Available in: English   Bahasa   Go to media page

Shalawaat Mengikat Kita kepada Nabi (s) dan Menghilangkan Berbagai Kesulitan

Mawlana Syekh Hisyam Kabbani

20 Januari 2012 Middlesex, UK

Shuhbah sebelum Jumu`ah di Hillingdon Borough Central Mosque

As-salaamu `alaykum wa rahmatullahi wa barakaatuh.

Alhamdulillahi Rabbi 'l-`Alamiin, wash-shalaatu was-salaamu `ala asyrafa 'l-Mursaliin, Sayyidina wa Nabiyyina Muhammadin wa `alaa aalihi wa shahbihi ajma`iin.

Alhamdulillah, bahwa Allah (swt) telah menganugerahi kita untuk berada di masjid yang baru ini, salah satu rumah Allah. Semoga Dia menjadikan ini sebagai masjid yang terbuka setiap saat bagi seluruh Muslim.

Wahai saudara-saudari Muslim! Saya sangat terhormat untuk berada di sini, di masjid yang sejak awal dibangun atas dasar takwa. Allah (swt) berfirman,

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

Wa anna ‘l-masaajida lillaahi falaa tad`uu ma`a Allahi ahada.

Dan sesungguhnya tempat ibadah itu adalah untuk Allah (sendiri), maka janganlah kami menyembah seorang pun di dalamnya disamping menyembah Allah.

(Surat al-Jinn, 72:18)

Tidak ada seorang pun yang dapat mengklaim, “Ini adalah masjidku,” tetapi sayangnya, kita melihat sekelompok orang membajak masjid untuk mengimplementasikan ide-idenya yang bertentangan dengan keyakinan Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah. Alhamdulillah, ini adalah sebuah masjid Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah, dan mayoritas Muslim dunia adalah Ahlu ’s-Sunnah, yang mempraktikkan Islam dalam kecintaan terhadap Sayyidina Muhammad (s), yang datang dengan membawa risalah:

الدين نصيحة

Ad-diinu nashiiha.

Agama adalah nasihat.

Sebagaimana yang diterangkan secara umum, ini artinya, “Agama adalah nasihat.” Hadis mengatakan, Ad-diinu nashiiha. Qaaluu liman yaa Rasuululullah. Qaala: lillaahi wa li-rasuulihi wa lil-mu’miniin. Jika kita menerjemahkannya secara harfiah agar dimengerti, itu artinya, “Nasihat adalah untuk Allah, untuk Nabi (s) dan untuk orang-orang yang beriman.”

Akar kata “nashaha” artinya “membersihkan madu dari lilin atau elemen apapun yang membuatnya tidak terasa enak.” Secara umum, makna yang digunakan untuk ini sejak 1400 tahun yang lalu adalah “untuk membersihkan, menghilangkan kotoran.” Jadi ketika Nabi (s) bersabda, “ad-diinu nashiiha” itu artinya kalian harus membersihkan iman kalian dan praktik (peribadatannya). Jadi ketika kita mengatakan, “an-nashiiha lillaahi wa li-rasuulihi wa ‘l-mu`miniin,” itu bukan berarti memberi nasihat kepada Allah (swt), kepada Nabi (s) dan orang-orang beriman; tetapi artinya adalah bahwa kita harus membersihkan iman kita dan tauhid kita kepada Allah (swt) dan Nabi (s), yaitu bahwa kita tidak mempunyai syirik apapun.

Dalam berbagai bentuk ibadah, kalian harus membersihkan akidah kalian, keyakinan kalian dari segala elemen yang mungkin dapat membuatnya salah atau tidak sempurna, yang artinya untuk memurnikan agama kita dari keyakinan yang tidak benar mengenai Allah (swt). Kemudian hadis itu menyatakan, li rasuulihi, “kepada Nabi-Nya;” apapan keyakinan yang tidak benar yang kalian miliki tentang Nabi (s), itu harus diperbaiki.

