad, tidak masalah, atau bacalah Surat al-Falaq atau Surat an-Naas atau al-Fatihah; jangan katakan bahwa kalian tidak tahu cara membacanya. Al-Fatihah adalah Qalb al-Qur’an, jantungnya al-Qur’an.

Ajari orang untuk bergembira dan merasa senang, dengan demikian mereka akan datang dan datang lagi. Berusahalah untuk membawa orang ke Jalan Allah dan jangan memberi perintah kepada mereka. Grandsyekh, semoga Allah memberkati ruhnya, mengatakan, “Aku tidak memberi perintah kepada murid-muridku.” Kalian bisa cek jika itu tidak benar. Sekrang, para representatif meninggalkan Mawlana Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani, semoga Allah memanjangkan umurnya, tetapi mereka ingin memberi perintah kepada murid-muridnya.

Grandsyekh `Abdullah al-Fa'iz ad-Daghestani (q) tidak pernah memberi perintah. Beliau berkata, “Aku mempunyai dua orang murid yang dapat kuperintah, di luar dari ribuan dan ribuan murid,” inilah yang beliau katakan. “Nazim Effendi dan Husayn Effendi,” yaitu Syekh Husayn yang telah wafat di Aleppo. “Kepada mereka berdua, aku dapat memberi perintah.” Saya berada di sana ketika Grandsyekh `AbdAllah (q) mengatakan hal itu, begitu pula saudara saya, Syekh Adnan. “Mereka tidak bisa menanggung perintahku dan jika mereka melalaikan perintahku atau melangkahinya, mereka akan celaka, dan malaikat tidak akan senang,” karena beliau adalah Sulthan al-Awliya, dan:

من عادا لي وليا فقد آذنته بالحرب

Man `adaa lii waliyyan faqad aadzantahu bi ’l-harb.

(Allah [swt] berfirman) Barang siapa yang menentang wali-Ku, Aku nyatakan perang terhadapnya.

(Hadits Qudsi; Bukhari, dari Abu Hurayrah)

Allah akan menyatakan perang pada kalian bila kalian melalaikan perintahnya! Grandsyekh melanjutkan, “Itulah sebabnya, untuk melindungi murid-muridku, aku tidak memberikan perintah, hanya kepada mereka berdua aku memberi perintah.” Sekarang setiap orang ingin memberi perintah. Jangan memberikan perintah kepada semua orang, biarkan mereka datang dan bergembira. Jangan jadikan mereka sebagai tentara! Kita bukanlah tentara, kita mengikuti jalannya malaikat, jalan yang damai. Kita bukanlah tentara, kita tidak mempunyai senjata, kita tidak mempunyai apa-apa. Bahkan Grandsyekh tidak memperbolehkan kita untuk membawa senjata, kecuali pisau kecil untuk memotong buah. Beliau berkata, “Murid-muridku tidak boleh membawa senjata, termasuk pisau yang besar, kecuali pisau kecil, jika kalian memerlukannya.” Kita tidak pernah membawa pisau di saku kita. Jadi, jangan terima selain daripada perdamaian, cinta, hormat, dan keharmonisan, tetapi bukannya keharmonisan di jalan yang tidak islami, segala sesuatu harus secara islami menurut Syari`ah, tetapi:

Nahnu ummatan wasata.

Kita adalah umat di jalan pertengahan (moderat).

Nabi (s) bersabda, “Kita adalah umat di jalan pertengahan.” Kita bukan orang liberal pada satu sisi dan tidak ekstrim di sisi yang lain, bukannya ghuluuw fi ‘d-diin. Kita menjaga salat dan puasa dan membaca kitab suci al-Qur’an dan Syari`ah kita, dan kita menjaga apapun yang Allah jadikan halal dan kita tinggalkan segala sesuatu yang diharamkan. Dan kita harus berdoa untuk Mawlana agar selalu dipanjangkan umur, dan kita menyebut diri kita Naqsybandiyyah-Nazimiyyah. Mengapa mereka menyebut Tarekat Chisti, “Chistiyyah” mengikuti nama Moinuddin Chisti. Kita berhak untuk menyebut diri kita Naqsybandiyyah-Nazimiyyah. Paling tidak kita tahu apa yang Allah katakan di dalam kitab suci al-Qur’an:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ

Id`uuhum li-abaa’ihim,

Panggil mereka dengan (nama-nama) ayah mereka (Surat al-Ahzaab, 33:5)

Jadi,

UA-984942-2