Available in: English   Bahasa   Go to media page

Serial Hierarki Awliya, Pengenalan

"Sucikan Rumahku"

Mawlana Shaykh Hisham Kabbani

14 August 2010 5 Ramadan 1431

Fenton Zawiya, Michigan

2010 Ramadan Series

Allahuma salli `ala Sayyidina Muhammad hatta yardha Sayyidina Muhammad. As salamu `alaykum. Ramadhan Kariim dan insya-Allah, Allah akan memanjangkan umur kita untuk menjumpai Ramadan-Ramadan berikutnya.

A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim.

Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,

nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`ala fii haadza 'l-masjid.

أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

Athi`ullaha wa athi`u 'r-Rasuula wa uuli 'l-amri minkum.

Patuhi Allah, patuhi Rasul, dan patuhi orang-orang yang mempunyai otoritas di antara kalian. (4:59)

Barangkali di bulan Ramadan ini, insya Allah, kita akan melihat banyak perubahan, khususnya perubahan spiritual dalam kalbu murid-murid para awliyaullah, dan lebih banyak perubahan dalam kalbu murid-murid Sultan Awliya (q), yang memberi izin untuk membicarakan pelajaran atau ilmu semacam ini di bulan Ramadan atas nama beliau. Dan beliau mengatakan kepada saya agar berbicara tentang pentingnya awliyaullah dalam kehidupan umat manusia. Allah (swt) berfirman dalam Kitab suci al-Qur’an:

وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

wa thaahhir baytii lithaa `kifiin wa-ruka` us-sujuud.

Sucikan Rumah-Ku bagi orang-orang yang bertawaf, atau berdiri, atau orang-orang yang ruku dan sujud (dalam salat). (Al-Hajj, 22:26)

Itu artinya Allah memberi perintah kepada Sayyidina Ibrahim (a) dan terus hingga Sayyidina Muhammad (s), untuk mensucikan, mengatakan, wa thaahhir, yang berarti bukan hanya untuk membersihkan tetapi “Sucikan Rumah-Ku,” sucikan status dari Rumah tersebut, membuatnya agar menjadi siap bagi orang-orang yang bertawaf mengelilinginya. Segala sesuatunya adalah suci, bahkan massa, massa adalah apa yang Allah ciptakan; tubuh fisik ini adalah massa dan itu adalah rumah bagi jiwa. Atom adalah rumah, massa bagi elektron, dan karena massa itu suci, maka elektron bertawaf mengelilingi massa; elektron tidak akan mengelilinginya jika massa itu tidak suci, atau kemudian segala sesuatu akan tetap tanpa kehidupan.

Allah (swt) membuat setiap orang bertawaf mengelilingi Rumah Allah yang suci. Lebah-lebah mengelilingi ratu mereka, burung-burung mengelilingi ayah dan ibu mereka, anak-anak mengelilingi orang tua mereka. Dan Allah (swt) telah membuat jiwa di dalam tubuh untuk mengelilingi sebuah rumah yang disucikan di dalam tubuh, dan itulah sebabnya Allah (swt) berfirman, wa thaahhir baytii.“ sucikan Rumah-Ku,” kepada Sayyidina Ibrahim (a) dan Sayyidina Isma`iil (a) dan seluruh nabi, untuk para taaifiin. Orang-orang yang bertawaf mengelilingi Rumah dan `akifiin, orang-orang yang menarik diri dari dunia atau sesuatu yang mereka sukai, dan setiap orang menyukai dunia. Tetapi `akifiin yang Allah (swt) sebutkan di dalam Kitab suci al-Qur’an adalah para awliyaullah, yang berada jauh, tetapi mereka adalah`akifiin; itu artinya mereka duduk dan menarik diri dari dunia.

Level pertama dari awliyaullah adalah mereka yang bertawaf dalam gerakan yang konstan mengelilingi Rumah (Ka’bah). Mereka yang levelnya lebih rendah menarik diri dan melakukan zikrullah, mengingat Allah (swt) melalui kalbu mereka, tetapi tidak bertawaf dan berdiri. Dan level ketiga adalah mereka yang ruku dan sujud. “Bersihkan Rumah-Ku,” dimaksudkan untuk mereka yang termasuk dalam ketiga kategori ini, yang bertawaf secara terus-menerus, yang tidak berada di dunia, duduk dan mereka yang ruku dan sujud.