Allah (swt) mengatakan kepada kita untuk mengambil apapun yang Nabi (s) bawa. Beliau adalah Syari`ah dan beliau adalah konstitusi. Islam adalah Muhammad (s); tidak ada yang lain di dalamnya, dan kita berkata kita adalah “Muhammadiyuun,” para pengikut Sayyidina Muhammad (s)!

Seorang anak tidak dipengaruhi oleh Setan, ia mengejar ayah dan ibunya karena cinta. Serupa dengan itu, kita berlari menuju Nabi (s) karena cinta, seperti yang dilakukan oleh anak-anak tadi. Kita tidak mempunyai siapa-siapa untuk dituju, kecuali Sayyidina Muhammad (s). Para Sahaabah (r) berlari kepadanya karena melalui beliau, mereka berlari menuju Allah (swt). Kalian tidak bisa berlari kepada seseorang yang tidak diberi otoritas oleh Allah (swt)!

Allah (swt) berfirman,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Maa ataakaum ar-rasuul fakhudzuuhu wa maa nahakum `anhu fantahuu.

Tinggalkan apa yang dilarang oleh Nabi (s) dan ambil apa yang diperintahkannya. (al-Hasyr, 59:7)

Kita harus mengambil apapun yang Allah (swt) berikan kepada kita. Dia memerintahkan para malaikat dan manusia untuk berselawat atas Nabi (s), bukannya mengatakan, “Wahai Muhammad!” seperti yang dikatakan oleh orang Badui dari padang pasir (berkata kepada Nabi (s) dengan kurang sopan); gunakanlah penghormatan, katakan, “Yaa Rasuulullah (s), yaa Habiibullah (s).” Nabi (s) mempunyai lebih dari 200 nama, jadi panggillah beliau dengan nama-nama itu.

Selawaat adalah nasihat yang membersihkan ketidaksempurnaan di dalam akidah kita. Ketika kalian mengirimkan salaam kepada Nabi (s), beliau mengirimkan salam kepada kalian. Salam-salam ini akan meningkatkan tingkat kecintaan kita. Misalnya, ketika kalian bertemu dengan seseorang pertama kali, kalian berdua saling menyapa, bertukar salam, kemudian ketika kalian bertemu lagi kedua kalinya, dan sekali lagi, kalian bertukar salam satu sama lain, yang ketiga kalinya, kalian mencintai orang itu dan ia mengundang kalian untuk makan malam, lalu kalian bertemu untuk keempat kalinya, dan pada yang kelima kalianya, ia meminta kalian untuk menikahi putrinya! (tertawa).

Bahkan ketika di masjid kita disibukkan dengan video, internet dan telepon seluler, yang menghalangi kita untuk memperkuat ikatan kita dengan Nabi (s). Para Sahaabah (r) biasa memberi salam kepada Nabi (s) dan kemudian berputar kembali untuk memberi salam lagi. Salamnya Nabi (s) mempunyai buah di dalamnya, salam itu hidup, sedangkan salam kita mati. Untuk membuatnya hidup, Allah (swt) meminta kita untuk melakukan shalaat dan salaam atas Nabi (s), karena Sayyidina Muhammad (s) adalah Habiibullah, Kekasih Allah. Sayyidina Ibrahim (a) adalah Khaliilullah, tetapi bukannya habiib, yang lebih dicintai. Khaliil adalah “teman,” tetapi jika seseorang sangat dekat dengan kalian dan yang terbaik dalam mengikuti Islam, maka kalian akan memberikannya lebih banyak tanggung jawab karena kalian tahu bahwa ia tidak akan mengecewakan kalian.

Ketika kita melakukan shalaat dan salaam pada Nabi (s), kita meningkatkan ikatan kita terhadapnya, dan secara bertahap ia menjadi kuat sehingga Setan tidak bisa mematahkannya. Kita tidak ingin menyenangkan Setan; kita ingin menyenangkan Allah (swt) dan Nabi-Nya (s). Itulah sebabnya mengapa Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah adalah orang-orang yang penuh cinta! Jika ada dua orang pria, yang satu adalah cendikiawan dan yang lainnya bukan, mana yang akan kalian ikuti? Jika cendikiawan itu menghilangkan kecintaan terhadap dunia dari kalian dan mempersiapkan kecintaan bagi akhirat, maka ikutilah dia, tetapi bahkan jika yang bukan cendikiawan tidak mengetahui apa-apa mengenai Syari`ah tetapi ia menghilangkan kecintaan terhadap dunia dari kalian melalui kesalehannya dan ia membimbing kalian menuju akhirat, maka ikutilah dia!

