A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim.
Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,
nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`ala fii haadza 'l-masjid.
Athi`ullaha wa athi`u 'r-Rasuula wa uuli 'l-amri minkum.
Patuhi Allah, patuhi Nabi (s), dan patuhi orang-orang yang mempunyai otoritas atas kalian. (4:59)
Nabi (s) bersabda, "Amal Bani Adam akan terputus ketika mereka meninggal kecuali melalui tiga hal; shadaqatun jaariyah,`ilmun yantafi`u bihi, dan waladun shalihun yada`u bihi." Shadaqatun jaariyah adalah sedekah yang mengalir terus hingga Hari Pengadilan; Allah (swt) akan memberi kalian pahala untuk itu. Ia bisa berbentuk suatu sedekah yang kalian berikan untuk masjid, sekolah, rumah sakit, atau kepada seseorang yang kalian kenal yang tidak memiliki air dan kalian memberinya. Yang kedua adalah `ilmun yantafi`u bihi, ini juga merupakan shadaqatun jaariyah. Dan yang ketiga adalah waladun shalihun yada`u bihi, anak laki-laki atau perempuan yang saleh yang mendoakan kalian karena kalian membesarkan mereka dengan baik di jalan Allah dan di dalam Islam.
Jadi menurut hadis itu, Sayyidina Abdul Khaliq al-Ghujdawani (q) berpikir bagaimana beliau dapat membantu Syekhnya. Alhumdulillah, Allah (swt) telah mengaruniainya kekayaan. Ada sebuah desa di mana sulit sekali mendapatkan air; mereka harus mendaki gunung dengan keledai untuk mendapatkan air dari sebuah mata air atau air terjun. Dan itu adalah perjalanan yang jauh, memerlukan waktu seharian untuk pergi mengambil air dan kemudian kembali lagi. Jadi beliau memutuskan untuk mengalirkan air dari gunung ke desa itu dan pada waktu itu belum ada jalur pipa sehingga beliau harus mempekerjakan orang untuk menembus bukit karang dan mengalirkan air ke desa itu. Ketika selesai, beliau sangat bahagia dan mengundang Syekhnya untuk datang dan membuka proyek itu.
Syekhnya berkata, "Anakku, ini adalah shadaqatun jaariyah yang akan ditulis bagimu hingga Hari Pengadilan. Namun jika engkau memberikan uang itu ke tanganku, karena tanganku mewarisi kekuatan dari Nabi (s), kau akan mendapatkan pahala yang tak terbatas! Apa yang kau lakukan adalah menuruti kemauan egomu, namun aku tahu di mana menyimpan uang itu pada tempatnya yang benar, dan itulah yang akan kulakukan. (Yang kau lakukan) itu adalah seolah-olah seperti engkau merasa lebih tahu dan kau bisa melakukan yang lebih baik dariku, dan di situlah kau gagal. Jadi jika engkau (tadinya) meletakkan uang itu di tanganku dan membiarkan aku memutuskan, aku akan memutuskannya sesuai dengan keinginan Nabi (s). Tetapi kau melakukan pekerjaan ini, sehingga kau kalah (merugi)."
Grandsyekh (q) menceritakan kisah ini agar kita tahu bahwa kita berada di Hari-Hari Akhir. Nabi (s) mengundang para Sahabat (r): Sayyidina Ali (r), Sayyidina Abu Bakr (r), Sayyidina `Umar (r), dan Sayyidina `Utsman (r), dan meminta mereka untuk membangun suatu pasukan guna membela Islam dari serangan musuh. Mereka mendonasikan banyak uang. Karena Sayyidina `Umar (r) banyak bertanya kepada Nabi (s), Nabi (s) berkata, "Akan ada suatu kaum yang datang pada Hari-Hari Akhir, dan mereka lebih baik; mereka adalah sahabatku." Kemudian beliau (s) bertanya, "Siapakah yang dikatakan beriman?"
"Apakah malaikat?" (jawab Sahabat).
Nabi (s) berkata, "Bagaimana mereka tidak beriman bila mereka berada di Surga?"
Kemudian mereka berkata, "Para nabi?"