Pesan itu berlaku untuk Rumah Allah (swt). Allah (swt) membuat para malaikat-Nya bersujud untuk siapa? Bersujud bagi cahaya Sayyidina Muhammad (s) yang berada di kening Sayyidina Adam (a). Itulah sebabnya mengapa Imam Malik (r) berkata kepada Amiir di masanya, "Jangan palingkan wajahmu ke arah qiblat di Madinah, tetapi arahkan kepada Nabi (s), kepada orang yang membawamu kepada Rumah Allah.” Jadi arahkan wajahmu kepada Nabi (s), itu adalah tempat di mana awliyaullah melakukan tawafnya. Para Sahabah (r) mengelilingi Nabi (s), karena kalbu beliau adalah Rumah Allah. Turunnya wahyu tidak turun di Ka'aba, ia datang ke dalam kalbu Nabi (s), jadi kalbu itulah di mana Nabi (s) membuatnya suci bagi umat untuk melakukan tawaf.

Awliyaullah adalah para pewaris Nabi (s), jadi mereka mempunyai suatu arah bagi murid-muridnya untuk berlari menujunya, untuk bertawaf mengelilingi kalbunya, karena itu adalah Rumah Allah. Nabi (s) bersabda:

قلب الموءمن بيت الرب

qalb al-mu'min bayt ar-rabb.

Kalbu orang beriman adalah Rumah Tuhan.

ما وسعني ارضي و ل سمايئ ولاكن وسعني قلب عبدي الموءمن

maa wasi`anii ardii wa laa ardhii wa laakin wasi`anii qalbi `abdii al-mu'min.

Bumi dan Langit tidak bisa mengandung-Ku, tetapi kalbu dari orang-orang beriman mengandung-Ku.

Jadi arah kalian adalah untuk menemukan salah satu dari kalbu-kalbu yang telah disucikan sehingga kalian dapat menarik diri dari dunia dan melakukan muraqabah, meditasi, kepada mereka dan mereka dapat mengantarkan kalian ke hadirat Nabi (s), dan kalian harus terus menjaga kehormatan mereka. Satu contoh, seseorang bertanya kepada salah satu awliyaullah, “Dapatkah engkau mengatakan kepadaku tentang level Sayyidina Abdul Qaadir al-Jilaani (q)? Apa maqaam beliau?" Dan ia mengatakan, “Suatu saat Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q) ditanya, 'siapa syekhmu?'"

man laa shaykha lahu shaykhahu ash-Shaytan.

Siapa yang tidak mempunyai seorang syekh, maka syekhnya adalah Setan.

Karena tanpa seorang syekh, kalian tidak bisa memutuskan, kalian mungkin melihat sesuatu yang salah sebagai sesuatu yang benar dan sebaliknya. Kadang-kadang Syekh berkata kepada kalian, “Lakukan ini,” dan bagi kalian dan bagi banyak orang lain itu terlihat tidak benar, tetapi bagi syekh, ia mempunyai hikmah. Kalian tidak tahu hikmahnya dan mereka dapat melihat lebih jauh daripada kalian, dan kalian akan mengetahui hikmahnya nanti, jadi jangan keberatan. Apa yang kita lakukan? Kita mengeluh dan merasa keberatan; perintah itu tidak masuk ke dalam pikiran kita. Kita berpikir, “Mengapa ia berkata kepadaku untuk melakukan ini? Itu adalah haraam." Apakah kalian lebih tahu daripada Syekh bahwa itu haram atau halal? Tidak. Jadi, apa yang musti kalian lakukan? Berserah diri!

Jadi suatu ketika mereka bertanya kepada Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q), "Siapa Syekhmu?"

Beliau berkata, "Dahulu kala, aku mempunyai seorang syekh, Sayyidii Hammad ad-Diibaas, tetapi sekarang telah berubah." Karena Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q) tetap menjaga kehormatan kepada Syekhnya, dan beliau mengalami kemajuan sangat pesat, dan setelah syekhnya wafat, beliau menjadi pewaris dan mencapai level yang lebih tinggi. Ia berkata, “Hari ini, aku mencapai ilmu dari dua samudra."

