Available in: English   Bahasa   Go to media page

Mawlana Merindukan Murid-Muridnya

Mawlana Syekh Hisyam Kabbani

3 Maret 2014 Lefke, Siprus

A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim.

Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,

nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`alaa fii masjid Syaykh Muhammad Nazim al-Haqqani.

Di dalam masjid Mawlana Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani (q), salaam `alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Ayna ma kuntum yaa ahbaabi rasuulullahi wa yaa ummat an-Nabi (s) naskhuru kafiyaa wafiyana `ala ni`amaihi …

Kami katakan, “Wahai saudara-saudari di manapun kalian berada, kita harus tahu bahwa kita adalah hamba yang lemah. Sekuat-kuatnya diri kita, akan tiba suatu hari di mana kita menjadi lemah. Dan selemah-lemahnya kita, kita tidak akan menjadi kuat. Kita hanya akan menjadi kuat dengan Allah (swt); kita kuat dengan Nabi-Nya (s); kita kuat dengan Awliyaullah-Nya dan kita kuat dengan Sulthan al-Awliya Mawlana Sayyidii Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani (q)!”

Ya, barulah kita menjadi kuat, tetapi secara fisik Allah menciptakan kita sebagai mahkluk yang lemah dan kemudian kita tumbuh, sebagaimana firman-Nya di dalam kitab suci al-Qur’an, kita mencapai usia dewasa, lalu setelah 40 kita mulai mengalami penurunan secara fisik. Sampai kapan pun kita akan hidup, sebut saja angka berapa, berapa saja, dan apa yang akan terjadi pada akhirnya? Kita akan meninggalkan dunia ini. Di hutan, siapa binatang terkuat? Singa. Semuanya takut terhadap singa, tetapi suatu hari di hutan, tentu saja singa itu ingin menjadi yang terkuat dan ia ingin memperlihatkan kekuatannya dan ia menerkam dan membunuh semua orang, tetapi pada akhirnya, seorang pemburu yang tidak mempunyai kekuatan akan datang, ia hanya mempunyai sebuah panah atau senapan dan satu peluru akan mengakhiri singa itu!

Betapapun kita arogan dan bangga akan diri kita, suatu hari kita akan meninggalkan zhaliil, kita akan dipermalukan, sangat…. tidak ada orang di sekitar kita dan tidak ada orang yang peduli, mereka menguburkan kalian, dan apa yang terjadi? Mereka pergi. Hanya mereka yang bertambah usianya dan mereka mencapai hadirat Rasulullah (s), mereka adalah awliyaullah.

من عادا لي وليا فقد آذنته بالحرب

Man `adaa lii waliyyan faqad aadzantahu bi ’l-harb.

(Allah [swt] berfirman) Barangsiapa yang menentang Wali-Ku, Aku nyatakan perang kepadanya.

(Hadits Qudsi; Bukhari, dari Abu Hurayrah)