Beliau (s) menjawab, "Bagaimana mereka tidak beriman bila mereka bertemu Jibriil?"
Kemudian mereka menjawab, "Apakah itu kita-kita ini?"
Nabi (s) menjawab, "Dan bagaimana kalian tidak (beriman?), kalau kalian melihat dan berjumpa dengan Muhammad?"
Kini para Sahabat (r) bertanya, "Jadi siapa mereka?"
Nabi (s) menjawab, "Mereka akan datang pada Hari-Hari Akhir. Mereka percaya kepadaku, meskipun mereka tidak pernah bertemu denganku."
Sayyidina `Umar (r) berkata, "Tunjukkan mereka kepada kami."
Nabi (s) memperlihatkan mereka kepada para Sahabat (r) dan mereka pingsan melihat wujud orang-orang itu.
Grandsyekh (q) berkata, "Jika seseorang memberi sedekah di tanganku, seolah-olah kalian memberikannya lewat tangan Nabi (s)." Itu adalah prediksi dari Hari-Hari Akhir. Jadi hendaklah kalian selalu tahu di mana kalian meletakkan uang itu; berikan kepada seseorang yang tahu di mana mereka meletakannya, itu lebih baik daripada kalian menyimpannya sendiri. Sebagai contoh, Mawlana Syekh Nazim (q) mengutus saya ke Kenya. Beliau berkata, "Ini sejumlah uang, pergilah dan galilah beberapa sumur." Saya pergi ke sana. Beliau juga mengutus beberapa orang lainnya dan mereka berkata, "Kami menggali sumur ini dan itu," satu per satu. Ketika beliau mengutus saya, saya menghubungi lima tokoh ternama, kalangan atas di Kenya dan memberi mereka uang (dari Mawlana Syekh Nazim (q)) itu sebagai "uang benih," untuk diletakkan di sebuah organisasi atas nama Mawlana, lalu kami menghimpun donasi, bukan seperti saya berikan kepada seseorang dan kami tidak tahu apa yang terjadi. Jadi saya berkata kepada Mawlana, "Di samping menggali sumur, saya ingin mengadakan suatu Program Ramadan untuk memberi makanan kepada para pengungsi, banyak di antara mereka yang datang dari Somalia ke Kenya dan Uganda, dan mereka tidak memiliki uang."
Jadi saya membagi uang itu untuk Program Ramadan, menggali sumur, dan donasi untuk madrasah putri. Ketika kami melaksanakan Program Ramadan, kami memutuskan untuk menyediakan 2.000 kotak makanan yang menelan biaya 30,000 dollar. Ketika orang-orang melihat bahwa kita mencapai target sebanyak 2.000 kotak, kami mendapat 5.000 kotak lagi dari para donatur. Mereka melihat bahwa program itu terorganisasi, jadi mereka tahu bahwa itu akan didistribusikan dengan baik. Itu adalah sebuah kampanye menggunakan nama Mawlana Syekh Nazim (q). Jadi ketika kami mulai suatu diskusi untuk menggali sumur, siapa yang tahu itu akan menjadi atas nama Mawlana? Kami akan membuat sebuah mushala di dekat sumur baru itu dan memberikan al-Qur'an kepada orang-orang, seperti yang dilakukan kaum misionaris. Kami berencana untuk membuat satu pondok. Namun seseorang berkata, "Aku dapat membangun sebuah pondok dari baja. Itu akan menampung 50 orang, biayanya adalah 1.000 dolar per pondok, dan kami melakukannya. Keesokan harinya, orang itu datang dan berkata, "Aku bermimpi (tadi malam). Aku akan memberikan pondok itu gratis." Jadi kami membangun 35 sumur dan ia memberikan 35 mushala dengan gratis, semuanya itu atas nama Mawlana! Jika uang itu diberikan kepada seseorang, ia akan menggali sumur, menyediakan makanan, dan kemudian membuat orang lain ikut bekerja. Jadi kalian tidak tahu. Kalian dapat memberi, tetapi berikan kepada tangan yang benar.
Wa min Allahi 't-tawfiiq, bi hurmati 'l-habiib, bi hurmati 'l-Fatihah.