Di lain pihak, jika cendikiawan itu memberikan pelajaran, tetapi ia tidak menghilangkan hubb ad-dunya dari kalian dan tidak membuat kalian mencintai akhirat, bahkan dengan seluruh pengtahuannya dan dengan seluruh penghormatan kepadanya, ia tidak akan memberi manfaat bagi kalian. Tetapi bila seseorang yang buta huruf, tetapi membawa kalian kepada akhirat, kalian harus menjaga hubungan dengannya. Itulah nasihat: membersihkan madu kalian, kalbu kalian. Duduklah bersamanya dan lihatlah bagaimana ia berperilaku dan bagaimana orang-orang di sekelilingnya berperilaku. Itu seratus kali lebih baik daripada duduk dengan seorang cendikiawan yang tidak menghilangkan hubb ad-dunya dari kalbu kalian.

Seorang Badui mendatangi Sayyidina Muhammad (s) dan berkata, “Yaa Muhammad! Kapankah Hari Kiamat itu? Nabi (s) tidak menjawab, karena beliau sedang memberikan khotbah Jumat. Orang itu bertanya lagi, dan Nabi (s) tidak menjawab. Akhirnya ia bertanya untuk ketiga kalianya, “Kapankah Hari Kiamat?” Nabi (s) menjawab, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk Hari itu?” Ia menjawab, “Hanya cintaku padamu dan Allah, tidak ada lagi yang lain!” Nabi (s) bersabda,

حشر المرء مع من أحب

Yuhsyar al-maruw ma` man ahab.

Setiap orang akan dibangkitkan bersama orang yang ia cintai.

Itu artinya, “Engkau akan bersamaku, wahai orang Badui!” Para Sahaabah (r) begitu bahagia mendengarnya, karena mereka semua mencintai Nabi (s). Inilah tiket kita menuju Surga! Kita mencintai Nabi (s), dan Nabi (s) mencintai kita; jangan berpikir bahwa beliau tidak mencintai kita karena cintanya terhadap kita lebih besar daripada cinta kita kepadanya! Jika kita berusaha untuk terus berselawat kepada Nabi (s), cinta kita akan bertambah, kesulitan kita akan berkurang, dan keluarga dan rumah tangga kita akan sejahtera.

Teruslah ceritakan kepada anak-anak kalian mengenai Mawlid-an-Nabi (s), yang akan segera tiba. Hiasi rumah kalian seperti yang dilakukan oleh orang Kristen untuk merayakan (hari kelahiran) Sayyidina `Isa (a); mereka menghiasi seluruh kota. Mengapa kita tidak menghiasi rumah kita dan masjid kita dan melakukan shalawaat `ala an-Nabi (s)? Ketika saya masih muda, di negeri-negeri Muslim setiap rumah menghiasi diri baik di luar maupun di dalamnya, sejak awal bulan Mawlid. Mengapa kita sekarang takut untuk menghiasai rumah kita untuk menunjukkan cinta kita kepada Nabi (s)? Itu bukanlah inovasi Kristen, itu adalah jalan kita! Bacalah Mawlid dan rayakan kelahirannya! Biarkan mereka mengetahuinya, karena banyak Muslim yang bahkan tidak mengetahui kapan Nabi (s) dilahirkan.

Suatu hari saya berada di New York dan diundang oleh seorang yang kaya raya ke rumahnya. Di sana ada banyak `ulama juga, sebagian termasuk Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah dan sebagian lagi yang lainnya. Saya melihat sebatang pohon Natal yang terang-benderang di sana, sementara orang-orang berdiam diri mengenai hal itu, tetapi saya tidak bisa. Ia berkata, “O Syekh! Tidak apa-apa, itu hanya untuk membuat anak-anak saya gembira dan membuat mereka tahu apa yang sedang terjadi.”