Jika Allah menyatakan perang pada musuh-musuh Awliya, apa yang akan terjadi pada mereka? Ia akan dihabisi di dunia dan akhirat! Tetapi di dunia Allah terus memberi kesempatan untuk bertobat kepada kalian, tetapi jika kalian tidak bertobat dan jika kalian tidak ingat akan kesalahan kalian, kalian akan kehilangan Akhirat kalian juga, bukan hanya dunia. Di dunia kalian bisa hidup seperti banyak orang, seperti yang kalian lihat, banyak non-Muslim yang berumur panjang, lalu mereka meninggal dunia. Apa yang mereka bawa? Jika mereka bukan Muslim, atau Mukmin, mereka akan mempunyai masa-masa yang buruk. Kita tidak membawa apa-apa bersama kita. Saya mengatakan ini kepada diri saya sendiri dan kepada orang lain yang mendengar shuhbat ini, kalian dapat mengerti bahwa kalian tidak membawa apa-apa bersama kalian, jadi jangan berkelahi untuk dunia, jangan berusaha untuk melibatkan diri kalian ke dalam kesalahan yang dalam dan mengarang-ngarang cerita; kalian tidak boleh, karena suatu hari akan terekspos! Kita semua, suatu hari nanti akan terekspos, terekspos apanya? Terekspos kepada siapa? Belum tentu kepada orang-orang, karena kalian bisa meninggal dunia, dan orang-orang bisa saja tidak tahu bahwa kalian adalah seorang munafik, orang-orang bisa berpikir bahwa kalian adalah orang yang baik, padahal tidak. Dan kalian akan terekspos ketika kedua malaikat datang ke dalam kubur kalian, Munkar dan Nakiir. Ketika mereka datang dan bertanya padamu, dapatkah kalian berbohong? Jika Rahmatullahi azza wa jal tidak menangkap kalian, apa yang akan terjadi pada kalian? Kalian bukan Sayyidina `Umar (r). Sayyidina `Umar (r) wafat dan putra Sayyidina `Umar (r) dan Sayyidina `Ali (r) berada di sana; ini adalah kisah Grandsyekh `AbdAllah's (q) dan ini bukanlah sembarang cerita, tetapi ini ada di dalam siirah, di mana putra-putra mereka biasa berkata satu sama lain, “Ayahku lebih baik.” “Tidak, ayahku yang lebih baik” dan mereka berkelahi, mereka adalah anak-anak dari dua khalifah, khulafah rasuulillah, berkata, “Ayahku lebih kuat,” “Tidak, ayahku yang lebih kuat,” sampai Sayyidina `Ali (r) datang dan menemukan mereka sedang berkelahi.

Beliau bertanya, “Mengapa kalian berkelahi?”

Yang pertama berkata, “Aku mengatakan bahwa engkau adalah ayahku dan kau lebih baik daripada `Umar, tetapi putra `Umar berkata, ‘Ayahku lebih baik daripada ayahmu.’”

Apa yang dikatakan oleh Sayyidina `Ali (r)? Beliau menceritakan sebuah kisah kepada mereka, dan kisah itu adalah kisah yang kami ceritakan, bahwa tidak ada orang yang seperti `Umar (r), di mana Nabi (s) bersabda, “Jika ada seorang nabi setelahku, maka orang itu adalah `Umar.” Munkar dan Nakiir datang, Sayyidina `Ali (r) menceritakan kisah ini dan ini adalah kisah yang diceritakan oleh Grandsyekh, Munkar dan Nakiir mendatanginya dan bertanya, “Siapakah Penciptamu, Tuhanmu, man rabbuka?”

Beliau berkata, “Apa? Apa yang kalian katakan?”

Malaikat berkata, “Man rabbuka? Siapa penciptamu?”

Beliau berkata, “Aku tidak dapat mendengar, mendekatlah.”

Mereka mendekat dan berkata, “Siapa Tuhanmu?”

“Aku tidak dapat mendengarmu, mendekatlah lebih dekat lagi.”

Mereka mendekati telinganya dan mereka berkata, “Man rabbuka?” dan beliau meninju salah satu mata malaikat itu.

Beliau (Sayyidina `Umar) berkata, “Apakah kalian tidak malu? Apakah kalian tidak malu? Aku baru datang dari jarak lima menit dan tidak mungkin aku lupa, tetapi kalian datang dari jarak yang sangat jauh, Allah Maha Tahu berapa jauhnya, kalian mungkin yang lupa, bukan aku!”