Lihatlah bagaimana awliyaullah menerima ilmu, tidak seperti kita, karena kalbu mereka disucikan. Mereka membeli mesin sekarang, dan mengatakan, “Mesin ini adalah mesin pemurni.” Pemurni dari apa? Pemurni dari serpihan kulit atau bulu-bulu hewan peliharaan yang tidak bisa kalian lihat, tetapi kalian ada di sana, itu artinya nafsu yang buruk. Kalian memerlukan sebuah alat pemurni untuk memurnikan debu hewan itu dan mengeluarkannya, dan kemudian kalian memerlukan mesin pelembab udara untuk memberikan kalian udara yang segar. Jadi kalbu seorang wali mensucikan dan melembabkan murid, memberi mereka udara yang segar pada akhirnya setelah memurnikan mereka. Syekh mengetahui kalbu para pengikutnya. Ia bisa melihat kalian dan melihat bahwa kalian perlu melakukan sesuatu dan ia ingin mengosongkan kalbu kalian, meskipun itu tidak berhubungan dengan apa yang kalian yakini. Jadi ia meminta kalian untuk melakukan sesuatu yang khusus karena memang ia mengingingkannya agar kalian melakukan hal itu.

Jadi Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q) berkata,"Aku menerima dari dua samudra, Bahr an-Nubuwwah, “Samudra kalbu Nabi (s),” dan dari Bahr al-Futuwwah, "Samudra Kekesatriaan." Satu dari samudra Nabi (s) dan satunya lagi dari samudra Sayyidina `Ali (q), karena sebagaimana Nabi (s) bersabda:

la fataa illa `Ali wa la sayf illa dhul-fiqaar,

Tidak ada kesatria kecuali Sayyidina `Ali dan tidak ada pedang kecuali Dzulfiqaar (pedang beliau dari langit).

Itu artinya beliaulah yang sangat perkasa dalam menentang egonya dengan pedangnya, tidak hanya terhadap kaum kafir. Dan Mawlana selalu bercerita kepada kita tentang Sayyidina `Ali (q), ketika dalam pertempuran, salah satu dari kaum kafir, seorang pegulat yang sangat kuat, memanggil Sayyidina `Ali dengan kata-kata yang buruk. Kemudian mereka berduel satu lawan satu dan setelah itu pasukannya bertempur secara langsung, tidak seperti sekarang di mana bahkan tentara itu tidak melihat musuhnya. Tidak ada kesatria sekarang, mereka menghancurkan musuhnya dari jarak jauh. Itu bukan kekesatriaan, itu adalah kepengecutan. Sayyidina `Ali mengalahkannya di dalam perang dan bila kalian menjatuhkan sesorang, kalian berhak untuk membunuhnya. Jadi si pegulat itu berkata, “Ok, bunuh aku!” kemudian ia meludah ke muka Sayyidina `Ali. Dengan cepat Sayyidina `Ali melemparkan pedangnya. Lagi-lagi ia berkata, “Bunuh aku!”

Sayyidina `Ali (q) menjawab, "Tidak, aku tidak bisa."

"Bunuh aku!"

Beliau berkata, "Aku tidak bisa, karena aku menjadi marah, maka aku tidak akan membunuhmu karena Allah."

Kemudian pegulat itu berkata, “Jika agamamu seperti itu, maka aku akan menjadi Muslim.” Selanjutnya pegulat itu mengambil dari kalbu Nabi (s) dan kalbu Sayyidina `Ali (q)!