Saya berkata, “Baiklah, saya akan mengajukan satu pertanyaan kepada anak-anakmu.” Ia membawa mereka dan kemudian saya bertanya, “Untuk apa pohon itu?”

Mereka berkata, “Untuk kelahiran Jesus.”

Saya bertanya pada mereka, “Siapa nabimu?”

Mereka tidak menjawab, dan mereka tidak mengetahui hari kelahirannya. Semua ulama itu diam, karena orang kaya itu memberi uang pada mereka.

Itulah sebabnya perlu memberikan uang ketika dibutuhkan untuk Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah. Masjid ini memerlukan uang dan dukungan; jangan keluar dari masjid ini tanpa memberikan sesuatu, dengan demikian itu akan seperti kalian memberikan satu batu bata bagi dinding masjid. Di masa lalu, orang-orang membawa batu bata untuk membantu membangun masjid.

Nabi (s) bersabda:

Yanqati` `amal ibni Adam illa min tsalats: shadaqatun jaariya wa waladin shaalihun yada`u lah wa `ilmun yantafi`u bih.

Amal anak cucu Sayyidina Adam terputus kecuali tiga: amal jariah di Jalan Allah, seorang anak yang berdoa untuk kalian, dan ilmu yang bermanfaat yang kalian tinggalkan bagi orang lain.

Bata yang kalian letakkan di masjid ini akan menjadi amal jariah yang akan terus memberikan pahala. Kalian harus memperkuat masjid-masjid Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah, bukan hanya masjid besar yang mempunyai keyakinan tidak sempurna terhadap Nabi (s)! Para Sahaabah (r) memberi dari kalbu mereka. Suatu kali Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq ( r) dan Sayyidina `Umar ( r) masing-masing membawa sesuatu di hadapan Nabi (s). Beliau (s) bertanya kepada Abu Bakr ash-Shiddiq (r) apa yang ia tinggalkan bagi keluarganya. Beliau berkata, “Aku meninggalkan Allah (swt) dan Nabi-Nya (s) bagi mereka.” Kemudian Nabi (s) bertanya kepada Sayyidina `Umar (r) apa yang telah ia bawa, “Aku membawa setengah (dari semua yang kumiliki).” Nabi (s) berkata, “Imanmu adalah setengah dari (imannya) Abu Bakr ash-Shiddiq.”

Apa yang kita berikan adalah receh dibandingkan dengan apa yang kita miliki, tetapi Allah melihat pada uang receh itu dan melihat pada seseorang yang miskin, dan membuat uang receh itu lebih berharga daripada 1 Poundsterling yang diberikan oleh orang kaya, karena orang kaya itu dengan mudah dapat menyumbangkan 1,000 atau 2,000 Poundsterling!

Nabi (s) bersabda:

غني شاكر خير من فقير صابر

Ghaniyyun syaakir khayrun min faqiir shaabir.

Orang kaya yang bersyukur adalah lebih baik daripada orang miskin yang taat beribadah.

Semoga Allah (swt) memberkati masjid ini. Mereka tidak meminta saya untuk mengatakan apa-apa, tetapi itu datang ke dalam kalbu saya untuk disampaikan. Saya melihat beberapa masjid Wahabi di sini. Semoga Allah membawa mereka menjadi Ahlu ’s-Sunnah wa ’l-Jama`ah; itulah yang harus kita doakan. Mereka percaya dengan “Laa ilaaha illa-Llah Muhammadin rasuulullah,” dan kita berdoa semoga kecintaan mereka dan kecintaan kita terhadap Nabi (s) semakin bertambah.

Wa min Allahi 't-tawfiiq, bi hurmati 'l-habiib, bi hurmati 'l-Fatihah.

http://www.sufilive.com/Salawaat_Binds_Us_to_Prophet_s_and_Removes_Difficulties-4110.html

© Copyright 2012 Sufilive. This transcript is protected by international copyright law.

Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr.

UA-984942-2