Apakah kalian akan seperti itu, seperti Sayyidina `Umar (r) untuk menyelamatkan diri kita? Grandsyekh berkata, semoga Allah memberkati ruhnya, bahwa salah satu di antara mereka, saya lupa, apakah itu Munkar atau Nakiir, akhirnya kehilangan matanya akibat tinju Sayyidina `Umar (r)! Barangkali Mawlana bercanda, tetapi… apakah kita akan seperti itu, mampu mengatakan kepada Munkar atau Nakiir, atau lidah kita akan menjadi kelu? Atau kalian tidak pernah menerima Allah dalam kehidupan kalian, karena ada orang-orang yang atheis. Atau kalian berada di antara keduanya, satu hari tsumma aamanuu, tsumma kafaruu sebagaimana Allah (swt) katakan di dalam kitab suci al-Qur’an, satu hari beriman, satu hari kafir. Apakah kalian akan mampu menjawab? Jika mampu, katakan. [Ya!] Tidak, kalian tidak bisa! Kalian bahkan tidak bisa bicara dengan semua dosa yang ada pada diri kalian! Kalian tidak bisa, kecuali kalian mendapat syafa`at an-Nabi (s), kecuali kalian mendapat syafa`at asy-syaykh bila Allah mengizinkan dan Nabi (s) mengizinkan untuk memberi syafaat! Syafaat dari syekh tidak akan seperti bagaimana Nabi (s) akan memberi syafaat, karena para syuyukh mempunyai batas, mereka tidak dapat melebihi batas itu. Bisa saja Wahhabi mengutip satu kata sekarang dan menyebarkannya, “Ia mengatakan, ‘syafa`at asy-syaykh.’” Ya, itu adalah sebuah petisi sebelum Nabi (s). Ya, petisi syekh adalah untuk kalian dalam hadirat Nabi (s). Ya, jika syekh kalian mencapai level itu, ya!

Jika kalian ingat, saya mengatakannya kemarin untuk memprogram telepon kalian untuk mengucapkan, ‘istaghfirullah’ setiap jam, bukannya untuk setiap saat, di mana ia akan terus berbunyi setiap menit, melainkan setiap jam, untuk mengingatkan kalian untuk mengucapkan, “istaghfirullah.” Bila kita mengucapkan “istaghfirullah” itu artinya kita mengatakan, “Yaa Rabbii, kami adalah hamba yang lemah!” Apa yang akan kalian katakan? “Astagfirullah yaa Rabbee, aku lemah untuk berbuat dosa.” Ya, itu benar, tetapi kalian berada di pintu di mana semua malaikat berdiri, menanti untuk menyambut hamba yang mengatakan, “istaghfirullah.” “Yaa Rabbii, aku datang ke pintu-Mu sebagai hamba yang lemah, dan aku tidak mempunyai apa-apa di tanganku, dan aku memohon ampunan-Mu.” Apakah Allah akan mengampuni? Tidak, Allah tidak akan mengampuni, kecuali sebagaimana yang Allah katakan di dalam kitab suci al-Qur’an dalam sebuah ayat yang terkenal,

وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا

Jika mereka ketika menganiaya dirinya, kemudian datang kepadamu lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, maka tentulah mereka akan mendapati bahwa Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. (Surat an-Nisa, 4:64)

Istaghfirullah, teleponnya (telepon seorang murid) mengatakan, “istagfirullah,” pada saat yang tepat. Katakanlah “istaghfirullah,” mengapa kalian diam saja? Yaa Rabb! Istighfaar kami bercampur dengan arogansi, tetapi kami minta tajali dari ayat tersebut disandangkan kepada kami! Ayat itu mengatakan, “Jika mereka menganiaya diri mereka sendiri,” yang artinya jika mereka melakukan berbagai macam kesalahan karena mereka menzalimi diri mereka sendiri dengan dosa-dosa mereka, “tetapi mereka datang kepadamu, yaa Muhammad.” Sahaabah (r) biasa mendatangi Nabi (s) jika mereka melakukan suatu kesalahan, jadi apa tugas kita? Beliau (s) hadir, mereka dapat melihatnya dan berkata, “Yaa Rasuulullah, kami telah melakukan ini dan itu, kami mohon agar dimintakan ampun kepada Allah.” Sekarang setelah 1500 tahun, dapatkah kalian melihat Nabi (s)? Tidak, tetapi banyak orang yang mengatakan dan banyak orang yang membuat kesalahan ketika mereka mengatakan bahwa meditasi bukan bagian dari Islam, itu adalah tafakkur, sebagaimana Nabi (s) bersabda,

تفكر ساعة خير من عبادة سبعين سنة

Tafakkarru sa`atin khayrun min `ibaadati saba`iin sannah.

Mengingat Allah (swt) (tafakur atau kontemplasi atau meditasi) selama satu jam adalah lebih baik daripada tujuh puluh tahun ibadah.