Jadi ada sebuah pertanyaan yang tertinggal di dalam kalbu, sebagaimana hari ini ia tetap tinggal di dalam kalbu murid-murid. Mereka bertanya, “Apa level syekhmu?” (Kami menjawab), “Level beliau adalah Sultan al-Awliya dan beliau mengambilnya dari kalbu Nabi (s).” Dan itu tetap ada hingga sekarang. Mereka bertanya kepada Sayyidina Imam Abul Hasan al-Shadzili (q), seorang wali yang sangat terkenal dan dimakamkan di Mesir, “Siapa syekhmu?” dan beliau menjawab, “Syekhku adalah Sayyidina Abdu 's-Salam ibn Masyiih (q)," seorang syekh terkenal dari Maroko, seorang wali besar.” Aku biasa mendapat ilmu dari kalbunya dan mengelilingi kalbunya dan duduk memandangnya, dan aku menarik diri dari dunia dengan memandangnya dan melakukan ruku dan sujud di hadiratnya. Tetapi kini, aku menerima dari 10 samudra yang berbeda.”

Lihat, kalian tidak mengerti bagaimana para awliya bicara, itu tergantung pada waktu mereka berada. Sekarang lebih banyak rahmat yang datang karena kita berada di zaman yang penuh fitnah. Kekuatan itu, lebih besar datang kepada Ghawts, dan diteruskan kepada lima qutub, dan itu membuat kita dapat melihat melalui cahayanya, karena ia mengambil dari Nabi (s), yang meningkat begitu tinggi. Dengan melihat melalui kekuatan di dalam mata mereka, mereka dapat mengubah dari buruk menjadi baik! Dengan penglihatan mereka yang kuat, seperti laser, mereka mencapai dan membersihkan dan memurnikan, dan mengobati penyakit. Penglihatan awliya dapat memurnikan orang hanya dengan melihat, atau mendengar atau menyentuh.

Kemudian mereka bertanya, “Sekarang siapa syekhmu?” "Ia adalah Abdus-Salam ibn Masyiih, tetapi kini aku mengambil dari sepuluh samudra: lima dari langit dan lima dari bumi. Aku menerimanya dari kalbu mereka secara langsung.” Beliau mengambilnya dari kalbu Abu Bakr As-Siddiq (r) apa pun yang dituangkan oleh Nabi (s) ke dalam kalbunya. Dan dari Sayyidina `Umar al-Faruuq (r), yang memerangi baatil, di mana kini mereka terlalu banyak, dan dari Sayyidina `Utsmaan (r) dan dari Sayyidina `Ali, karam-Allahu wajah wa `alayhi 's-salaam, mengambil dari lima. Mengenai Sayyidina `Ali, Nabi (s) bersabda:

انا مدينة العلم و علي بابها

ana madinatul-ilmin wa `Aliyyun baabuha.

Aku adalah kota ilmu dan `Ali adalah pintunya.

ما صب الله في صدري شيأ الا و صببته في صدر ابي بكر الصديق

Dan beliau (s) bersabda:

Apa pun yang aku terima, aku tuangkan ke dalam kalbu Abu Bakr.

Dan`Umar adalah orang yang membedakan yang haqq dari yang baatil. Dan Sayyidina `Utsman mempunyai dua cahaya, dua putri Nabi (s) dan beliau sangat dermawan.

Allah (swt) berfirman:

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

ta`ruju 'l-mala`ikati wa 'r-raahu ilayhi fii yawim kaana miqdaaruhu khamsiin alfa sannat.

Ruh dan malaikat naik kepada Tuhan dalam satu hari yang kadarnya 50,000 tahun.

Beliau menerima wahyu dari Jibriil (a) dan dari Mikaa'iil (a) yang mengirimkan hujan, dari Israfiil (a) yang meniupkan terompet; itu artinya beliau menerima kekuatan darinya. Dan dari Azra’iil (a), beliau menerima kekuatan hidup setelah mati, dan dari Ruuh, malaikat jiwa, yang membawa seluruh jiwa ini. Jadi seperti inilah bagaimana awliya menerima ilmu mereka; mereka memurnikan kalbu mereka agar murid mereka dapat meraih dan mengambil dari mata air di dalam kalbunya tersebut. Dan kita harus tahu bahwa Allah (swt) memberi kepada setiap wali, khusuusiyyah, suatu kekhususan, tugas atau jalan yang khusus, dan unik terhadap wali tersebut, itu tidak sama dengan wali-wali lainnya. Setiap orang mempunyai jalan yang berbeda, masrab yang berbeda, mata air yang berbeda, dan mata air itu seperti naqsh `alaa hajr, terukir dalam batu yang permanen dan tidak pernah lenyap.