Melakukan meditasi selama satu jam atau bahkan satu momen, kalian akan diberi ganjaran lebih dari tujuh puluh tahun beribadah. Itu adalah hadits Nabi (s). Bagaimana mereka mengatakan bahwa tidak ada yang namanya meditasi, tidak ada tafakur, sementara ayat itu mengatakan, “Ketika kalian melakukan suatu kesalahan, pergilah kepada Nabi (s).” Dan bagaimana kita melakukan hal itu? Kita, dari sini, kita duduk dan melakukan meditasi melalui syekh kita, karena beliau berada dalam hadirat itu, beliau dalam hadirat yang cemerlang itu, beliau berada dalam makrifat itu, beliau berada dalam level itu! Jika beliau mengatakan, “Yaa Sayyidii, Yaa Rasuulullah (s)!” Nabi (s) akan menjawabnya! Atau jika beliau mengatakan, “Yaa Rabbii!” Allah menjawab, “Yaa `abdii, apa yang kau inginkan?” “Yaa Rabbii aku mohon ampunan-Mu.” Jadi, bagaimana melakukan hal itu? Apakah dengan duduk di depan TV sambil melakukan istaghfirullah atau dengan duduk sendiri sambil bermeditasi, menghubungkan kalbu kalian dengan syekh, dan dari syekh kepada Nabi (s)? “Ketika mereka berbuat aniaya kepada diri mereka sendiri, mereka datang kepadamu, yaa Muhammad, dan dalam hadiratmu, mereka memohon ampun!”

Jadi agar tobat kita diterima, kita harus berada dalam hadirat Nabi (s) dan kita tidak bisa berada di dalam hadirat Nabi (s) dengan situasi kita, jadi kita duduk dan bermeditasi, bukannya membayangkan, tetapi memikirkan mengenai hubungan kalan, konsentrasi pada syekh kalian, Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani, semoga Allah memanjangkan umurnya, dan dari Sulthan al-Awliya kepada Nabi (s) agar ia sampai. “Di dalam hadiratmu, yaa Muhammad (s), mereka harus melakukan istighfaar,” jadi, apakah itu diterima atau tidak? Belum, itu masih dalam persiapan. Jika kalian menganiaya diri kalian sendiri, datanglah kepada Nabi (s) dan lakukan istighfaar, apakah itu diterima? Belum, masih ada satu lagi agar diterima, berikutnya adalah wastaghfara lahumu ‘r-rasuul, pada saat itu Nabi (s) akan melakukan istighfaar atas nama kalian.

Lihatlah kekuatan yang Allah berikan kepada Nabi (s)! Pada saat yang sama di seluruh dunia, jika ada jutaan dan jutaan orang melakukan istighfaar, beliau (s) dapat mengenali setiap orang beserta namanya dan Nabi (s) melakukan istighfaar atas nama mereka! Jadi, apa yang terjadi ketika Nabi (s) melakukan istighfaar? La wajada tawwaba ‘r-rahiima, “Mereka akan mendapati bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Barulah dosa-dosa kalian akan diampuni! Itulah sebabnya mengapa istighfaar sangat penting di dunia karena ia akan menyelamatkan kalian di dalam kubur, tidak mengekspos kalian ketika Munkar dan Nakiir datang dan mengajukan pertanyaan; kalian tidak akan menjawab, tetapi seseorang akan ditunjuk untuk menjawab untuk kalian. Apa yang dikatakan oleh Nabi (s)?

حياتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم ، فإذا أنا مت كانت وفاتي خيرا لكم ، تعرض علي أعمالكم فان رأيت خيرا حمدت الله تعالى وإن رأيت شرا استغفرت لكم

Aku mengamati `amal umatku. Jika aku mendapatinya baik, aku bersyukur kepada Allah tetapi bila aku melihat selain daripada itu, bila buruk, aku memintakan ampunan bagi mereka. (al-Bazzaar di dalam Musnad)

“Aku mengamati setiap orang dan apa yang dilakukannya, jika aku mendapatinya baik, bagus, dari apa yang dilakukan oleh umatku, aku memuji Allah (swt), ‘Terima kasih yaa Allah,’ tetapi jika aku melihat sesuatu yang lain, bahwa mereka jatuh ke dalam dosa,” maka apa yang beliau (s) katakan? “Aku akan memintakan ampunan atas nama mereka.” Lihatlah betapa Nabi (s) mencintai mereka dan betapa lalainya kita! Mereka mengenali kita satu per satu.

Mawlana Syekh, semoga Allah memanjangkan umurnya, beliau berkata kepada saya… ini adalah (kertas) tissue dengan tetesan air matanya dan beliau berkata, “Aku merindukan mereka, aku merindukan anak-anakku, aku merindukan murid-muridku! Kirimkan salam pada mereka dariku.” Salamnya adalah kedamaian bagi kalbu kalian, bagi kalbu para pengikutnya! Ketika beliau mengucapkan ‘salaam,’ itu artinya, Yaa naari kuunii bardan wa salaaman `alaa Ibrahim (a), Allah memerintakan api, ketika Namrudz menempatkan Sayyidina Ibrahim (a) di dalam api dan beliau pasrah pada Kehendak Allah, dan Allah mengirimkan Malaikat Jibril (a) untuk bertanya kepadanya, “Wahai Ibrahim, Allah mengutusku padamu, apa yang kau perlukan?” Sayyidina Ibrahim (a) berkata, “Dzat yang mengutusmu kepadaku mengetahui apa yang kuperlukan, jadi pulanglah kembali.” Allah berfirman, yaa naari kuunii bardan wa salaamun `alaa ibrahiim, “Wahai api, kuunii bardan, jadilah dingin.” Allah menjadikan api itu dingin dan menyelamatkan Ibrahim. Dan para ulama berkata, para awliyaullah, jika pada ayat itu tidak ditambahkan kata ‘wa salaamun’ maka beliau akan menjadi beku, bardan akan membuatnya beku, tetapi salaama, menjadikan damai, menjadikan aman, selamat seperti di Surga.

Jadi salaam dari syuyukh ketika ia datang, dari Mawlana Syekh, karena beliau berdoa kepada Allah dan bershalawat atas Nabi (s) ketika beliau berkata kepada saya, “Aku rindu mereka.” Itu mempunyai makna yang besar. Apakah maknanya? “Aku rindu mereka. Aku rindu untuk duduk bersama mereka,” tetapi ketika beliau mengatakan, “Aku rindu mereka,” (itu artinya) “Aku merindukan seseorang, (seperti) Yusuf duduk bersama ayahnya, Yaqub, bermain bersamanya. “Aku rindu mereka, karena aku berada dalam keadaan di mana mereka tidak berada di sana, aku berada pada level yang dikaruniai oleh Allah,” itu adalah penjelasan yang dapat kami katakan, “Tetapi aku berada pada level yang jauh dengan mereka. Aku menginginkan mereka, yaa Rabb, agar mereka berada dekat denganku.” Karena seorang wali tidak ingin berada jauh dari para pengikutnya. Beliau berkata, “Kirimkan salamku pada mereka,” yang artinya, “Aku memohon yaa Rabbii, jadikanlah mereka berada pada level yang sama denganku di dunia dan akhirat.”

Dapatkah kita mengatakan hal itu? Dapatkah saya mengatkan, misalnya, “Semoga orang ini si ‘X’ akan bersamaku,” sebagaimana ia mungkin akan berkata, “Tidak, tolong, aku tidak ingin bersamamu,” karena kalian mungkin akan masuk Neraka! Tetapi ketika Mawlana Syekh mengatakan hal itu, maka setiap orang ingin bersamanya, untuk apa? Untuk kesalehan dan ketulusannya dalam kehidupan ini, karena beliau tidak pernah arogan dan tidak pernah berbohong. Tanda orang munafik ada tiga: 1) idzaa haddatsa kadzdzab, bila berkata, ia berbohong, ia mengarang dan memalsukan cerita; itu adalah seorang munafik, yang membuat orang mempercayai apa yang sebenarnya tidak benar. Ini membahayakan bagi kita semua dan kita tidak bisa mengatakan sesuatu yang dikarang-karang. Kita tidak boleh mengarang-ngarang dan kita harus memverifikasi segala sesuatu, sebagaimana yang kami katakan kemarin, dan ketika berbicara, ia berbohong. 2) Jika ia berjanji, ia tidak memegang janjinya; ia membuat kesepakatan dengan kalian, tetapi ia tidak memegangnya. Dan Nabi (s) mengatakan di dalam hadits lainnya, idza wa`d al-mu’min wafaa, “Jika seorang Mukmin berjanji, ia harus menepati janjinya.” 3) Wa idzaa tuumina khaan, jika kalian memberinya suatu amanat, ia mengkhianatinya dan membuat orang lain menerima kebohongannya.