Jadi satu wali tahu wali yang lain dari apa yang terukir di dalam kalbunya. Itulah sebabnya ada 99 Asmaul Husna wal Sifat, dan dari mereka nama-nama wali level tinggi terukir di dalam kalbunya. Jadi seperti, Allahu laa ilaaha illa Huwa ar-Rahmanu 'r-Rahiim, Abdur-Rahman menerima ilmu dari rahasia Nama Ilahi, "Ar-Rahman." Abdur-Rahiim menerima dari Asma Allah, "Ar-Rahiim." kami akan terangkan mereka nanti satu per satul

Karena kalbu mereka dimurnikan, Allah (swt) melempar kalbu mereka dari Ahadiyya, "Samudrra Keesaan yang Unik," dan Wahidiyya, "Samudra Kesatuan,” khususnya dalam Tarekat Naqsybandiyya, kita menerima dari suatu samudra yang membawa kalian ke Maqaam al-Fana, di mana Sayyidina Syah Naqsyband (q) mengambil dari kalbu Nabi (s). Itulah sebabnya mengapa tarekat ini mengambil nama dari namanya, karena beliau mampu mengambil dari rahasia ukiran ini, di mana setiap wali mempunyai sebuah nama, dan beliau mengeksposnya dari suatu level di mana kita tidak dapat mengerti, dan itu adalah level yang berbeda bagi masing-masing wali tergantung pada level di mana ia menerima ilmu. Ada awliya yang berdiri pada kaki nabi-nabi, yang artinya mereka menerima secara langsung dari kalbu para nabi itu. Ada 124,000 nabi dan ada wali yang menerima dari setiap nabi, dan ada satu yang menerima dari kalbu Nabi Muhammad (s).

Ini adalah pengenalan dari apa yang akan kita bicarakan di bulan Ramadan ini, dan saya berharap kita dapat melanjutkannya sebanyak-banyaknya.

Jadi selama berdiskusi mereka bertanya kepada Sayyidina Abdul Qadir al-Jilani (q) dari mana beliau menerima ilmunya, dan mereka bertanya kepada Sayyidina Abul Hasan al-Shadzili (q), dan mereka bertanya kepada Sayyidina Abu Madyan ash-Shaadzili (q), yang berkata, "Aku mempunyai juld, aku menempuh perjalanan dalam ilmu-ilmu Kerajaan Allah, dan ada 101 samudra ilmu. Dan Grandsyekh (q) mengatakan apa yang kami akan terangkan besok, insya-Allah, “Bagi awliyaullah di masa ini, pada setiap huruf Kitab Suci Al-Qur’an, Allah (swt) membuka dari 12,000 hingga 24,000 samudra ilmu yang akan Dia bukakan ke dalam kalbumu dan membimbingmu melalui navigasi spiritual."

Sebagaimana kalian sekarang bernavigasi dengan GPS, Allah akan menavigasi kalian melalui navigasi surgawi, tetapi hanya jiwa kalian yang tahu, tubuh tidak tahu, karena mereka tidak dapat membuka rahasia-rahasia itu kepada tubuh kita. Jadi ia datang ke dalam kalbu murid seperti gerimis, menetes dari sisi yang berbeda-beda seperti pancuran, jadi kalian akan mendapat ilmu surgawi yang mereka lemparkan ke dalam kalbu kalian untuk menavigasi diri kalian. Jiwa kalian mengerti, karena kalian telah berbayat dengan syekh, jadi Mawlana Syekh menavigasi jiwa-jiwa kita, tetapi tidak secara terbuka; sebagian mendapatkannya seperti gerimis, sebagian seperti sebuah pancuran, dan sebagian lagi seperti hujan badai. Semoga Allah (swt) mengampuni kita dan semoga Allah (swt) memberkati kita, dan kita akan melanjutkannya besok insya Allah.

Wa min Allahi 't-tawfiiq, bi hurmati 'l-habiib, bi hurmati 'l-Fatihah.

UA-984942-2