Itu adalah masalah di seluruh dunia. Banyak di antara kita, Muslim dan non Muslim, kita melakukan satu atau dua atau ketiganya; kita bisa terjatuh ke dalam kategori wa idza haddatsa khadzab, “ketika bicara, ia berbohong,” atau kita jatuh ke dalam wa idza wa`d khalaf, “ia tidak memegang janjinya,” dan kemudian kalian bisa terjatuh ke dalam kategori ketiga, “jika ia dipercaya, ia berkhianat.” Jadi kalian bisa berada dalam kategori satu dan dua, atau satu dan tiga, atau dua dan tiga; jika kalian di luar dari itu, kalian bisa terbang, lalu kalian berjuang sungguh-sungguh untuk menjadi seorang Mukmin. Kalian, tentu saja seorang Muslim, tetapi ada nifaaq di dalam kalbu kalian. Kalian Muslim karena kalian mengucapkan, “Asy-hadu an laa ilaaha illa-Llah wa asy-hadu anna Muhammadan rasuulullah,” tetapi untuk menjadi seorang Mukmin, dan mendaki ke level-level yang berbeda, kalian harus berjuang mengatasi masalah ini.

Ini adalah masalah di mana-mana dan kalian tidak bisa menemukan `ilaaj, pengobatannya, kecuali dengan mendengar dan menerima apa yang dikatakan oleh para syuyukh dan apa yang dikatakan oleh para awliyaullah dan apa yang dikatakan oleh Nabi (s) di dalam hadits dengan sungguh-sungguh. Yang pertama datang hadits, dan pertama sebelum itu adalah kitaabullah. Hadits Nabi (s) mengatakan,

الدين نصيحة

Ad-diinu nasiiha.

Agama adalah nasihat.

(Para Sahabat bertanya) “(Nasihat) kepada siapa?” (Nabi (s) bersabda) “Kepada Allah dan Kitab-Nya, al-Qur’an,” “dan mereka bertanya, “kepada siapa lagi?” dan beliau (s) bersabda, “Kepada Nabi-Nya (s).” Dan mereka bertanya, “Kepada siapa lagi?” Beliau (s) bersabda, “Kepada para ulama dan pemimpin dan orang-orang awam di antara mereka.”

Pertama, agama adalah nasihat dan kalian tidak bisa menasihati dengan cerita yang dikarang-karang dan kita tidak bisa memberi nasihat sebagai orang munafik! Kita harus berhati-hati, kita tahu bahwa kita mempunyai dosa-dosa yang tersembunyi, jadi kita harus kembali sebagaimana Allah berfirman, “Lakukan istighfaar dalam hadirat Nabi (s).” Jadi datanglah kepada Nabi (s) dalam meditasi di malam hari, ketika tidak ada orang lain dan kalian sendiri. Sebelum tidur, ucapkan istighfaar tiga kali atau sebanyak mungkin, 70 kali atau 100 kali, dan fokuskan diri kalian sebab kalian mengatakannya di hadapan Syekh kalian dan Nabi (s)! Allah akan mengampuni kalian.

Semoga Allah mengampuni kita dan memberkati kita.

Wa min Allahi 't-tawfiiq, bi hurmati 'l-habiib, bi hurmati 'l-Fatihah.

http://www.sufilive.com/How_to_Go_to_the_Presence_of_Prophet_pbuh_-5462.html

© Copyright 2014 Sufilive. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Transkrip ini dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta Internasional. Mohon untuk menyebutkan Sufilive ketika membagi tulisan ini. JazakAllahu khayr.

UA-984942-2